webnovel

Pesan Tersembunyi Untukku?

Suara adzan Maghrib terdengar menggema masuk ke kamar Galang. Ia merasakan sekujur tubuhnya terasa sakit. Galang membuka matanya perlahan, ia melihat ke arah jendela luar. Matahari ternyata sudah tenggelam, malam tiba dengan begitu cepat tanpa permisi. 

Galang bangun dan menoleh ke arah ransel miliknya. Ia mengingat coklat yang diberikan oleh Dena untuknya. Galang mengambilnya dan melihat secarik kertas yang diselipkan di dalam bungkus coklat. Tanpa disadari olehnya, ternyata ada tulisan lain lagi di belakang tulisan yang sudah ia baca di kelas tadi.

"Gue sedang sakit, tapi ini adalah rahasia. Cuma segelintir orang yang tahu. Lo dan Anis, cuma kalian berdua yang gue beritahu. Sudah dari kelas satu gue mengidap paru-paru basah. Disaat gue drop, gue harus diinfus dan mendapatkan penanganan dokter. Ingin rasanya sembuh, tapi untuk saat ini gue masih harus berjuang melawan penyakit ini."

Wajah Galang hanya memperlihatkan ekspresi datar. Dia tidak tahu cara yang tepat untuk menanggapi isi surat itu. Seakan-akan Galang seperti sedang membaca dongeng, ia tidak terlalu menganggap isi surat itu penting.

Galang meletakkan surat dan coklat itu di atas meja belajar, ia meninggalkan keduanya dan pergi ke kamar mandi.

"Menyebalkan, kenapa Dena harus memberikan surat itu. Sebenarnya ini momen bahagia atau justru menyedihkan?" Galang hanyut dalam guyuran air shower yang begitu dingin.

Dena melihat luar jendela kamarnya, ia menoleh sebentar ke bingkisan coklat yang diberikan oleh Galang untuknya. Hatinya merasa bimbang saat dirinya harus membohongi perasaan tentang apa yang sebenarnya ia rasakan.

Dena menerima Zainal sebagai kekasihnya, tapi dilain sisi ia merasa Galang ada di hatinya. Walau hanya sebatas teman, tapi Dena merasakan Galang berbeda. Galang seperti mendapatkan tempat spesial di hatinya.

"Gue bingung, Lang? Apa keputusan gue benar untuk menerima Zainal?" Dena melihat layar handphone, ada notifikasi pesan masuk dari Zainal.

[Bisa kita mengobrol malam ini?] Pesan dari Zainal.

Dena meletakkan handphone-nya, ia memilih untuk membuka bingkisan coklat dari Galang. Satu kue coklat terbungkus rapi dengan ornamen hiasan cantik. Ia merasa takjub, ternyata Galang tipe romantis.

Dreet! Dreet!

[Terima kasih untuk bingkisan coklatnya, gue suka.] Pesan masuk dari Dena dengan emoji gambar kucing sedang memeluk hati.

Galang yang baru saja selesai mandi langsung melihat pesan Dena. Ia masih bertelanjang dada dan handuk masih di atas kepalanya yang masih basah. Dia merasa hubungannya dengan Dena sedikit membingungkan. Apalagi setelah ia melihat Dena dan Zainal sudah bersama. Hatinya tidak merasakan hancur, tapi ada beban kecil yang terus menghantuinya. 

Perasaan di bohongi dan hanya sebatas teman. Dua hal yang sedang dirasakan oleh Galang.

[Yo, habiskan. Gue beli mahal banget. Awas sampai dibuang!] Balasan dari Galang.

Ia segera memakai kaos dan langsung rebahan di atas ranjang. Galang membiarkan surat dan coklat dari Dena terbengkalai di atas meja belajar. Ia benar-benar tidak memiliki waktu untuk masalah cinta monyet atau bahkan cinta sepihak yang hanya berakhir pupus.

Galang memilih untuk memainkan game online favoritnya. Ia tidak suka bila zona nyamannya diganggu, apa lagi harus memikirkan penyakit orang lain yang ia rasa bukan masalah dirinya.

[Lagi apa?] Pesan dari Zainal.

Dena memilih duduk dan menikmati kue coklat dari Galang yang di letakkan di atas meja belajar. Ia mulai membalas pesan dari Zainal.

[Lagi memandang jendela sambil makan coklat.] Balasan dari Dena.

[Coklat? Dari aku?] Zainal merasa percaya diri.

[Iya, dari kamu. Terima kasih, yah.] Satu emoji senang disematkan di belakang kalimat. 

Dena memilih berbohong daripada harus jujur. Coklat dari Zainal justru hanya terbaring nyenyak di dalam ransel miliknya. Ia tidak ingin membuka atau memakannya.

[Sudah buka surat kecil di dalamnya?] Zainal berharap Dena sudah membuka dan membacanya.

"Surat? Memang dia selipkan?" Dena langsung berhenti menyuap kue coklat penuh dengan gula manis dan kalori.

Ia segera mengambil ransel miliknya dan mengeluarkan batangan coklat dari Zainal. Ia menyobek bungkusnya, Dena menemukan sebuah kertas yang tersobek.

"Terima kasih sudah memilih gue jadi cowok lo. Gue benar-benar malu saat harus mengungkapkan perasaan gue. Tapi gue bahagia, akhirnya perasaan gue berhasil diterima."

Dena membaca isi pesan kertas itu, ia merasa bila surat kecil itu sudah disiapkan Zainal saat Dena menerimanya menjadi kekasih.

[Sudah aku baca, so sweet banget. Aku suka.] Sekali lagi emoji senang dan bahagia tersemat di akhir pesan.

Sayangnya, senyuman Dena saat ia membalas pesan Zainal hanya sebatas beberapa detik saat pesan terkirim. Di hatinya ada perasaan ragu untuk melanjutkan hubungan yang baru seumur jagung ini.

[Lo sudah tidur? Sudah baca surat di coklat gue?] Dena mengirimnya ke Galang.

Notifikasi muncul, Galang menghentikan sebentar gamenya. Ia membuka pesan itu dengan ekspresi kesal. Ia merasa telah dijerat oleh Dena. Galang memilih untuk diam dan melanjutkan gamenya. Ia tidak ingin membalas pesan itu. 

"Merepotkan!" Galang benar-benar kesal.

Rintik hujan menyapa jendela bagian luar milik Luna. Berisiknya suara air yang jatuh mengundang rasa risau yang berlebih. Dena seperti terjebak dalam dilema hatinya sendiri.

Tanpa disadari, kue coklat yang semulanya utuh hanya menyisakan remahan kecil. Dena masih membutuhkan asupan manis, lalu ia memilih coklat batangan Zainal. Satu potongan kecil masuk ke mulut Dena, ia benar-benar hanyut dalam diam.

"Kenapa belum ada balasan?" Dena terus menunggu jawaban dari Galang.

"Apa Galang sudah tidur?" Dena terus berasumsi macam-macam.

Galang selesai dengan gamenya. Ia melihat jam dinding yang berada tepat di langit-langit di depannya. Masih belum larut, Galang baru ingat bila ia harus belajar untuk hari esok. Untungnya ini baru hari kedua masuk, jadi belum ada PR yang mengganggu. 

"Coklat, menyebalkan tapi manis." Galang akhirnya memilih untuk memakan sedikit coklat dari Dena.

Camilan coklat itu menemani waktu belajarnya. Tapi surat yang terselip di dalam coklat dibuang olehnya. Ia tidak ingin menjadikan isi surat itu sebagai beban baru di hidupnya. 

Dreet! Dreet!

[Kenapa tidak dibalas?] Dena merasa penasaran.

[Gue ganggu, yah?] Dena terus mengirim pesan.

[Sorry, gue berhenti kirim pesan, deh.] Pesan terakhir dari Dena.

Galang hanya membaca setiap pesan masuk dari Dena. Ia memilih untuk melanjutkan makan coklat dan membaca buku pelajaran miliknya.

Rasa kecewa dirasakan oleh Dena, ia merasa diacuhkan oleh Galang. Tapi anehnya, apa yang dilakukan Galang sangat menyakitkan.

"Apa ini karma? Gue belum memberi jawaban ke Rafa, lalu sudah memilih Zainal." Dena memilih untuk keluar dari kamar dan bergabung dengan keluarganya di ruang tamu.

Zainal yang mendapat pesan balasan merasa senang dan terus tersenyum. Hingga ia lupa untuk membalas pesan dari Dena.

[Maaf, baru balas. Sudah makan malam?] Balasan Zainal.

Sayangnya, handphone Dena tergeletak di atas meja. 

"Kenapa lama balasnya?" Zainal bingung.