webnovel

Kelompok Drama, Penuh Drama

Dua jam diisi dengan canda dan cerita mengenai weekend kemarin, pelajaran bahasa Indonesia menjadi sesi curhat para siswa kepada Bu Reni. Untungnya ini adalah pelajaran bahasa Indonesia, bukan bahasa Perancis. Bila, iya, maka curhatnya akan memakai sapaan "Bonjour."

Setelah jamnya habis, Bu Reni keluar dari kelas dengan beberapa catatan di papan tulis mengenai tugas drama dan pembagian kelompok.

Dena, Indah, dan Anis langsung merapat ke meja Ajo dan Nabil. Seperti serangan gerilya, Indah langsung mengeluarkan kertas dan pulpen. Tanpa basa-basi, ia langsung mencatat nama dirinya, Dena, Anis, Nabil, Ajo, Diki, dan Galang di kertas.

"Itu buat apa?" tanya Ajo.

"Kelompok drama," jawab Indah.

"Kurang satu orang lagi. Siapa, yah, kira-kira?" Dena coba melihat teman yang lain.

Sayangnya, mereka juga langsung berkumpul untuk membentuk kelompok drama. Dan tersisa satu orang yang sepertinya masih merasa malu, ia juga sengaja dibuang kelompoknya agar dekat dengan kekasihnya.

"Na! Zainal belum punya kelompok, ajak, gih!" teriak Anang.

"Nal, sini." Dena tersenyum memanggil ayangnya.

Zainal segera bangun dan menghampiri Dena. Indah langsung mencatat nama Zainal dikertas tadi.

"Mau buat drama apa?" tanya Anis.

"Drama Korea sepertinya menarik, gue mau jadi Song Joong ki," jawab Nabil.

"Lo pantasnya jadi zombie." Diki menyela.

"Eh, si koplak! Gue harus jadi pemeran utama dalam drama. Bagaimana kalau gue jadi beauty di dongeng beauty and the beast." Nabil naik ke meja dan bertingkah layaknya seorang princess.

"Beast sepertinya lebih cocok, Bil. Bentukan lo sudah sangat mendukung." Ajo menyindir sangat dalam.

Galang hanya diam melihat obrolan mereka. Ia merasa tidak bergairah, di otaknya sudah bermunculan jadwal latihan, pergi ke suatu tempat untuk latihan, menghafal dialog, berakting jadi orang lain, dan basa-basi ria antar anggota.

"Kalau drama tentang cerita rakyat sudah biasa, bagaimana kalau tentang romance? Nanti gue buat dialognya." Dena mengusulkan ide yang menurut Galang agak beresiko.

"Terus peran utamanya siapa?" tanya Nabil.

"Gue belum tahu, kasih waktu untuk buat naskahnya 7 hari, nanti di Minggu kedua kita sudah latihan, bagaimana?" Dena melihat ke arah Galang yang diam dengan wajah datar.

"Oke, gue setuju. Tapi kita harus bantu lo untuk buat naskah dramanya. Konsep, genre, alur cerita, layar, sama kostum harus sudah dibentuk, Na," kata Anis.

"Setuju! Bagaimana kalau kita buat konsepnya dulu sekarang, mau drama apa dan judulnya apa?" Nabil menambahkan perkataan Anis.

"Gue setuju, biar lebih gampang lo buat naskah dramanya." Ajo menambahkan.

"Ya, sudah. Sekarang kita butuh nama ketua dan wakil ketua untuk diserahkan ke Bu Reni," kata Dena.

"Lo ketuanya, Na. Indah, catat!" Ajo langsung meminta Indah mencatat.

"Kok, gue?" Dena merasa bingung.

"Sudah, lo itu cocok untuk jabatan ketua, masa mau Galang? Bisa hancur ini drama." Anis menyindir.

"Ha! Ha! Ha! Lucu!" Galang membuka handphonenya.

"Wakil ketuanya?" tanya Diki.

"Itu sampingnya Dena, si ayang Zainal." Nabil melirik Zainal.

Tanpa izin pemilik nama, Indah langsung menulis nama Zainal di kertas.

"Tu-tunggu sebentar. Gue tidak bisa jadi wakil ketua," kata Zainal.

"Telat, Indah sama Anis sudah pergi ke ruang guru." Diki melihat Indah dan Anis gerak cepat.

Mereka berdua berlomba dengan kelompok lain untuk cepat-cepatan mengumpulkan nama kelompok. Urutan kelompok yang maju akan ditetapkan dari siapa yang memberikan nama kelompok tersebut.

Bila Indah dan Anis mengumpulkan pertama, artinya kelompoknya akan maju paling akhir. Sedangkan bila ia mengumpulkannya paling akhir, maka dapat maju pertama.

Klek!

Pintu ruang guru terbuka, Indah langsung mencari keberadaan Bu Reni. Radar miliknya mendeteksi keberadaan makhluk bernama Bu Reni. Tak diduga, kelompok Anang datang dan menyalip Indah, dengan kecerdasan otaknya, Indah langsung mencegah Anang dengan mengelabuhinya bila tali sepatunya terlepas. Alasan klasik, tapi sangat berpengaruh besar dalam dunia film, novel dan dunia nyata tentunya.

"Bu! Ini kelompok saya!" Indah melirik ke wajah Anang penuh dengan senyum licik. 

"Gue menang, coy!" gumam Indah dalam hati.

Bu Reni melihat nama yang tertera di kertas. Dirinya langsung tersenyum saat mendapatkan nama Dena dan Zainal saling bersanding menjadi ketua dan wakil.

"Ini dua sejoli yakin mau satu kelompok?" tanya Bu Reni.

"Oh, mereka 101% yakin, Bu. Terakhir kali, Dena mengancam Zainal dengan melakukan perjanjian pra pacaran. Salah satu list perjanjian itu adalah Zainal harus jadi wakil ketua Dena," kata Indah.

"Tugas drama itu baru saja dibuat tadi, mereka pacarannya kapan? Tidak mungkin ada list begitu, kecuali Zainal tipe cowok suami-suami takut istri." Bu Reni melihat nama Galang.

"Mungki, Bu. Soalnya saya belum coba Zainal," jawab Indah.

"Coba, bagaimana?" Bu Reni, Anis dan Anang yang menunggu giliran terheran-heran.

"Eh, maksudnya belum mengenal jauh Zainal. Mungkin saja di belakang kita, Zainal itu tipe yang romantis?" pikir Indah.

"Benar itu, Nang?" Bu Reni bertanya ke Anang.

"Kalau saya lihat, justru Zainal tipe yang malu-malu. Dia susah ditebak, Bu. Penuh teka-teki orangnya, tapi asik kalau diajak nongkrong," kata Anang.

"Dia itu orang apa rubik? Susah ditebak dan penuh teka-teki, seperti teka-teki silang di koran pagi?" sindir Bu Reni.

"Biasa, Bu. Belum ada pengalaman dalam bercinta," sahut Anis.

"Bercinta?" Bu Reni bingung dengan pemilihan kata Anis.

"Maksudnya, belum ada pengalaman dalam percintaan." Anis harus membetulkannya lagi.

"Nah, gitu. Kamu belajar bahasa Indonesia harusnya tahu perbedaan artinya. Terus Galang mau jadi pohon di dramanya?" sindir Bu Reni.

"Ih, si Ibu bisa saja. Tenang, Bu, nanti kita sudah siapkan peran yang cocok untuk Galang," sahut Indah.

"Jadi apa?" tanya Bu Reni.

"Jadi rumput …." Indah membalasnya.

Mereka semua tertawa geli dengan ucapan Indah. 

Haciiih!!!

Galang tiba-tiba bersin. Ia merasa seperti ada yang membicarakan dirinya.

"Feeling gue bilang ada yang lagi menggosip tentang gue," pikir Galang.

"Ouw, tanda bersin seperti di sinetron, yeh? Klasik tapi emosional dan kena banget feel-nya," sindir Ajo.

"Lo tidak pernah berpikir kalau kita hidup di sebuah novel, gitu?" Galang merasa ada yang aneh.

"Gue sibuk berpikir caranya cepat kaya, gue tidak peduli sama dunia ini." Ajo melihat beberapa video baru.

"Mau kaya? Main binary option, cara kaya jalur instan dan juga cara ngepet yang lebih modern," sahut Diki.

"Ho, habis itu gue jadi gila gara-gara uang habis," sindir Ajo balik.

Galang menguap lagi, saat Ajo dan Diki sedang mengobrol, Dena dan Zainal sibuk sendiri dengan obrolan mereka berdua. Sesekali tangan nakal Zainal mencubit pipi Dena sambil melemparkan senyum rubahnya, alias senyum munafik.

Galang benar-benar merasa risih dengan kemesraan mereka berdua. Jiwa jomblo Galang meronta-ronta dan bergeliat layaknya seekor cacing yang diberi garam. Sakit!

"Aduh, gue mau muntah lihatnya," ucap Galang dalam hati.

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Muhammad_Titantocreators' thoughts