Seminggu telah berlalu..
"Ternyata Bu Hana, bukan. Si Mamon itu memutuskan untuk tidak masuk hari ini," dalam hati Rafael saat mendengar Guru piket memberi soal pelajaran biologi, sebagai ganti ketidakhadirannya.
"Kau sedang memikirkan apa?" tanya Steve yang kini duduk kembali dengan Rafael. "Apa Kau sedang ada masalah?"
"Tidak. Aku hanya memikirkan hal sepele, dan Kau tidak boleh tahu sedikitpun. Ini pribadi."
"Baiklah, baiklah. Aku tidak akan lagi kepo dengan urusanmu, apalagi menyangkut urusan pribadi."
"Baguslah kalau begitu." Rafael melihat lembar soal yang diberikan oleh guru piket kepada semua siswa. Lalu mendapat sesuatu hal yang membuat ia terkesan.
"Bahkan, di saat tidak masuk pun. Mamon itu masih berusaha menyesatkan semua pelajar di SMA ini. Memberikan soal dengan materi reproduksi biologi," dalam hatinya.
Kemudian terkejutlah Rafael ketika melihat sebaris kalimat berukuran kecil, yang berada di bagian kiri paling bawah. "Apa Kau melihatnya Steve?" tanya Rafael sambil menyenggol kan sikunya.
"Apa?" tanya Steve.
"Coba lihat di bagian ini!" tunjuk Rafael kepada Steve. "Disarankan boleh melihat video biru... Good luck!" tulisan yang mereka baca di bagian kertas itu.
"Apa? Yang benar saja? Usiaku masih enam belas tahun."
"Bukan itu masalahnya. Guru macam apa yang menyuruh bahkan merekomendasikan video cabul?"
"Jadi... maksudmu, apa?" ucap Steve yang masih tak paham.
"Ini penyesatan. Walaupun usia Kau di atas delapan belas tahun, tetap saja video ini mengandung dosa. Akan menyesatkan hidupmu!"
"Begitu ya," kata Steve yang nampaknya tak senang.
Kemudian terdengar suara dari anak-anak yang terkenal nakal di kelas mereka. Begitu bergembiranya sekali, ketika mereka juga menyadari tulisan tersebut. "Bu Hana sangat mengerti apa yang kami mau. Baik sekali guru seperti dia, terimakasih Bu Hana!"
Tercenganglah Rafael, saat menyaksikan ekspresi mereka itu. "Gawat!" ia langsung menyuruh Steve. "Steve, hack Wi-fi di kelas ini, cepat!"
"Mereka juga mempunyai kuota pribadi! Jadi apa gunanya?"
"Apa Kau tidak bisa, sekaligus meretas semua akses ponsel mereka?" kata Rafael yang menantang Steve.
Steve tersenyum. "Tentu saja Aku bisa. Serahkan saja padaku."
Sebelum sesaat mereka membuka situs biru itu, Steve berhasil memblokirnya dengan amat lihai dan membuat mereka teremosi heran. "*** kenapa tidak bisa sih? Padahal Aku sudah pakai VPN!"
Rafael menarik nafas lega, dan memberikan acungan jempol, kepada teman sebangkunya itu. "Kerja bagus Steve."
"Ah, tidak seberapa," jawabnya dengan senang hati.
Pada waktu istirahatnya, kini Rafael makan siang bersama dengan Steve, Ivana, Clara, Maya, dan Dewi di satu meja yang sama. Mereka terlihat asik ketika berbincang-bincang satu sama lain.
"Hahaha.... tapi lepas dari itu, kalian tahu tidak? Semalam, Aku melihat berita tentang pencurian permata berharga di museum lokal itu. Yang letaknya dekat toko furniture."
"Iya, Aku juga melihatnya di televisi dan media sosial. Seharusnya jangan disimpan di museum lokal yang penjagaannya rendah. Jika saja disimpan di museum nasional, pasti sangat mustahil bagi pencuri itu menembus ketatnya penjagaan." Rafael yang baru saja mendengar soal berita itu, menjadi teringat dengan seseorang yang pernah ditabraknya di perpustakaan lokal.
"Apa mungkin, orang yang waktu itu? Tujuh permata kristal!" dalam hatinya.
"Omong-omong soal pencurinya, mereka berkelompok atau individu?" tanya Rafael.
"Hah? Kau tidak tahu sama sekali tentang beritanya?" terkejut Clara mendengarnya.
"Tidak. Aku tidak sempat melihat beritanya di Tv ataupun Media sosial."
"Jumlah terduga masih belum diketahui. Yang ku dengar, pelaku pencuriannya adalah salah satu pencuri yang sangat cerdik dan handal, mungkin yang lebih tepat licik. Sidik jari, CCTV dan penjagaan, diatasinya lebih dulu dengan cara yang masih belum terungkap. Bahkan, dia juga bisa menutupi identitas dirinya dan jumlahnya."
"Begitu ya," kata Rafael sebelum meminum Jus orange sambil sedikit memikirkannya. "Bisa kemungkinan, memang orang itu."
Ketika Rafael sudah berada di tempat part time atau tempat paruh waktunya. Ia kembali mendengar berita yang menghebohkan publik, namun bukan tentang kasus pencurian permata, melainkan terduga sarang aksinya Mamon.
"Ditemukan banyak sekali kasus janggal, di lokasi yang telah ditandai sebagai titik kasus-kasus itu bermunculan. Dari mulai orang-orang yang hilang, bahkan hingga ada yang ditemukan terkapar tak bernyawa," suara dari Reporter yang melaporkan kejadian itu, di dengar oleh seisi restoran Joshua. Joshua yang berada di sebelah Rafael, terheran sesuatu hal kepada Rafael.
"Rafa. Kau kan sering berkunjung ke perpustakaan lokal itu. Tapi selama ini Kau baik-baik saja dan tidak mengalami hal yang aneh."
"Ya, itu juga Aku tidak tahu. Perpustakaan itu kan hanya bagian pinggir dari Zona Kejadian itu. Mungkin saja, penyebabnya tidak sampai ke perpustakaan yang sering ku kunjungi."
"Kami juga sempat menanyakan orang-orang yang mengakui dirinya, adalah korban yang selamat dari kejadian janggal itu. Mereka melaporkan, bahwa mereka pernah diserang oleh Monster yang sangat aneh dan menjijikan, saat mereka tak sengaja bertemu dengan Monster itu di tempat yang sepi," lanjut yang mereka dengar.
"Aku sarankan, Kau jangan ke sana sampai situasi sudah aman. Menurutku, Monster itu tidak akan beraksi di tempat yang sama, artinya bisa saja dia beraksi di tempat yang belum pernah dikunjunginya, seperti perpustakaan itu!" kata Joshua yang terlihat menghawatirkan Rafael.
"Baiklah. Tapi Kakak terlalu menghawatirkan ku sekali."
"Meskipun Kau hanya bekerja part time di sini. Kau itu sudah ku anggap seperti adikku sendiri." Rafael hanya tersenyum mendengarkan dan meresponnya, ia tak bisa mundur untuk mengutamakan misinya.
Part time telah berlalu, namun restoran itu masih terlihat begitu sibuk. Bukan sedang sibuk melayani pelanggan, namun sibuk memadamkan api yang hampir membakar dapur restoran itu.
Memadamkan apinya hanya sebentar, tapi membereskan barang-barang yang berantakan serta merapikannya, yang memakan waktu hampir satu jam. Rafael dengan segera berlari karena waktunya tinggal dua jam lagi, ketika urusannya di restoran itu telah usai. Ia berlari menuju tempat sepi dan sempit, sekaligus berganti pakaian menjadi Hakim Tengah Malam.
Ia segera menuju zona yang telah ditandai sebagai Zona kuning menuju Zona merah. Merasa tak percaya, perpustakaan yang sering ia kunjungi termasuk Zona kuning.
"Lebih baik, Aku mulai dari wilayah yang berada di sekitarnya dulu, siapa tahu Monster itu baru bergerak. Baru setelah itu, Aku menuju ke perpustakaan yang sering ku kunjungi itu. Masa iya, Mamon itu akan mengincar tempat baca?"
Sekian lama berpatroli di wilayah yang berada di sekitar perpustakaan lokal, Rafa tak kunjung menemukan apapun di sana. Justru ia malah menemui suara keributan besar, dan itu hanya baku tembak antara polisi dengan perampok.
Rafael memutuskan untuk segera menuju perpustakaan yang cukup besar itu. Kemudian, ia mendapatkan sebuah Monster yang lebih besar dari sebelumnya bahkan lebih mengerikan tampilannya.
"Tenyata memang benar. Sudah bergerak di bagian belakang perpustakaan ini," ucapnya saat melihatnya dari atap gedung perpustakaan.
"Anehnya, bagaimana Monster itu bisa tahu kalau perpustakaan ini tutup jam segini?" Sepertinya Mamon ini menyamar terlebih dahulu, menjadi kutu buku di perpustakaan ini. Tapi tunggu dulu! Siapa orang itu?" ucap Rafael saat melihat seseorang yang sepertinya tengah melawan Mamon itu.
Rafael menjatuhkan dirinya ke arah Mamon itu, tepat sambil menyerangnya. Mamon itu menghindar dan terkejut dengan kedatangan Rafael yang langsung menyerangnya.
"Apa Kau memanggil bantuan, Hey Kesatria Gelap?" ucap Mamon itu, yang membuat Rafael terkejut dengan pernyataannya. Seperti dari nama yang baru saja disebutkan, seseorang itu mengenakan costum seperti pahlawan serba hitam, dengan motif bergaris merah di sepanjang tangannya.
"Hah! Aku sama sekali tidak peduli! Cepat, serahkan saja permata itu!" balasnya terhadap Monster itu.
"Kau. Kau pahlawan super kah?" tanya Rafael yang masih terkejut dengannya. Sementara, orang itu kembali bertarung dengan Mamon.
"Iya. Akulah pahlawan malam, memberantas segala kejahatan yang terjadi di negeri ini. Termasuk Monster yang sedang ku hadapi ini!" jawabnya.
"Tadi, Kau bilang serahkan permata itu. Apa kasus pencurian di museum lokal itu ulahmu?" tanya Rafael yang masih mengabaikan Mamon itu.
"Nanti saja jawabnya. Sekarang, apa kau hanya ingin menonton pertarungan ini saja? Lebih baik selesaikan Monster ini dulu, baru bicara sepuasnya!" ucapnya sebelum terhempas yang kedua kalinya.
"Baiklah. Aku setuju dengan mu," kata Rafael sebelum men-summon pedangnya, kemudian gilirannya menyerang dengan skill bertahan level satu, sementara KG masih di belakang kewalahan.
Pedang yang terlihat berkilau lebih terang dengan lapisan cahaya kilat.
"Thunder Slash!" julukan lain dari One Swing. Terjadilah adu senjata antara pedang Rafael dengan kulit Monster itu yang terbentuk seperti Gada. Saling menangkis serta saling mengalahkan terjadi di antara Rafael dengan Mamon itu.
Rafael berhasil menahan hempasan dirinya yang hampir terhantam oleh Mamon banteng itu, tepat di samping Ksatria Gelap dengan menancapkan pedangnya. "Kau mensummon pedangmu?" tanya KG yang terpukau dengan Rafa sewaktu memunculkan pedangnya.
"Iya. Sekarang, yang lebih penting mengalahkan Monster ini lebih dulu!" kata Rafael yang penuh semangat, kembali melesat ke arah Mamon itu.
"Hei, itu kata-kataku tahu!" ucapnya sebelum juga ikut kembali menyerang Mamon tersebut, dengan senjata baru yang dikeluarkannya. Terlihat seperti tombak lipat dengan ujungnya mengalirkan listrik, dan telah diatur tegangannya menjadi tegangan tinggi.
KG mengincar bagian salah satu tangan dari Mamon itu yang memegang Gada, sementara HTM mengincar bagian kepala dari Mamon itu. Yup, tanduk dari Mamon itu yang terlihat seperti banteng, namun bercabang dua seperti ketapel tajam.
KG berhasil menjatuhkan Gada dari Mamon itu, sementara HTM gagal membelah tanduknya karena Mamon itu lebih mewaspadai penyerang tanduknya. Alhasil, Rafael hampir tertusuk oleh tanduk yang hampir dibelahnya, yang tiba tiba bisa bergerak alias berputar dengan sangat cantik, tepat sebelum Mamon itu hampir menyeruduk nya.
"Apa? Tanduk itu hidup? Tidak, sepertinya Dia menggerakkan tanduk itu setelah mengabaikan serangan di tangannya demi tanduknya," ucapnya saat bertolak ke atas atap perpustakaan, dengan pedangnya yang menangkis tanduk besar dan keras itu.