webnovel

Chapter 2: Big News

Sudah bukan rahasia lagi jika Olin adalah anak angkat keluarga Brahmastya. Fisik Olin yang lebih menyerupai paras wanita asia Korea, menjadi bukti bahwa ia bukan termasuk keturunan Brahmastya yang memiliki bentuk serta fisik seperti orang jawa pada umumnya. Olin sendiri mengetahui tentang jati dirinya sejak ia mulai duduk dibangku SD kelas 6, dimana teman-temannya selalu mengejeknya anak pungut karena perbedaan fisik dirinya dengan dua saudara laki-lakinya.

Saat itu Olin sangat kesal bahkan sampai menangis. Pulang dari sekolah ia ngambek masuk ke kamar tanpa menyapa bunda yang menyambut kepulangannya. Ia tidak mau keluar kamar dan tidak mau makan. Saat itu, bundanya sempat panik begitu juga kedua kakaknya. Untunglah ayahnya segera pulang dan membujuk nya untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Olin menceritakan segala hal yang terjadi padanya beserta bully-an teman-temannya, ayahnya pun mengerti. Saat itulah ia menceritakan kebenaran tentang diri Olin, sempat sedih tapi begitu ayah bilang "meski Olin bukan anak kandung ayah bunda, tapi Olin anak ayah bunda karena yang membesarkan dan merawat Olin adalah ayah bunda. Bahkan sampai besar nanti, Olin tetap anak ayah bunda. Biar aja teman-teman Olin mau bilang apa, tidak perlu dipedulikan, Oke!"

Ayah Olin berprofesi sebagai profesor disalah satu perguruan tinggi swasta, sedangkan ibunya lebih memilih menjadi ibu rumah tangga yang memfokuskan diri buat keluarganya. Olin memiliki dua kakak laki-laki yang sangat protektif terjadap Olin, yaitu Reza kakak pertama dan Rendy kakak kedua. Olin sangat menyayangi keluarganya, karena meski ia anak angkat, tidak pernah sedetik pun merasa menjadi anak angkat.

Setiap malam selepas isya', Olin selalu menghabiskan waktu bersama keluarganya. Kali ini Olin sedang mengerjakan tugas sekolah dibantu kakaknya Randy yang sudah pulang sejak tadi sore, sedangkan ayah dan ibunya menonton televisi yang menyiarkan acara keluarga.

"Olin, gimana sekolah nya hari ini?" tanya ayah Olin.

"Lancar, yah."

"Kalau sudah lulus mau kuliah dimana?" Pertanyaan ayah Olin membuat Olin terdiam. Cita-citanya adalah menjadi seorang mangaka, tapi ia tidak mau mengakui hal itu karena sepertinya sang ayah berharap lebih padanya.

"Olin?" panggilan ayahnya menyadarakan Olin dari lamunannya.

"Olin belum tau, yah." Kata Olin pelan.

"Ngga apa-apa, ayah kan hanya tanya. Kalau ayah boleh tahu, Olin nanti mau jadi apa?"

"Ih, ayah. Kayak lagi tanya sama anak SD aja, Olin Olin kalau gede mau jadi apa?" cibir Olin yang memunculkan gelak tawa keluarganya.

"hahaha, jadi ibu rumah tangga aja, dek," celetk kak Rendy.

"ye, menjadi ibu rumah tangga itu wajib tahu, ya kan bun?" tanya Olin meminta pembenaran dari bundanya. Bundanya mengangguk membenarkan. "tapi, sebelum jadi ibu rumah tangga, Olin mau jadi ma-" Olin menghentikan perkataannya takut terdengar oleh ayahnya.

"jadi apa, nak?" tanya ayah Olin penasaran Kareana anaknya tidak melanjutkan kata-katanya.

"eh itu yah, em.." Olin gugup tidak tahu harus berkata apa.

"Olin mau jadi mangaka, yah" sela ka Reza yang tiba-tiba datang mengagetkan semua penghuni rumah.

"Assalamu'alaikum," sapa ka Reza meyalami tangan ayah dan bunda, kemudia menjitak kepala ka Rendy dan mengelus sayang kepala Olin sembari memberi kecupan dikepala Olin.

"Mangaka?" tanya ayah Olin.

Olin deg-degan menunggu respon ayahnya, ia takut jika ayahnya tidka menyetujui keinginannya. Meski dirinya sudah menyiapkan diri dan hati, ayahnya menolak keinginannya, ia masih saja deg-degan menunggu keputusan ayahnya.

"tapi gambar Olin itu jelek banget yah," sela ka Rendy yang membuat Olin kesal.

"gambar Olin bagus kok," sungut Olin.

"kalau gambarnya jelek, Olin kan tinggal belajar agar gambarnya tidak jelek lagi, ya kan?" kata Ayah yang membuat Olin kaget. Mendengar pertanyaan ayahnya, bukankah artinya ayahnya menyutujui keinginannya menjadi mangaka.

"ayah tidak marah Olin ingin jadi mangaka?" tanya Olin hati-hati.

"kenapa harus marah? Itu kan cita-cita Olin, semua orang berhak menentukan masa depannya sendiri, termasuk Olin," kata ayahnya seraya tersenyum pada Olin.

Olin langsung memeluk ayahnya, ia merasa lega karena ayahnya begitu mengerti keinginan dirinya. Padahal dia sudah menyiapkan cita-cita cadangan jika ayahnya tidak menyutujui keingannya menjadi mangaka.

"makasih ya, yah. Olin sayang sama ayah." Olin melepaskan pelukannya dan menatap ayahnya dengan penuh rasa terimakasih.

"bunda, ngga disayang?" tanya bundanya pura-pura cemberut.

"sayang juga dong. Bunda kan, bunda terbaik sepanjang zaman," kata Olin yang memeluk ibunya juga.

"kalau ka Reza dan Ka Rendy, gimana?" tanya ka Rendy.

"sayang juga dong, tapi kalau pas lagi traktir Olin aja, hahaha."

Semua anggota keluarga Olin tertawa mendengar jawaban Olin. Malam ini Olin semakin bersyukur karena telah dihadirkan dalam keluarga yang hangat ini. Ia tidak akan pernah menentang ataupun membuat keluarga ini sedih karena dirinya.

***

Setelah menghabiskan waktu bersama keluarganya, Olin kembali ke kamarnya dan mempersiapkan semua perlengkapakn sekolahnya untuk esok hari. Meski ia anak yang sulit bangun pagi, tidak terlalu pintar, dan suka seenaknya, tapi ia tetap menjalankan kewajiban anak sekolah seharusnya.

Semua perlatan sekolah sudah kelar, baju sekolah juga sudah tergantung cantik siap dipakai besok, sekarang saatnya Olin berseluncur di dunia maya memeriksa akun ig nya. Saat ia membuka smartphonenya, ternyata banyak notifikasi panggilan dan pesan dari semua media sosialnya, baik line, wa, ig, bbm bahkan sms. Semua panggilan dan pesan tersebut, dikirim oleh satu orang yaitu Weni. Ada apa ya? Olin bertanya-tanya, kayaknya urgent banget sampai-sampai si Weni mengirimnya pesan lewat semua media sosialnya.

Baru saja Olin ingin mengirimkan pesan pada Weni, hpnya sudah bergetar menampilkan layar panggilan dari Weni. ia pun menggeserkan layar terima panggilan,

"Assa-"

"OLLLIIIIIINNNNN," teriak Weni yang membuat Olin kaget dan segera menjauhkan hp dari telinganya.

"woy, gue belum selesai mengucapkan salam tau," kata Olin kesel.

"Wa'alaikumsalam," jawab Weni yang membuat Olin memutar bola matanya.

"ada apa?"

"Olin, gue sedih, gue berduka, gue sedang berkabung,"

Olin menaikkan alisnya tidka mengerti akan perkataan Olin.

"Lo kenapa Wen? Penyakit gila lo kambuh?"

"kamvret lu, Ol. Gue serius kali, gue lagi sedih nih,"

"terus?"

"ya lo tanya dong, kenapa gue sedih,"

Mendokusai (Merepotkan –bahasa jepang-) batin Olin

"kenapa lo sedih?"

"huhuhu" bukan menjawab pertanyaan Olin, Weni malah menangis.

"lah bukannya jelasin malah nangis, udah deh gue tutup nih," sahut Olin kesal.

"eh, kok malah di tutup? lu mah ngga peka!" teriak Weni.

Dan tut tut tut

Lah malah dimatiin, harusnya kan gue yang matiin, nih anak lagi PMS klai ya? batin Olin bertnya-tanya. Ya sudah, bentar lagi juga Weni bakal nelpon balik. Baru aja Olin mau membuka aplikas instagramnya, layar hp nya kembali memperlihatkan panggilan masuk dari Weni, tuh kan bener.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam," jawab Weni cepat, terlihat sekali kalau dia kesal.

"jadi, kenapa?" tanya Olin to the point.

"idola gue meninggal, Ol,"

"Oh,"

"kok Cuma oh?"

"emang gue harus respon gimana?"

"ya gimana gitu kek, lo hibur gue gitu kek,"

"dih malas banget,"

"ih Olin ngeselin,"

"emang matinya kenapa?" tanya Olin yang mau tidak mau merasa penasaran juga.

"katanya sih bunuh diri,"

"kok bisa bunuh diri?"

"kalau gue tau dia mau bunuh diri, gue sebagai fans sejatinya KiM Joeng Soo, bakal menggagalkan niatnya yang ingin bunuh diri,"

"caranya gimana?" tanya Olin bingung, secara si Weni kan di Indonesia sedangkan Soo Joeng eh Jong soo eh siapa tadi namanya? What ever lah, pokoknya si idola nya Weni kan di Korea. Lewat pesan? Iya kalau dibaca pesannya, tapi menurut keyakinan Olin, ngga bakalan dibaca pesannya.

"ngga tahu" Olin memutar bola matanya mendengar jawaban Weni.

"ya sudah deh, udah mati juga. Lu tinggal doakan agar arwah nya tenang kan, ngga perlu nangis. Idola lo kan masih ke sisa banyak tuh, jadi ngga usah sedih deh."

"Olin, parah lu, dasar ngga peka, meski idola gue banyak, tapi gue juga ngga bisa diam diri aja ketika salah satu idola gue berakhir dengan cara menggenaskan gini,"

"itu kan pilihan dia untuk mati,"

"emang susah kalau bicara dengan orang yang cuek dan ngga peka kayak kamu, Ol. Gue doakan semoga lu di hantuin sama arwahnya idola gue," kata Weni kesal.

"hahaha, udah gue bilang. Doa yang isinya absurd kayak gitu ngga bakal dikabulin."

"ahh Olin ngeselin, udah deh malas gue ngomong sama lo, bukannya menghibur gue malah bikin gue kesel. Gue tutup, Assalamu'alaikum"

"wa'alai-"

Belum sempat Olin menyelesaikan salamnya, panggilan dari Weni sudah berakhir. Olin menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya yang terlalu berlebihan. Coba deh dipikirkan kembali, memang benarkan kan perkataannya. Untuk apa ditangisi kepergiannya, lebih baik didoakan saja. Lagi pula idoalanya itu tidak membutuhkan air mata dari penggemarnya, karena air mata itu tidak akan berguna bagi dirinya.

Meski Olin terlihat seolah tidak peduli, tapi ia penasaran siapa dan kenapa idola Weni itu bunuh diri. Ia pun mulai membuka instagramnya, dan begitu banyak pemberitaan tentang kematian idola K-Pop tersebut. Sepertinya idola Olin in sangat terkenal, karena semua timelinenya berisikan berita kematian Kim Joeng Soo.

Berita duka menyelimuti semua warga

K-popers seluruh dunia.

Grup boyband LichtBoy harus merelakan

Kepergian salah satu membernya.

Salah satu member grup boyband tersebut

Ditemukan tewas di dalam apartement miliknya.

Diduga penyebab kematiannya adalah bunuh diri.

Penyebab kematiannya ini diperkuat dengan barang bukti

Yang menunjukkan penyebab kematiannya.

Alasan ia ingin bunuh diri adalah karena Depresi…

Olin mengernyitkan alisnya, ia tidak habis pikir ketika selesai membaca berita kematina artis idola Weni. Kenapa orang itu ingin mengakhiri hidupnya padahal karirnya lumayan bagus, depresi? Itu bukan alasan batin Olin.

Ah sudahlah, ini bukan urusan Olin, lebih baik ia melanjutkan nonton anime yang belum ia selesaikan kemarin malam.

***

"BUNDAAAA, ikatin rambut Olin dong," teriak Olin yang baru turun dari kamar menenteng tas sekolah di tangan kanan, sisir ditangan kiri dan karet rambut yang digigit mulutnya.

Tampak bunda Melisa sedang memasak di dapur dibantu oleh mbok Rahma, pembantu rumah tangga Olin. Mendengar teriakan Olin, bunda hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah putri satu-staunya yang sedikit tomboy ini. Begitu juga dengan ayah Rehan yang sedang membaca Koran sambil menikmati kopi hangatnya di meja makan. Di samping ayah sudah ada kak Reza yang sedang melihat tab nya, sama seperti ayah kak Reza juga sedang menikmati kopinya. Kedua pria tertua di rumah Olin menanti makanan yang digarap bunda dan mbok Rahma.

Olin berjalan menuju meja makan disamping kak Reza, "bunda masih lama?" tanya Olin setelah meletakkan sisir di atas meja dan menggantung tasnya di kursi yang di duduki nya.

"sebentar lagi selesai," sahut bunda.

"sini biar kakak saja yang ikat rambutmu," kata kak Reza. Ia meletakkan tabnya dan menyesap kopinya sejenak.

Olin pun memberikan ikat rambut beserta sisir yang dibawanya pada Reza. Reza pun mulai mengikat rambut Oln. Reza lumayan ahli saat mengikat rambut Olin, saat kecil ia selalu menemani Olin bermain dan ia sering pula mengikat rambut Olin. Rambut Olin yang lurus, tebal, dan lembut termasuk rambut yang agak sulit di atur. Sudah sering ia mencoba mengikat rambutnya sendiri, tapi selalu gagal dan hasilnya lebih mengerikan. Dari pada dia memalukan dirinya di sekolah, lebih baik ia meminta bunda atau kak Reza untuk mengikat rambutnya.

"nah selesai." Reza menyerakan sisir yang digunakan pada Olin.

"makasih kakakku yang gantengnya melebihi artis koreanya Weni," ucap Olin sembari memberikan senyum paling manisnya pada Reza. Reza terkekeh, di acak pelan kepala Olin gemas melihat tingkah adik bungsunya ini.

"coba belajar ikat rambut sendiri, Olin," kata ayah tiba-tiba.

"susah, yah," sahut Olin sembari mengambil Roti dan mengoleskan selai pada rotinya. "kalau Olin ikat rambut sendiri, hasilnya jelek. Olin terlihat mengerikan," kata Olin lagi menggigit rotinya kesal.

"lebih mengerikan mana dengan gambarmu, lin?" tanya kak Rendy yang tiba-tiba muncul.

Olin cemberut mendengar pertanyaan kak Rendy yang sudah nyengir melihat wajah cemberut adiknya. "gambar Olin bagus, kok. Ngga mengerikan."

"oh ya?"

"iya," sahut Olin tak mau kalah.

"masak gambar kayak gini dibilang bagus," sahut kak Rendy sembari melihat isi buku gambar Olin yang entah bagaimana bisa ada ditangan Rendy. Olin melotot sebal, dikejarnya Rendy yang memegang buku sketsa nya.

"kak Rendy balikin." Melompat-lompat menjangkau buku gambarnya yang diangkat tinggi oleh Rendy. Tinggi Rendy yang hampir 180cm, membuat Olin kesal setengah mati karena tinggi tubuhnya yang cuma 150 centi tidak bisa menjangkau ujung jari tangan Rendy yang terangkat tinggi.

"ayah, kak Rendy, yah," adu Olin.

"Rendy, jangan ganggu adikmu terus," ujar ayah menegur Rendy. Rendy cengengesan, ia pun lalu menyerahkan buku sketsa yang ada ditangannya kepada pemiliknya.

Olin tertawa mengejek Rendy yang mendapatkan teguran dari ayah sedangkan Rendy hanya tertawa melihat kelakukan adiknya yang menggemaskan. Tak lama bunda telah selesai menghidangkan makanan di atas meja, dan memeritahkan semua anggota keluarganya untuk segera sarapan.

"Yah, kemarin Weni nelpon Olin, ngabari kalau idola nya meninggal karena depresi," cerita Olin tiba-tiba.

"meninggalnya kenapa, lin?" tanya Rendy penasaran. "pasti Weni mewek karena idola nya mati," tambahnya.

Olin menganggukkan kepalanya membenarkan pernyataan kak Rendy. "meninggalnya karena bunuh diri," kata Olin. "yah, menurut ayah, kok dia milih bunuh diri sih, yah? Kan karirnya lagi bagus-bagusnya, fans nya banyak, pokoknya ngga ada alasan buat bunuh diri. Tapi kenapa dia memilih mengakhiri hidupnya?" tanya Olin yang masih tidak habis pikir akan keputusan dari sang artis yang memilih mengakhiri hidupnya di saat ia berada di puncak karir.

Ayah menyesap air putih sejenak, mempertimbangkan dan merangkai kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan Olin. "banyak factor yang membuat orang depresi dan memilih mengakhiri hidupnya sendiri. Depresi sendiri timbul dari rasa sedih dan tekanan yang berkepanjangan."

"kok dia bisa sedih dengan kehidupan yang sempurna begitu?" tanya Olin masih tidak paham.

Ayah tersenyum pada Olin, "Olin, menurut Olin apakah orang yang sempurna akan selalu bahagia?"

Tanpa ragu Olin menganggukkan kepalanya berulang kali.

"Kalau Olin berpikiran begitu, Olin salah," ujar ayah yang membuat Olin bingung.

Rezat tersenyum melihat raut wajah bingung Olin, " semakin sempurna seseorang, makan akan semakin besar tekanan yang akan dia terima, tekanan besar yang berkepanjangan itu lah yang dapat membuat orang itu depresi bahkan sampai mengakhiri hidupnya sendiri" kata kak Reza membantu ayah menjawab kebingungan Olin.

"kok gitu?" tanya Olin

"Yah, bayangin deh, lin. Misal nih ya, misalnya yah jangan mikir macam-macam dulu, misal gambar Olin bagus-"

"gambar Olin memang bagus kok," memotong kalimat kak Rendy yang tiba-tiba ikutan numbrung.

"jangan dipotong deh, lin. kan kakak belum selesai ngomong," kata Rendy kesal.

"tapi memang gambar Olin bagus, ngga perlu dimisalkan." Olin tak terima.

"terserah deh terserah." Dih nih anak tingkat kepedeannya sudah tidak bisa diselamatkan lagi batin Rendy. "sampai dimana tadi?" tanya Rendy, lupa dengan apa yang mau dikatakan tadi.

"gambar Olin bagus," kata Olin mesem-mesem.

Rendy memutar bola matanya, "yah, gambar Olin bagus sampai memenangkan banyak penghargaan terus selalu dipuji dimana-mana, intinya gambar Olin yang sempurna selalu mendapatkan pujian, terus tiba-tiba suatu hari ada yang mengkritik dan mengatakan gambar Olin jelek. Tentu Olin akan merasa sedih dan merasa ada yang salah dengan gambar Olin yak kan? kemudian Hal ini tentu akan membuat Olin tertekan, ya kan?"

Olin menganggukkan kepalanya. "tapi Olin ngga bakalan sampai depresi deh kayaknya," kata Olin.

"belum tentu, bagaimana jika setiap gambar Olin dikritik jelek bahkan sampai ada yang mengina karya Olin. Apakah Olin masih bisa menanggung tekanan yang datang terus-menerus?" tanya kak Rendy lagi.

Olin terdiam sejenak, ia membayangi apa yang dikatakan kak Rendy. Meski ia tidak mengalami tapi sepertinya ia mulai mengerti apa yang dikatakan kak Rendy.

"jadi, orang yang sempurna jika mendapatkan tekanan terlalu banyak bisa mengakibatkan depresi," gumam Olin manggut-manggut. "Olin sedikit paham sekarang," tambah Olin.

"Tuntutan kesempurnaan seseorang juga bisa menjadi factor datangnya depresi. Orang yang merasa dirinya sempurna akan selalu melakukan sesuatu dengan sempurna, jika ia merasa sedikit aja ada cacat pada pekerjaannya maka itu akan membuat mentalnya perlahan mulai tertanggu. Jika mentalnya yang membuat tekanan muncul secara bertubi-tubi maka orang tersebut tentu akan merasa depresi," kata ayah menambahkan.

"tapi keluarga dan sahabat si idola Weni kan sangat mendukung dia, yah. Seharusnya keluarganya dapat membantu dia mengatasi depresinya dong."

"bagaimana kalau ia pribadi yang tertutup? Apakah orang disekitarnya akan tahu kalau ia sedang mengalami depresi?" tanya ayah. "lagipula, terkadang meski ia sudah menunjukkan gejala depresi, belum tentu orang disekitarnya akan mengetahui dia sedang depresi," tambahnya.

Olin kembali menganggukkan kepalanya paham. "Olin paham, yah. Kasihan juga ya artis idolanya Weni." Olin melihat ayahnya, "makasih, yah. Olin jadi tahu sekarang kalau siapapun bisa mengalami yang namanya depresi bahkan pada saat dia sedang berada dipuncak sekalipun."

Ayah tersenyum mendengar perkataan Olin, ia sangat senang ketika Olin selalu bertanya padanya. Terutama pembahasan yang jarang sekali akan ditanyakan oleh anak-anak seusianya.

"sudah, sebentar lagi Olin masuk. Lekas habiskan sarapannya dan berangkat sekarang," ujar bunda mengingatkan Olin yang sudah telat. Olin menganggukkan kepalanya dan segera memakan sarapannya dengan cepat.

"Olin, mau diantar siapa? Ayah atau kak Reza?" tanya ayah.

"sama kak Reza, yah," jawab Olin.

Ayah melihat kak Reza yang menganggukkan kepalanya. "ya sudah, ayo berangkat. Sebentar lagi kamu masuk nih," ajak kak Reza yang sudah bangkit dari tempat duduknya dan menyalami tangan kedua orang tuanya.

Olin menganggukkan kepala dan segera menghabiskan susunya. Ia pun bangun mendekat pada ayah dan bundanya menyalami tangan mereka. Sedangkan kak Rendy mendapat cubitan dari Olin tapi ujung-ujungnya ia memeluk Rendy sebagai uacapan pamit, kemudian ia pun menyusul Reza yang sudah keluar duluan.

"Olin berangkat, assalamu'alaikum,"

"wa'alaikumussalam."