webnovel

GULYARKHAN

Kisah Nurhan mempertahankan cintanya pada Yusuf

Maria_Ispri · History
Not enough ratings
4 Chs

GULYARKHAN 1

Tahun 1762 masa Dinasti Qing diperintah oleh Kaisar Qianlong. Di sebuah desa di luar benteng Kashgar, suara tabuhan dutar (gitar), seruling dan dap (rebana) menggema di halaman rumah sebuah keluarga. Suasana meriah dan bahagia nampak terpancar dari keluarga itu, tapi anehnya, senyum lebar mereka terlihat dipaksakan dan penuh kepalsuan. Mata para hadirin bahkan para penari dan pemusik terlihat waspada menatap para prajurit Qing yang sedang menjaga jalannya acara.

Tak aneh jika di acara itu penuh dengan para prajurit Qing, karena acara meriah itu merupakan perayaan pernikahan seorang perempuan bernama Nurhan dengan seorang pejabat Qing yang bernama Mingrui. Sang mempelai perempuan berada di dalam rumah sedang dipersiapkan untuk diantar menuju rumah sang Mempelai lelaki.

Mingrui menantu Kaisar Qianlong. Dia menjabat sebagai Jenderal Illi yang bertugas mengawasi daerah taklukan baru di bagian Barat negeri. Tidak hanya mengurusi daerah taklukan, Mingrui juga diminta menghabisi para pemberontak Khoja yang menentang penjajahan Qing atas negerinya.

Para tamu hadir menikmati makanan yang melimpah. Para penari meliuk luwes, berputar, tersenyum dalam balutan baju panjang warna merah semburat kuning dan hijau mengikuti alunan musik yang bernuansa padang rumput. Mereka memakai doppa di atas kepala dan kerudung sutera kuning menutupi rambut dan wajah. Sabuk mereka terbuat dari perak, begitu juga gelang dan kalung mereka.

Riuh rendah suara pesta tak membuat sang Mempelai wanita di dalam rumah terlihat bahagia. Air matanya tak hentinya mengalir. Sang Ibu yang menjalin rambut Nurhan juga tak henti-hentinya menangis sambil mengusap ingusnya menggunakan lengan bajunya. Bagaimana mereka tidak bersediih, jika pernikahan yang terjalin adalah pernikahan yang bertentangan dengan syariat. Nurhan, seorang muslimah, dia diambil paksa dari suaminya, seorang anggota pemberontak Khoja dan dipaksa menikah dengan Mingrui yang bukan seorang muslim.

Nurhan sesenggukan menatap punggung tangannya. Hiasan tangannya dari pernikahannya yang pertama dengan Yusuf suaminya belumlah hilang. Tapi sekarang, tangan itu akan disentuh oleh orang yang dia benci.

Seorang perempuan utusan Mingrui yang memakai baju sutera hijau masuk ke dalam kamar sederhana milik Nurhan yang didekorasi warna merah. Perempuan itu bermata sipit dan kaki lotus kecilnya hampir tak bisa membuat dia berjalan secara cepat. Tangannya harus disangga oleh seorang pelayan di sisinya agar tak jatuh. Dia menatap sosok Nurhan yang berparas cantik. Mata Nurhan coklat tua, bening, di bawah alisnya yang melengkung tebal. Rambut panjangnya terjalin menjadi beberapa ikat menjuntai hitam mengkilat. Perempuan itu tersenyum kepada Nurhan, bukan sebuah senyum, tapi lebih ke sebuah seringai yang menunjukkan giginya yang rusak karena sering mengisap rokok candu.

Perempuan itu memegang pipi Nurhan lalu melepasnya dengan kasar.

"Kau memang cantik. Pantas Tuan Mingrui terpesona olehmu. Bersiaplah, tandu pengantin sudah menunggu," ucap perempuan itu lalu berbalik acuh meninggalkan Nurhan dan ibunya yang masih dirudung duka. Mereka tak dapat menghindari musibah yang akan terjadi.

"Sabarlah anakku. Kau harus bertahan," ucap ibu Nurhan sambil memasang mahkota pengantin yang terbuat dari emas bertahta berlian. Nurhan makin tergugu tak sanggup berkata-kata lagi. Mereka saling berpelukan dan banjir air mata tak terelakkan.

Seorang perempuan dari suku Khoja masuk ke dalam ruangan saat ibu Nurhan memasangkan kain sutera merah menutupi kepala Nurhan. Saat ini Nurhan menggunakan baju pernikahan sesuai adat Qing, bukan adat Uighur.

"Bibi ...ssst... ini untuk Nurhan," ucap perempuan itu terlihat hati-hati mengawasi sekitar lalu memberikan sebuah secarik kertas pada ibu Nurhan. Raut wajah ibu Nurhan terlihat penuh tanda tanya, lalu menerima surat itu.

"Aku pergi," ucap perempuan Khoja itu lalu menyelinap pergi.

"Siapa dia?" tanya Nurhan sambil menyingkap penutup kepalanya.

Dia melihat perempuan misterius itu menghilang di balik pintu.

"Ini. Dia memberikan ini untukmu,"ucap ibu Nurhan.

Nurhan mengambil secarik kertas kecil yang terlipat. Dia membuka lalu membacanya dalam hati.

[Gulyarkhanku, kutunggu kau di bawah pohon Peach. Kelinci abu-abumu akan menjemputmu]

Membaca tulisan itu membuat Nurhan tersenyum gembira. Dia mengenal tulisan itu. Hanya suaminya Yusuf yang memanggilnya dengan panggilan Gulyarkhan. Ternyata Yusuf tidak mati.

"Alhamdulillah ... Alhamdulillah ... Alhamdulillah," ucap Nurhan dalam hati.

Tangisnya terhenti. Wajahnya cerah kembali. Yusuf akan datang mengambilnya kembali dan menyelamatkannya dari tangan Mingrui.

"Mari ibu, kita berangkat," ucap Nurhan.

Gadis itu berdiri lalu berjalan keluar dari kamar. Mentari pagi menyinari langkahnya, seakan Allah memberkati dirinya pagi ini. Di halaman depan para pemusik membawakan sebuah lagu yang berjudul Gulyarkhan. Lagu kenangan manis antara dirinya dengan Yusuf. Dia yakin Yusuf akan menyelamatkannya. Nurhan tersenyum manis dalam tudung merah suteranya. Langkah kakinya yakin, disambut oleh para penari dan para tamu menuju tandu pengantin yang berwarna merah. Tandu itu pun diarak keluar melewati gerbang dipimpin seorang lelaki berambut kuncir panjang, memakai doppa, berjubah sutera yang mewakili Mingrui membawa pengantinnya menuju kediaman sang Jenderal. Para penyanyi laki-laki mendendangkan lagu Gulyarkhan melepas Nurhan menuju takdirnya.

Isn't my flower... is Gulyar

(bukan bungaku ...Gulyar)

Isn't my hometown...is Kucha

(bukan kampung halamanku ... Kucha)

Aren't the people who called us bad are ruined themselves?

(Tidakkah orang yang menyebut kita buruk sebenarnya menghancurkan diri mereka sendiri?)

Oh my dear beautiful Gulyarkhan

(Oh, si Cantik tersayang Gulyarkhan)

Who wears Söser-tumaq (furry hat worn by Uighur's girls), are the girl who picked and loved the handsome one

(Yang menggunakan topi bulu, yang diambil dan dicintai oleh seorang yang tampan)

Who crush my heart by not coming to me often

(yang menusuk hatiku dengan jarangnya dia datang)

Oh my beautiful dear Gulyarkhan

(Oh, si Cantik tersayang Gulyarkhan)

Oh my Dutar (Uighur's music instrument)

(Oh, gitarku)

It has wire

(Yang memiliki senar)

The tea I drank last night

(teh yang aku minum kemarin malam)

Catchs my desire

(menangkap rasa inginku)

Oh my beautiful dear Gulyarkhan

(Oh si Cantik tersayang Gulyarkhan)

Who wear doppa

(yang menggunakan doppa)

And holding a branch of peachtree

(dan sedang memegang sebuah ranting pohon buah Peach)

Are the girls who lost their childhood love somewhere

(Apakah itu para gadis yang kehilangan cinta dari masa kecilnya di suatu tempat?)

Oh my beautiful dear Gulyarkhan

(Oh, si Cantik tersayang Gulyarkhan)

Early in the morning

(Di awal pagi)

A grey tail rabbit is running

(Seekor kelinci kelabu melarikan diri)

That sweet girl is my beautiful Gulyarkhan

(Itu adalah gadis manisku yang cantik Gulyarkan)

Oh my beautiful dear Gulyarkhan

(Oh si Cantik tersayang Gulyarkhan)