Pagi yang cerah di desa Pondbush, atau tidak, karena baru saja awan gelap besar menutupi matahari yang mencerahkan hari. Fokus pada sebuah rumah kecil di pinggiran desa, tampak dua bersaudara sedang asik bermain sedangkan di dapur rumah ibunya sibuk memasak.
"Oper kemari bolanya, Grim!" teriak Golda kepada Grim yang baru saja menangkap sebuah bola kulit yang sedikit kempes.
"Aku akan melakukan trik dulu..." ujar Grim seraya memutar bola itu di jarinya.
"Bagaimana kakak bisa melakukannya?" tanya Golda kagum dengan trik sederhana itu.
"Santai saja, taruh bola di atas jarimu terus putar dan jaga keseimbangannya" balas Grim sambil menyombongkan diri.
Mereka berdua bermain gembira, terkadang mereka juga bermain dengan ibu mereka, tanpa ayah. Dua bersaudara Angelmen itu tidak pernah melihat ayah mereka sekalipun karena sebelum mereka berdua lahir, ayah mereka lenyap entah kemana saat sedang sibuk mengurus ladangnya yang ada di hutan.
Usia Grim Angelmen dan Golda Angelmen sendiri tidak jauh beda, hanya beda beberapa minggu dalam tanggal kelahiran mereka. Wajah mereka pun tak jauh berbeda, Grim memiliki rambut hitam kecoklatan begitu juga Golda, mata mereka sama-sama berwarna coklat dan bibir mereka sedikit kusam namun tetap memancarkan warna merah gelap yang menawan.
Mereka berdua belum pernah bersekolah sama sekali karena biaya yang tak cukup untuk sekolah, namun mereka sering belajar dengan ibunya di rumah yang membuat mereka bisa membaca dan berhitung namun tak mampu dengan mudah menyelesaikan teka-teki yang mudah sedikitpun.
"Grim! Kemari sebentar, nak!" panggil ibu Angelmen bersaudara dari jendela dapur.
Grim menghentikan trik bolanya dan mengoper bola itu kepada adiknya, dengan cepat mengejar bolanya namun ia tak sempat menangkapnya.
"Lemparan seperti itu masih bisa lepas?" ejek Grim seraya berjalan menuju rumah.
"Kamu melemparnya terlalu jauh!" teriak Golda kesal.
Grim melangkah pelan dari sepatunya dan masuk ke dalam rumah. Segera ia menuju dapur dimana ibunya berada.
"Ibu, ibu tadi memanggil ada apa?" tanya Grim.
"Oh, ibu hanya mau minta tolong, tadi ibu belum memberi makan babi. Kamu tolong kasih makan babinya nanti mereka ribut lagi" ujar ibu tanpa menoleh sedikitpun ke arah Grim.
"Ibu masak apa? Keliatannya spesial sekali" tanya Grim penasaran seraya menghampiri ibunya dan melihat apa yang ibunya masak.
"Kue kacang, tadi ibu ada memetik kacang yang tumbuh begitu saja di hutan, bisa dimakan dan dibuat kue... Rasanya enak, nenekmu yang beritahu cara memasaknya." jawab ibu.
"Wow, pasti lezat..." Grim kemudian menuju tangki besar dan berkerak yang ada di tungku pembakaran.
"Apakah ini pakan babinya?" tanya Grim sambil menengok ke dalam tangki.
"Iya bawa saja itu, kamu kuatkan mengangkatnya? Kalau tidak kuat pindahkan saja ke ember lalu balik lagi kemari ambil sisanya" usul ibu dan Grim menyetujuinya.
Dengan gembira Grim berjalan keluar rumah hendak menuju kandang babi yang tak jauh dari rumah mereka. Sampai di kandang, Grim menyiapkan tempat makannya.
"Ok, ini dia, rebusan talas dan sisa makanan untuk kalian... Cepat gemuk yah biar bisa dijual dan kami dapat uang hehe" ujar Grim sendiri.
"Wah, wah, wah... Lihat siapa yang asyik bicara sendiri di sini, si peternak babi." terdengar suara seseorang dari luar, Grim segera menoleh ke sumber suara.
"Aber Kincade! Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Jalan-jalan saja, lama sudah tidak berjumpa dengan peternak babi semenjak aku masuk sekolah militer hahahaha!" balas Aber Kincade yang merupakan anak orang kaya di desa Pondbush.
"Oh ya? Apa yang kamu pelajari di sekolah militer? Menjadi playboy!?" ejek Grim seraya menumpahkan makanan babi di sebuah wadah kayu dan tampak babi-babi yang ada di kandang berkerumunan untuk makan.
"Heh, sekolah militer bukan main-main. Aku belajar cara menggunakan pedang, panah dan aku juga punya lebih banyak otot dari kamu yang pasti bisa dengan bebas berjalan di hutan penuh monster. Kamu sendiri peternak babi angkat satu ember makanan babi saja masih kepayahan, hahahaha!" gelak tawa Aber pecah membuat Grim semakin memanas.
"Hei! Aku bukan peternak babi!" teriak Grim dengan emosi.
"Oh ya? Kalau begitu apa yang kamu lakukan di kandang babi?"
"Ummm.... Errr... Hanya menjalankan tugasku... Eh..." Grim tak bisa menyangkal lagi kalau dia memang peternak babi.
"Sudahlah, seorang peternak lemah sepertimu bahkan tidak punya uang untuk membeli air. Sekarang saja kamu sudah remaja tapi belum pernah sekolah, bagaimana kamu membahagiakan keluargamu heh? Sangat parah! Hahahaha!" Aber Kincade kemudian pergi dari sana tanpa mempedulikan omelan Grim yang panjang lebar.
"—tanpa peternak babi juga kamu tidak bisa makan babi dasar tak tau diri!" Grim akhirnya berhenti karena lelah sendiri dengan ocehan tak berarti itu.
Ia kemudian duduk dan merenung. Perkataan Aber tadi membuatnya berfikir lebih dalam, ada benarnya juga perkataan orang sombong itu.
"Kalau aku masuk sekolah militer juga dan menjadi prajurit, apakah nasib hidupku akan berubah? Tapi aku bahkan tidak pernah keluar Pondbush dan masuk ke hutan untuk berburu, jangankan berburu, melihat monster saja tidak pernah..." Grim akhirnya melayang dalam lamunannya, banyak pikirannya.
"Grim? Kamu melihat apa?" tiba-tiba terdengar suara di belakang Grim membuatnya terkejut dan lepas dari lamunannya.
"Eh, siapa itu!?" jerit Grim karena terkejut.
Tampak seorang wanita berambut pirang dan tinggi berdiri di sana, tak lain sumber suara berasal dari wanita itu.
"Chelsea? Apa pula yang kamu lakukan di sini?" tanya Grim tak menyangka akan ada kunjungan seorang wanita di kandang babi.
"Oh tidak apa, aku sedikit prihatin karena barusan aku lihat kamu dan Aber tampaknya sedikit tidak akrab ya..." balas Chelsea.
"Kamu mendengar pembicaraan kami?"
"Um... Sebenarnya tidak, tapi semenjak aku mendengar kamu teriak-teriak jadi aku penasaran dan datang kemari."
Grim mengangguk dan hendak kembali ke rumah untuk mengambil makanan babi lagi.
"Oh ya, Grim. Aku tadi sempat menemui Nenek Ethel, aku rasa dia butuh bantuanmu lagi, dia kehilangan bebeknya lagi... Tak banyak yang bisa kulakukan jika berhubungan dengan hewan, kamu biasanya pandai mengurus hewan jadi kamu pasti bisa menemukan bebeknya." ujar Chelsea.
"Benarkah? Kenapa kamu tidak minta bantuan pada Si Aber sok jago itu?"
"Ayolah Grim, karena aku tau kamu jelas lebih hebat dari Aber, kamu bisa akrab dengan hewan lebih baik dari siapapun..." balas Chelsea yang tampaknya sangat mengenal Grim.
"Baiklah, nanti setelah aku selesai mengurus babi ini aku akan ke rumah nenek Ethel, kamu sendiri?"
"Aku? Kenapa?" tanya Chelsea tak mengerti maksud dari pertanyaan Grim.
"Em, maksudku apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanya Grim lagi lebih jelas.
"Aku mau pergi ke ladang, ayahku ada di sana, dia pasti lapar karena belum sarapan... Pagi-pagi dia kesana, jadi aku membawakan dia makanan ini." Chelsea menunjukkan sebuah rantang (kotak makan susun) yang di pegangnya dari tadi.
"Hmm... Ke ladang, berarti kamu akan melewati hutan?" tanya Grim.
"Yup..."
"Kamu tidak takut? Banyak monster di hutan..."
"Aku harap aku tidak bertemu mereka, Grim." balas Chelsea.
"Lagipula, aku juga membawa sebilah parang di sini." lanjut Chelsea.
"Baiklah, hati-hati, semoga selamat sampai tujuan."
Tak lama Chelsea pun pergi dan Grim kembali ke rumah. Saat ia hendak mengambil makanan babi tampak ibunya seperti kebingungan mencari sesuatu.
"Ada apa, bu?" tanya Grim kemudian menghampiri ibunya.
"Aneh, perasaan tadi kacangnya ibu letakkan di sini, kemana perginya?" gumam ibunya.
"Kacang? Kacang apa?" tanya Grim lagi.
"Kacang pohon, untuk buat kue kacang tadi. Dalam bungkusan warna coklat, kamu ada lihat?" tanya ibu Grim sambil terus mencari.
"Entahlah, tidak ada lihat kacang semenjak masuk dapur." ujar Grim yang ikutan mencari.
"Sudahlah, kamu carikan saja lagi kacangnya untuk ibu yah. Pohonnya ada di pinggiran hutan, banyak pohonnya yang berbuah di sana. Biar ibu saja yang memberi makan babinya" ujar ibunya.
Grim menyetujui permintaan ibunya itu, ia kemudian mengambil kantong kain dan pergi keluar rumah untuk mencari kacang pohon.
"Kakak mau kemana?" tanya Golda yang baru saja hendak masuk rumah.
"Mau ke pinggiran hutan, cari kacang." jawab Grim cepat.
"Aku ikut!" ujar Golda seraya mengikuti kakaknya.
Grim membiarkan saja adiknya ikut, lagipula Golda sedang tidak ada kerjaan jadi bisa membantunya memetik kacang.
Mereka berdua pun menuju pinggiran hutan untuk mencari kacang pohon.