7 Penyelamatan Kaede

Mungkin aku tidak bisa bertemu dengannya lagi ....

[Narasi oleh Madara Madarame] 5 tahun yang lalu aku mengenalnya. Tatapan lembut dan senyum ceria di wajahnya, kata-katanya waktu itu menjadi panutanku. Hari itu, kami berjanji untuk menjadi teman sejati dan kuat bersama-sama. Namun, ada sebuah alasan mengapa dia harus meninggalkan Tokyo. Kakek bilang, Fuyuki tidak akan pernah datang kembali begitu juga Hiyori dan Mawaru akan segera pergi mengikutinya. Sejak kakek menceritakan kenapa dia pergi, aku memutuskan untuk menemuinya di Osaka.

Setahun kemudian, setelah acara kelulusan di Sekolah Dasar, aku benar-benar pergi ke Osaka. Kakek mengizinkanku tinggal di sana, namun di distrik Taisho yang masih jauh dari tempat tinggal Fuyuki di distrik Abeno. Kakek menitipkanku pada temannya, Haruka Madarame. Dia pemilik dojo dan orang terkuat di distrik ini. Karena aku tinggal bersama keluarga Madarame, nama keluargaku kemudian berubah menjadi Madara Madarame dan masuk ke SMP Tennouji sebagai anak angkat Pak Haruka dan Bu Taira. Keseharianku merawat dojo dan berlatih dengan ketiga anak-anaknya yaitu Izumi, Shizuka, dan Kaede. Kaede seumuran denganku dan kami bersekolah di tempat yang sama.

Ketika aku masuk SMP, Aku terus mencari info keberadaan Fuyuki, dan tidak adan info yang benar tentang dirinya. Kabarnya Fuyuki masih berada di Rakugaki (dunia di mana para pengguna kemampuan spiritual itu berada). Sesaat duniaku di kelilingi oleh orang-orang pengguna spiritual karena terus mencari info keberadaannya. Walaupun tingkat kekuatan mereka rendah, bagiku kemampuan mereka itu luar biasa tidak bisa diremehkan.

Kemudian aku memiliki sahabat dekat Tamako. Dia memiliki kemampuan spiritual sensorik, dia selalu saja bisa menemukanku. Bagi Tamako, kemampuan spiritual adalah anugerah dari sang pencipta meski kemampuannya tidak begitu berguna. Aku jadi teringat pertemuanku dengan Fuyuki, apa dia akan selalu mengingatku?

Suatu hari, Tamako dirisak oleh sekelompok gangster di sekolah. Aku tak memiliki kemampuan spiritual untuk menolongnya. Aku terkejut melihatnya, di belakang gedung sekolah dia bersimbah darah di bibirnya. Dia dihajar mati-matian oleh sekelompok gangster. Lagi-lagi aku tak bisa menolong temanku. Aku hanya menontonnya dari kejauhan dan menutup mataku dengan penyesalan. Aku berlari menaiki tangga, berlari di dalam koridor, memanggil guru untuk membelanya. Tanganku amat gemetaran dan tak sengaja aku bertemu Kaede.

"Apa!? Tamako dihajar habis-habisan!"

Aku terpaksa menceritakannya pada Kaede. Tentu saja Kaede terkejut begitu mendengarnya. "Ikut aku!" Kaede meraih tanganku dan menggenggamnya lalu menuruni tangga, kami berbegas ke belakang gedung sekolah. Hingga akhirnya Kaede menghempaskan mereka (para gangster) dengan tendangan supernya.

WHUUUUUSHHH!!!

Kaede sangat kuat, ia berhasil menolong kami. Benar-benar putri pemilik dojo Madarame.

Kupikir semua masalah akan selesai begitu aku memanggil guru, ternyata tidak seperti itu.

Akhirnya aku mengajak Tamako ke kediaman Madarame. Dia diberi perawatan untuk mengobati luka-lukanya. Ada guru bernama Miyama-sensei yang sempat datang ke rumah karena mendengar hal ini dari murid di kelasnya.

Kaede meminta Miyama-sensei melaporkan kejadian ini ke kepala sekolah. Miyama-sensei benar-benar melaporkannya dan masalah ini terselesaikan.

Kini hari-hariku kembali menjadi damai seperti biasa, pulang bersama Kaede dan Tamako. Tiba-tiba di gang sempit muncul kedua tangan dari belakang kami dengan sensasi mencengkam lalu membungkam mulut Kaede dari belakang. Kutoleh ke belakang, ada seorang pria dengan postur tubuh besar dan kekar. Kedua lengannya dibalut oleh perban seakan seperti petinju kelas berat. Di sampingnya ada pria bertopeng yang sibuk mengisolasi mulut Kaede. Sementara di belakang mereka banyak pria yang menodongkan senjata tajam pada kami berdua. Jujur saja aku sangat takut, "Pergilah!" tetapi aku menyuruh Tamako pergi dari sini. Aku tidak berniat menghadapi mereka seorang diri, tapi demi Kaede ..., aku ....

Ternyata aku kalah, kekuatanku tak sebanding dengan mereka.

Kaede diculik!

Tamako yang tahu aku masih selamat, menghampiriku dan menangis di depanku.

"Maaf, aku melibatkan kalian berdua."

Bagiku mendapatkan teman untuk hidup di dunia ini sangatlah susah.

Aku pulang ke kediaman Madarame. Tamako yang merasa bersalah telah menyeretnya dalam masalahnya memutuskan untuk menjauhiku. Tentu saja di rumah, aku dimarahi habis-habisan. Ini keberapa kalinya aku tak bisa melindungi teman-temanku!? Aku butuh kekuatan! Aku membutuhkan kekuatan.

Aku akhirnya berlatih di sebuah dojo Madarame. Aku anak kakek, aku harus bisa kuat seperti kakek juga. Pak Haruka akhirnya membantu latihanku dan dia tidak segan-segan membawa murid yang berlatih bela diri untuk berlatih bersama denganku.

Seminggu tidak ada kabar Kaede kembali.

Sekolah juga tidak ikut campur masalah ini, karena ini masalah eksternal sekolah.

Tamako mulai menjauhiku, bukan karena tak mau berteman lagi tapi dia memutuskan untuk menyelesaikannya sendiri. Namun, sepertinya usaha Tamako tak membuahkan hasil.

Begitu pula aku yang sedang mencari Fuyuki, tak ada info terbaru lagi darinya.

"Kesampingkan soal Fuyuki, tujuanku saat ini menolong Kaede."

Aku memutuskan untuk berbicara pada Tamako terlebih dahulu. "Tamako, antarkan aku ke tempat mereka. Kau tahu kan di mana mereka saat ini? Biarkan aku melawannya seorang diri. Kali ini aku tidak akan gagal!"

"Baiklah." Tamako menyetujuinya.

Pada malam hari, kami memutuskan keluar rumah untuk mencari Kaede. Dengan kemampuan sensorik Tamako, kami menemukan lokasinya dengan cepat.

"Di sini." Tamako menunjukkan lokasinya dan mengacungkan jarinya di depan bangunan tua berbau bir tersebut.

"Baiklah ayo kita masuk." Aku menggenggam tangan Tamako dengan erat supaya tidak terserang dari belakang lagi seperti Kaede.

"Jangan kaget setelah masuk ke dalam—"

Banyak kumpulan gadis yang dilucuti pakaiannya (sensor untuk bagian ini, cerita tidak akan diperjelas). Para lelaki meminum wine yang disuguhkan oleh gadis waiters dengan pakaian setengah telanjang di sana. Kumpulan paha yang seksi, betis yang berkilau dan buah dada yang serasa kenyal ....

Dalam hati Madara "Pemandangan macam apa ini!?"

"Ibuku adalah manager bar ini." Ucap Tamako bisiknya pelan di belakangku.

"Apa!?" sontak membuatku terkejut dan membawa Tamako keluar.

"Kita bicara keluar!" kekesalan dalam hati ini mulai membuncah, "Bagaimana bisa?"

"Maaf, begitu aku mendengar ibuku akan berhenti dari tempat ini, mereka menghajarku habis-habisan. Mereka gangster yang disewa oleh bos pemilik bar ini."

"Maksudmu kamu dijadikan sandera?"

"Iya. Namun, aku menolak dan mereka mengancam membunuhku. Akhirnya Kaede dan kamu menolongku, tanpa sadar aku memanfaatkan Kaede untuk negosiasi ibuku. Namun itu tidak berhasil dan Kaede malah bekerja di sini."

*Bagaimana saat kau tahu bahwa ibu temanmu adalah pelacur? Kepercayaan Madara pun hancur!*

"Tolong jangan sakiti mereka!" Tamako memohon dengan sangat pada Madara. Mata Tamako berkaca-kaca, jika tidak ada pengganti maka ibunya akan dibunuh.

Madara menepuk kepala Tamako dan mengelusnya. "Tunggulah di sini."

Madara yang saat ini benar-benar kuat berbeda dengan Madara beberapa hari yang lalu. Dia benar-benar memporak-porandakan tempat ini. "Kekuatan macam apa ini?"

....

"Madara!" Ucap lirih seseorang dari kejauhan.

"Kaede!"

*Akhinya, mereka berhasil bertemu!

Madara memberikan jaket yang ia kenakan untuk menutupi tubuh Kaede yang setengah telanjang "Ayo pulang."

"Um." Kaede mengangguk.

Kaede berhasil diselamatkan.

Mereka pulang bersama.

****

avataravatar
Next chapter