webnovel

William Arie

"Apa yang bisa kau laporkan padaku?" tanya Arie di dalam ruang kerjanya yang megah dan didominasi warna hitam dan merah itu.

"Ada seorang gadis bernama Lexa yang kelihatannya saat ini dekat dengan Valdo dan juga sepertinya Vano. Kami bahkan melihat Vano mengantarkan gadis itu ke apartemennya tadi," ucap seorang pria berperawakan tubuh tinggi besar dengan kacamata hitam.

"Gadis itu, Lexa, apa hubungannya dia dengan dua manusia serigala itu?" tanya Arie mulai terdengar tertarik.

"Menurut informan kita di perusahaan mereka, Lexa adalah seorang karyawan baru yang bekerja di lantai 13. Tidak banyak yang dia lakukan, hanya tugas umum saja. Kami tahu dia seorang yatim piatu dan dia hidup sendiri di apartemen sederhana. Dia baru lulus SMA dan bekerja di sana setelah lulus," ucap si pria panjang lebar.

"Sepertinya tidak ada yang menarik, tapi aku yakin justru itu yang membuatnya menarik. Saat ini awasi saja dia, walau aku yakin Vano hanya mendekati gadis itu untuk memangsanya seperti yang sudah-sudah. Hm, gadis malang," senyum Arie dengan mata tajamnya.

Arie memainkan gelas berisi wine yang ada di tangannya. Sesekali tersenyum misterius. Dia sudah menyiapkan banyak hal untuk rencana besarnya.

"Peralatan kita sudah siap kan? Jalankan saja rencana kita itu," ucap Arie arogan.

"Kita akan melakukannya? Apa tuan yakin?" tanya si pria.

"Iya, Albert! Aku yakin!" senyum pria itu mengembang.

"Baik, Tuan," pria itu akhirnya undur diri.

William Arie, pria paruh baya tinggi dan tegap dengan rambut sudah putih seluruhnya. Dia sudah merencanakan pembunuhan massal itu lama sekali. Dia bahkan harus membuat seorang manusia serigala yang berada di kawanan Gold Lycaon membelot demi kehidupan yang aman dan nyaman. Dia memang ingin sekali menghabisi Vano dan seluruh kawanannya. Dia tahu tidak akan bisa menyerang mereka tiba-tiba karena mungkin akan terjadi keributan yang sangat besar yang akhirnya bisa membongkar seluruh penyamaran mereka selama ini. Tidak bisa juga dia melakukannya satu per satu karena itu jelas akan membuat sang Alpha dari pihak lawan curiga.

Pada akhirnya, dia tersenyum membayangkan keberhasilan dari rencananya saat ini. Itu hanya untuk satu perkara, karena dia masih memiliki perkara lainnya yaitu menemukan satu-satunya keturunan Zeus yang tersisa di Bumi. Terlalu banyak keturunan Zeus yang sudah dia temukan dan bunuh hingga dia tidak tahu di mana sebenarnya keturunan terakhir itu berada. Hanya saja, dia mendapatkan sebuah petunjuk bahwa siapapun itu, kemungkinan besar dia berada di Perancis. Beruntung dia memiliki kawanan yang cukup teliti untuk menemukan jejak-jejak keturunan terakhir Zeus itu. Konon katanya dia sempat disembunyikan oleh orangtuanya sebelum keduanya mati di tangan Arie.

Arie bahkan sudah berusaha keras mencari sepasang suami istri yang dia bunuh di Perancis, hingga mengerucut pada tiga pasang yang memang memiliki anak saat dia membantainya. Arie dengan bantuan kawanannya, mencari latar belakang ketiganya terutama mengenai anak-anak mereka. Arie berhasil menemukan satu anak laki-laki yang berhasil dihabisinya saat itu setelah dia pulang sekolah. Dia juga sudah menculik dan menyiksa satu anak perempuan hingga tewas di sebuah panti asuhan. Masalahnya, masih ada satu anak perempuan lagi yang belum dia temukan hingga saat ini, yang kemungkinan besar juga adalah keturunan terakhir Dewa Zeus yang dia cari selama ini.

Orang tua si gadis cilik itu sudah mengetahui bahwa mereka memang menjadi incaran seorang William Arie. Mereka sepertinya sudah membiarkan gadis kecil itu pergi dengan sepenuhnya memiliki identitas baru ke kota yang baru. Arie bahkan tidak bisa menemukan dokumen atau foto seolah semua telah dimusnahkan oleh orangtuanya. Satu-satunya bukti yang tertinggal adalah potongan foto yang ada di sisa pembakaran cerobong asap di rumah lama pasangan itu. Sebuah foto yang menunjukkan leher hingga dada seorang anak perempuan. Menggunakan sebuah kalung dengan bandul berbentuk matahari dengan matanya yang bewarna putih.

Arie berdiri dari singgasananya, menggeram dan meremas tangannya sendiri dengan erat. Dia begitu khawatir karena belum menemukan titik terang mengenai sang keturunan dewa. Bingung bagaimana caranya menemukan sosok itu diantara jutaan warga Negara Perancis. Dia sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya. Menyesap cerutunya, Arie memutuskan dia akan datang ke Perancis, Kota Lorient tepatnya. Dia harus mencari sendiri sosok anak perempuan yang sekarang pasti sudah berusia 18 tahun itu.

Kembali di malam Kota Lorient, Lexa yang melihat mobil Vano hilang di kejauhan, berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai tiga apartemen itu. Lantai paling tinggi dan tanpa lift juga dia harus melewatinya setiap hari. Membuatnya kesulitan kalau dia sudah berangkat terlambat. Bocca sudah menyambutnya dan berdiri dengan senyum konyolnya di depan kamar Lexa membawa sebuah kantong plastik. Segera bisa menebak bahwa itu adalah makanan.

"Ayahku membawa banyak ayam goreng dan aku datang untuk memakannya bersamamu," senyum ramah Bocca.

"Apa kau sudah lama menunggu di sini?" tanya Lexa sambil bergerak membuka pintu unit apartemennya.

"Tidak, aku melihatmu datang dari jendela kamarku. Hm, siapa pria yang mengantarkanmu tadi?" tanya Bocca ingin tahu.

Lexa berjalan masuk dan lalu melempar tasnya sembarangan untuk kemudian duduk di satu-satunya sofa yang ada di dalam.

"Ah, itu bosku. Dia sepertinya kasihan melihatku menunggu bis sendirian di halte. Semalam ini sudah tidak ada bis lewat," gerutu Lexa.

"Kau menghubungiku untuk memintaku menjemputmu? Maafkan aku ya, aku sedang di kamar mandi tadi. Hehehe," seloroh Bocca dengan matanya yang memohon.

"Tidak apa. Aku beruntung kali ini. Sepertinya mulai besok aku memang harus rajin mengecek ruangan pria itu. Aku sudah menunggunya lama tadi dan ternyata dia tertidur! Mengesalkan sekali bukan?" ucap Lexa lagi dengan kesal.

"Hahaha. Benarkah? Hm, tapi apa mereka memperlakukanmu dengan baik, Lexa? Apa tidak ada yang aneh dari bosmu itu dan perusahaannya?" tanya Bocca mendadak setelah meletakkan sekotak ayam goreng di atas meja.

"Semua orang di kota tahu kalau perusahaan itu merupakan salah satu perusahaan terbaik di Perancis bahkan dunia. Ya semua yang ada di sana bekerja dengan serius, tapi sejauh ini tidak ada yang aneh. Ada apa memangnya?" Lexa setelah berusaha mengingat.

"Ah, tidak apa. Ayahku hanya menitip pesan untuk kau agar berhati-hati di sana. Jangan mudah percaya atau dekat dengan orang lain. Kalau ada yang bersikap aneh lebih baik pergi dan kembali ke ruanganmu," ucap Bocca sejurus kemudian.

"Kenapa kau membuatku bingung? Apa ayahmu tahu sesuatu tentang perusahaan itu?" tanya Lexa sudah siap bergosip.

"Hahaha. Aku tidak tahu, Lexa. Ya mungkin suatu saat kau akan mengetahuinya. Lebih baik kita makan sekarang," ucap Bocca tersenyum tipis.