Susi dan ajeng berlari melewati gerbang sekolah tepat saat gerbang itu mulai di tutup oleh penjaga sekolah, keduanya mengatur kembali napasnya yang terengah engah karena berlari cukup jauh.
"haaah syukurlah masih keburu" ucap Rani sambil terus mengatur napasnya.
"haaaah iya" jawab Ajeng singkat.
Setelah keduanya sudah dapat bernapas dengan normal kembali mereka melanjutkan perjalanan mereka, seperti biasa mereka berjalan kaki menuju rumah sewa mereka, namun di kejauan mereka seperti melihat seseorang yang cukup familiar, melihat gaya rambut sanggul itu hanya ada dua kemungkinan, antara Susan ayu atau adiknya Susi Ayu.
"bukankah itu Susi ?" ucap Rani yang mengenali gaya rambut unik itu dari belakang.
"eh kau yakin itu bukan kak Susan ?" ucap Ajeng ragu jika itu adalah benar Susi.
"entahlah kenapa tidak kita coba panggil aja" ucap Rani langsung memutuskan untuk memanggilnya.
"Oyyy !!!" ucap rani berteriak untuk mendapatkan perhatiannya.
Ia berbalik melihat ke belakang, ternyata benar dugaan Rani itu adalah Susi, ia juga sedang berjalan pulang menuju rumah tinggalnya setelah kegiatan klub selesai.
"siapa ya ?" ucap Susi tidak mengenali Rani.
"ehhh jahat, padahal kita satu klub" ucap Rani terkejut mendengar hal itu.
"oh, Gayatri kah ?" ucap Susi yang hanya mengingat nama belakang Susi.
"ahhh tidak usah se formal itu panggil saja Rani" ucap Rani yang memilih untuk di panggil dengan nama depannya.
"halo, saya Ajeng" ucap Ajeng memperkenalkan dirinya.
"ooh Ajeng, salam kenal" ucap Susi tersenyum kecil.
"neee Susi, dimana tempatmu tinggal selama kamu bersekolah di sini ?" Tanya Rani.
"di komplek Kertojoso, kau tau itu di mana?" Jawab susi
"oh tentu saja, itu adalah komplek yang di khususkan untuk murid murid dari kalangan atas !" ucap Rani terkejut mendengar Susi tinggal di komplek yang sangat mahal itu.
"sepertinya Susi benar benar berasal dari golongan elit ya" ucap Ajeng.
"keluargaku berasal dari lingkungan keraton, bisa dibilang begitu sih" ucap Susi membenarkan ucapan Ajeng.
"apakah lingkungan keraton sangat keras seperti yang banyak di bilang ?" tanya Ajeng penasaran dengan cara hidup orang orang yang berasal dari keluarga keraton seperti Susi.
"bukan keras, lebih tepatnya sangat ketat, ada banyak kode dan norma yang harus di ikuti, Bahasa yang di gunakan di lingkungan keraton juga adalah Jawa Halus yang saat ini jarang sekali di pakai" jawab Susi menjelaskan pengalamannya.
"perempuan perempuan di keluarga keraton di tuntut untuk menjadi sempurna dan memiliki standar yang tinggi, yah wajar karena mereka harus menjadi contoh untuk masyarakat di sekitarnya dan menjadi contoh untuk anak anaknya kelak" lanjut Susi menjelaskan.
"bahkan sepertinya di dalam Senshadopun hal yang sama tetap berlaku" ucap Ajeng.
"tentu saja, aliran Kartika mengutamakan kedisiplinan dalam praktiknya, hanya dengan kedisiplinan sebuah tim dapat meraih kemenagan bahkan melawan tim tim yang lebih kuat" ucap Susi menjelaskan prinsip Aliran yang di emban keluarganya.
"heee terdengar keren sekali" ucap Rani terkagum.
"apa kalian punya pengalaman di Senshado sebelumnya ?" tanya Susi kepada dua temannya.
"kalau aku hanya sempat ikut selama 3 bulan di SMP karena aku bergabung saat kelas tiga" jawab Rani menjelaskan pengalamannya.
"kalau kau Ajeng ?" tanya Susi.
"ehh… kalau aku, belum pernah sama sekali, aku bahkan baru tau seperti apa pertandingan Senshado ketika melihat pertandingan yang dilakukan kak Husodo dan kakak kelas lain, buatku itu pengalaman yang tidak bisa kulupakan" jawab Ajeng menjelaskan bagaimana ia bisa tertarik dengan Senshado.
"begitu kah" ucap Susi menanggapi dengan singkat.
"Susi Sendiri, sudah lama kah aktif dalam Senshado ?" tanya Rani balik bertanya.
"aku sudah aktif sejak kelas 1 SMP, aku menjadi komandan tim disana, sama seperti kakak" jawab Susi menjelaskan masa lalunya.
"heeeeh tingkat segitu sudah menjadi komandan tim ?" ucap Rani terkejut mendengar jawaban Susi.
"apakah semua keluarga aliran Kartika se hebat itu ?" tanya Ajeng.
"aku sendiri tidak memilih untuk menjadi ketua tim, mereka memilihku karena mengetahui latar belakang keluargaku, mereka mengharapkan hal yang sama seperti yang di lakukan kak Kartika dan kak Susan, aku tidak bisa menghindarinya" jawab Susi menjelaskan tekanan yang di alaminya.
"kedengarannya merepotkan" ucap Rani menanggapinya.
"karena hal itu banyak yang menjadi iri denganku, aku sendiri tidak punya banyak teman di tim Senshado sekolahku waktu itu" lanjut Susi.
"seakan nama keluargaku menjadi pisau bermata dua buatku" ucap Susi pelan, namun masih dapat terdengar oleh kedua temannya dengan jelas.
"apakah kau membenci Senshado karena itu?" tanya Ajeng.
"tidak juga sih, aku menikmati Senshado, aku ingin bisa menjadi se hebat kak Kartika dan Kak Susan, hanya saja aku kurang suka di perlakukan terlalu spesial, terlebih lagi jika itu membuat orang lain tidak nyaman" jawab Susi.
"hmmm kakak kelas kita juga memanggilmu dengan panggilan Ndoro, sepertinya mereka memang melakukannya tanpa tekanan" ucap Rani menyindir kebiasaan kakak kelasnya yang sering memanggil Susi dengan kata Ndoro dan membungkukkan tubuhnya meskipun mereka dua tingkat lebih tinggi dari Susi.
"itu adalah hasil dari puluhan tahun tradisi yang berjalan di sekolah ini, bukan hanya di klub Senshado namun juga di OSIS dan administrasi sekolah" ucap Susi menjelakan asal mula hal itu.
"keluarga Ayu memberikan pengaruh besar kepada sekolah sehingga mereka di hormati lebih dari yang sewajarnya, aku tidak menyukainya, akan lebih baik jika tradisi seperti itu di hilangkan saja" ucap Susi dengan nada datar, Ajeng dan Rani saling melihat satu sama lain, mereka menyadari apa yang di katakan Susi adalah hal yang serius.
Tanpa di sadari mereka sudah tiba di depan komplek Kertojoso yang di penuhi dengan rumah rumah mewah dengan harga sewa yang sangat mahal, rumah rumah bergaya klasik itu adalah sisa sisa peninggalan Van Oranje yang masih bertahan dan masih di gunakan, tidak banyak dari bangunan bangunan seperti itu yang bertahan di luar komplek Kertojoso.
"Ajeng, Putri, terimakasih telah menemani saya dalam perjalanan pulang" ucap Susi berterimakasih kepada dua temannya itu.
"ahhh tidak apa apa, kalau mau kita bisa berangkat dan pulang bersama lagi besok" ucap Rani merasa tersanjung mendengar ucapan terimakasih yang di utarakan Susi.
"saya akan menanatinya" ucap Susi dengan senyum kecilnya. Iapun beralan memasuki komplek itu dan meninggalkan kedua temannya yang masih harus melanjutkan perjalanannya.