webnovel

Tanpa Jawaban

Gadis itu membuka kedua matanya secara perlahan. Dia masih merasa lemas meskipun sudah tidur tiga jam lebih. Sekujur badannya terasa sakit karena ototnya yang belum di renggangkan, tapi dia juga tidak memiliki solusi karena tubuhnya yang lemas. Penyakitnya ini aneh sekali, membuat sekujur tubuhnya melemas seakan-akan dia lumpuh.

Venus tidak memiliki pilihan selain menuruti rasa penasarannya. Dia mulai duduk setelah membersihkan kotoran matanya dengan lembut. Kakinya yang masih lemas dia paksa untuk menginjak ubin lantai, tapi bukannya berdiri dengan tegap, dia malah jatuh. Benar-benar tubuh yang lemas, Venus memaki tubuh barunya yang sekarang. Tidak ada pilihan lain lagi, dia menyeret tubuh dengan lantai yang lumayan licin.

Bukan hal yang mudal untuk melakukannya, butuh tenaga ekstra. Dia juga merasa lelah karena tubuhnya terasa lebih berat, seperti memiliki berat tubuh lebih dari 50kg, padahal bobotnya hanya 48kg dengan tinggi 160cm.

Kedua sudut bibirnya tertarik ketika Venus meraih gagang pintu keluar. Udara segar dia hirup banyak-banyak, sudah seperti orang yang tidak pernah keluar rumah. Padahal baru kemarin dia pulang dari sekolah bersama Arka dengan sejuta ceria.

"Tunggu!" ucap Venus dengan kening bertaut. Dia mencoba untuk berdiri, dan sangat mudah. Tenaganya kembali begitu saja, padahal tadi dia lemas sekali. Venus bingung dengan dirinya sendiri ketika di luar rumah.

Dia mencoba kembali membuka pintu, dan melangkah masuk. Lagi-lagi dia tersungkur, tubuhnya kembali melemas. Venus bergerak cukup lamban untuk keluar, dan segera menutup pintu rumahnya sebelum berlari menjauh.

Rumahnya terasa mengerikan sekarang, bisa membuatnya seperti orang lunpuh adalah hal yang paling menakutkan. Venus tidak mau tinggal di sana, tapi itu rumahnya. Jika tidak di sana, di mana dia harus tinggal? Tidak mungkin di jalanan, apalagi hotel. Orang tuanya memang memiliki banyak uang, tapi tidak mungkin memperbolehkan Venus untuk tidur di hotel.

"Kakek?" Venus berlari menghampiri Tomo yang kebetulan sedang memberikan pupuk pada bunga matahari yang masih kecil. "Bisa ngobrol sebentar? Ada yang mau aku ceritain ke Kakek."

"Sebentar ya, lima menit saja. Kamu tunggu di dalam!" sahut Tomo tanpa menatap Venus. Sementara Venus hanya mengangguk, dan bergegas untuk duduk di dalam rumah Arka yang lagi-lagi memiliki suasana yang berbeda.

Venus menghabiskan waktunya hanya untuk melihat foto keluarga Arka di dinding, foto Kakek Tomo yang memperlihatkan tangkapan ikan besarnya, dan beberapa foto anak laki-laki bersama Arka. Dia tidak tahu itu foto siapa, tapi sepertinya mereka sangat dekat.

"Kenapa gak sekolah Venus?" Tomo meletakan dua botol teh di atas meja tanpa camilan seperti biasahya. Dia duduk berseberangan dengan Venus sekarang. "Sekolah belum libur kan?"

"Aku sakit dari kemarin Kek, tapi ada yang aneh kali ini."

"Siapa yang aneh?"

Kening Venus bertaut, dia bingung harus memulai cerita anehnya darimana. "Aku sakit dari kemarin, terus hari ini ngerasa kaya lumpuh, tapi waktu keluar rumah malah jadi sehat."

"Ah! Penyakit ini lagi, saya tau sekali dengan yang kamu rasakan."

"Tau?" Venus masih mengernyit bingung. "Kakek pernah sakit kaya gini?"

"Bukan saya, tapi kakekmu sendiri. Ini karena hantu yang kamu temui di dalam mimpi itu. Sudah saya tanyakan sebelumnya tentang betah atau tidaknya tinggal di sana kan? Saya juga sudah memberikan pilihan untuk pindah atau menetap."

"Itu rumah peninggalan kakek dan nenek, gak mungkin di jual."

"Memang berat untuk menjual sesuatu yang berharga, apalagi ini rumah lama, tapi lebih berharga nyawamu ketimbang rumah itu."

Venus menatap Tomo tak mengerti. Arah pembicaraannya semakin rumit, entah apa yang sedang Tomo beritahu, Venus tidak mengerti.

"Kamu sakit karena hantu itu Venus, bukan karena kamu tinggal di sana, tapi karena kamu gak keluarin dia. Dia bakalan nyari cara supaya kamu mau bantu dia," jelas Tomo tanpa menatap Venus. Dia sibuk menatap telapak tangannya yang kasar. "Dulu bukan saya yang bantu kakekmu buat sembuh, tapi orang lain. Sayangnya orang itu sudah meninggal belum lama ini. Tapi kamu tidak perlu khawatir, kamu akan sembuh."

"Bakalan sembuh? Itu artinya gak sekarang kan?"

"Ya, kamu benar. Tidak sekarang, tapi nanti. Sembuhnya itu bukan dari hantu ataupun rumahmu, tapi dari diri kamu sendiri. Kamu percaya dengan diri kamu sendiri atau tidak? Kalau kamu percaya pasti akan sembuh."

"Jujur aku gak paham sama yang Kakek bilang." Venus menggeleng.

"Gapapa, belum waktunya kamu untuk paham." Tomo beranjak setelah menepuk punggung pahanya dua kali. "Nanti kamu bakalan paham kok Venus, tapi saran dari saya segera keluar dari sana Venus. Jangan buat posisi kamu makin sulit!" lanjutnya sebelum melangkah pergi.

Venus tidak mengerti, tapi semua kalimat itu dia simpan baik-baik di dalam kepala. Teh botol dia ambil sebelum beranjak, dan melangkah keluar. Tomo tidak terlihat di luar rumah, entah ada di mana orang itu, tapi sekarang ada Arka dengan tatapan penuh selidik.

Cowok itu mendekat dengan berlari kecil. Kedua alisnya bertaut ketika sampai di depan Venus sekarang. "Lo gak sekolah, tapi bisa main ke rumah gue yang jaraknya lumayan jauh."

"Gue beneran sakit," sahut Venus dengan kejujurannya.

"Masa sakit? Kok gak pucet?"

"Beneran Arka, gue gak boong."

"Oke, gue percaya. Tapi ada yang harus lo tau dulu. Barusan ada tugas kelompok, lo satu kelompok sama gue. Ada empat orang, lo, gue, adi sama ade."

"Adi sama ade?" Lagi-lagi Venus mengernyit. "Dia temen kelas kita? Perasaan gak ada deh yang namanya Adi sama ade."

"Nama panggilannya itu mah, kalau nama panjangnya lain lagi. Ini tugasnya penting, dua minggu lagi harus beneran udah siap. Jadi karena lo udah sembuh nih, gue minta buat besok sekolah!"

"Gue belum sembuh padahal," dengus Venus.

"Hadeh! Orang keliatan sehat kaya gini masih aja bilang sakit, entar sakit beneran baru lo tau rasa."

"Ih! Orang beneran sakit kok."

"Iya deh iya percaya sama Venus. Tapi gue minta tolong banget sama lo buat besok sekolah kalau udah agak mendingan, lo di sekolah juga duduk doang gapapa kok. Lagian ga ada kelas olahraga besok." Arka menepuk pundak kanan Venus beberapa kali, "Besok gak latihan, cuman ngobrolin tugas kelompok kita ngapain aja. Masuk ya, gue jemput besok." lanjutnta dengan senyum yang menyebalkan. Dia pergi untuk masuk ke dalam rumah tanpa mengajak Venus untuk mampir.

Venus kesal dengan temannya yang satu itu, tidak memiliki perhatian dengan hati yang hangat. Dia selalu salah menilai Arka selama ini. "Nyebelin, pengen gue jitak rasanya itu kepala sampe lo mampus!"