webnovel

Getsu : Standing In The Gates Of Fate

Rai Atlas secara misterius dikabarkan hilang. Dugaan mengatakan bahwa ia diculik. Namun, bukti terkait hal tersebut tidak kunjung ditemukan. Kenyataannya Ia berpindah ke sebuah dunia paralel yang bernama Eucratia. Di dunia paralel ini, ia dilabeli sebagai keturunan iblis perusak oleh para penguasa. Ini semua terjadi karena adanya legenda tentang ras manusia dengan kemampuan berpindah-pindah dunia bernama "Singular" yang ditulis pada tablet legenda Eucratia. Situasi memburuk ketika laskar khusus pembasmi Singular bernama "Resister" kembali dibangkitkan untuk memburu dirinya. Hal ini pun memaksanya untuk berlatih keras dalam membela dirinya sendiri. Namun, itu berarti ia akan terpaksa untuk membunuh para prajurit Resister. Akankah Rai bisa selamat dan kembali ke dunia asalnya? Atau apakah ia akan terpaksa menjadi iblis seperti Singular terdahulu? Mungkinkah ada jalan lain yang bisa ia tempuh? Illust by: Pipit & White_Rover

White_Rover · Fantasy
Not enough ratings
10 Chs

Takdir Tidak Seburuk Yang Kau Pikirkan

"Rai, kamu sudah makan?".

Suara itu…

Aku mengenalnya…

"Ibu?" ucap ku.

"Huft.. Masa suara ibumu sendiri kamu tidak kenal. Bagaimana sih kamu ini Rai?" balas suara Ibu.

Aku perlahan-lahan membuka mata.

Aku kembali berada di ladang rumput yang luas.

Matahari bersinar tidak terik, dan angin sepoi-sepoi bergerak kesana kemari membuat suasana sekitar sangat nyaman.

"Sedang apa kamu di pohon itu Rai?" tanya ibu.

"Ah.. Tidak ngapa-ngapain bu."

Aku pun mengarahkan pandangan pada ibuku. Ibuku sedang berada di tengah padang rumput tadi. Ia terlihat sedang menyiapkan makanan kecil yang ditata rapi diatas kain.

"Piknik yaa?" tanya ku.

"Betul, mari sini." Ibu berdiri dan menengadahkan tangannya kepadaku.

Melihatnya aku berjalan, dan-

"Istri tidak tahu diri!"

PLAK.

Aku mendengar bentakan dan juga tamparan yang sangat keras.

Diriku yang kaget pun terhenti.

Suara barusan?

Apakah mungkin itu suara

"Ngurus Anak GABENER !"

PLAK!!!

"AKU KERJA PAGI PULANG MALAM, Sementara kau Di rumah kerjanya hanya santai saja! Tidak tahu aku capek kerja ? HAH?!"

PLAK.

A..aya…h?

Di belakang, aku bisa menyaksikan ibu yang sedang dicaci maki oleh Ayah. "Dengar gak, sih? Istri macam apa kamu? JAWAB WOY!"

PLAK.

"Maafkan aku sayang.. Ampun-ampun maafkan aku jangan pukul aku…"

"BERISIK!"

PLAK.

Ibu terus menjawab dengan meminta ampun. Tapi ayah tidak juga berhenti memukulnya.

Kenapa? Kenapa? Ayah seperti ini?

"Ibu….." ucap suara seorang anak kecil.

"Ayah kumohon jangan pukuli Ibu !" ucap anak itu.

Itu.. Aku?.

"Ah iya Rai… ayah akan berhenti. Kamu pergilah main kembali sama teman-temanmu" jawab ayah sambil tersenyum manis. Anak kecil itu kemudian pergi meninggalkan ayah dan ibu dengan ragu-ragu.

Setelah ia pergi meninggalkan mereka berdua, siksaan ayah pun berlanjut. Ia mencabut gespernya dan mulai menyabit Ibu. "RAI BEGITU BAIK YAA! PADAHAL KAU CUMA ISTRI SAMPAH! "

CTASS!

"Ti…tidak.. Hentikan… hentikan.." ucapku terjatuh dan membungkuk di ladang rumput itu. "Kenapa? Kenapa ayah begitu kejam?" tanyaku.

Aku tidak kuat melihat ini.

Aku harus..

"Kau yakin tidak ingin melihat ini?"

"Kau lupa apa yang ibu lakukan padamu?"

Aku…

"Bagaimana bila aku ingatkan padamu?"

"Rai, kemari sini." Mataku kemudian teralihkan kepada suara yang barusan ku dengar.

Aku kembali melihat versi diriku yang kecil dan ibu yang sedang duduk di lantai mengerjakan sesuatu. "Ibu ini apa?" tanya aku kecil. "Ini adalah bunga-bunga Rai. Kita akan membuat karangan bunga?". jawab Ibu.

"Karangan bunga untuk apa bu? Apakah ibu berniat menjualnya?" tanya kembali diriku kecil. "Benar Rai, ibu akan menjualnya dan mengirim uangnya kepada Tante Lisa." balas Ibu.

"T...Tidak stop…. Jangan ini…! Tidak!" ucapku berkali-kali.

"Ibu memangnya untuk apa membantu Tante Lisa. Bukannya ia hanya menggunakan Ibu karena beliau tidak bisa cari kerja?" tanya diriku kecil.

Tidak!! Tolong Hentikan!!!

"Rai tidak baik berucap seperti itu. Tante Lisa itu adik ibu loh" balas Ibu.

Tidak!!!

Rai kecil melanjutkan ucapannya "Habisnya bagaimana bu? Ibu kan nanti kecapean untuk apa memikir-"

PLAK.

"SUDAH KUBILANG JANGAN YA JANGAN." bentak Ibu. "BELAJAR DARI SIAPA SIH NGELAWAN UCAPAN ORANG TUA? ANAK GA PINTER AJA MAU SOK SOK NGELAWAN! GAUSAH BANYAK GAYA."

PLAK.

"Ampun Bu Ampun… Aku minta maaf.. tidak akan aku ulangi ibu… maaf ibu…" ucap Rai kecil meminta belas kasihan sementara ibunya terus-terusan menampar dan memukulnya.

HAA!!!

Badanku menggigil..

Aku.. Aku takut…

Tolong jangan pukul aku….

"Kau bilang ayahmu kejam? Atau sesungguhnya ibu mu lah yang kejam?"

"Ayah pemabuk yang memukul istrinya. Dan ibu penyiksa yang menderita penyakit mental akibat aniaya suaminya sendiri. Siapakah yang sebenarnya bisa kau bilang kejam?"

Melihat itu aku memeluk diriku sambil merinding. Tanpa sadar air mata mengalir deras membuat mataku sembab, badanku pun bergetar seperti orang kedinginan.

"Aku gak kuat.. Tolong hentikan ini… Aku tidak mau mengingat ini…"

Tanpa aku sadari Ladang rumput yang awalnya hijau kini berwarna merah darah. Aku yang tidak lagi kuat untuk duduk dan berdiri jatuh terbaring di ladang itu.

"Aku ingin mati…." ucapku.

"Aku tidak pantas untuk dilahirkan. Aku bodoh… Aku suka melawan.. Aku salah… Aku.." ucap ku berulang-ulang sambil tersendu-sendu.

Apakah seharusnya aku mati saja?

Apakah aku percuma hidup?

Apakah aku memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?

"Rai, bangunlah. Kau kenapa? Rai kumohon bangunlah !" ucap suara yang tidak asing.

Aku ingin mati..

Aku hanya beban.

Aku membuat hidup semua orang susah.

Aku layak untuk mati

"Benar.. Kau benar.. Ini semua adalah salahmu Atlas."

"Kalau saja kau tidak dilahirkan di dunia ini.."

"Orang tua mu akan terus bahagia. Orang Tuamu akan terus bahagia sampai mereka mati."

"Maka matilah sekarang demi semua orang."

"Mari biar aku bantu."

Bola cahaya datang mendekati diriku. Kemudian jatuhlah sebuah pisau.

BUK!

Aku meraih pisau tersebut dengan tanganku.

"Bunuhlah dirimu sendiri.. Dengan begitu semuanya akan selesai."

Aku…

Aku… Ingin Mati.

Aku… Harus Mati

Aku pun melancarkan pisau itu ke arah perut ku.

BUM!

Pisau yang hampir mengenai perutku tiba-tiba berhenti.

Aku kembali mengangkat dan mencobanya kembali.

BUM!

BUM!

BUM!!

Tapi aku tidak mampu menusuk diriku. Seakan ada penghalang.

Mengapa… Aku?

Siapa yang menghalangiku?

"Kau yang menghalangi dirimu sendiri Rai." ucap suara anak kecil.

Aku mengarahkan pandangan ke sosok tersebut. Diriku saat masih kecil berbicara dan berjalan mendekati diriku.

"Kau sebenarnya takut mati kan?" ucap anak itu.

"Aku…"

"Humm.. Tidak apa apa! Semua akan baik-baik saja." ucap anak itu.

"Meski banyak hal-hal buruk yang kita lalui, itu bukan berarti kedepannya akan terus buruk kan? Itu hanya berarti kita sedang kurang beruntung ! Maka teruslah hidup agar kau bisa merasakan kebahagiaan kembali."ucapnya.

"Tapi aku tidak yakin bisa menemukan kebahagiaan itu.. Mungkin aku malah akan berujung membuat orang bertengkar lagi!"

"Kau tahu? Apakah kau pernah berpikir keadaan orang tuamu saat mereka pertama kali mendapat kabar ibumu hamil?"

"Mereka.. Pesta 3 hari 3 malam bersama keluarga besar.."

Aku mengetahui hal itu. Karena saat kecil ibu sering menceritakan kisahnya bersama ayah.

"Kau piknik pertama kalimu bersama ayah dan ibu?"

"Iyaa.. aku diberi makan chicken cordon bleu dan juga milkshake coklat meskipun tidak ada restoran dekat situ." ucapku sambil tersenyum.

"Kebahagiaan yang semula hadir di keluarga mu memang hilang. Tapi itu bukan berarti semuanya buruk. Ayahmu adalah orang yang sangat sayang padamu dan Ibumu adalah orang yang sangat baik hati. Namun, mereka terbawa arus pergaulan menjadikan orang yang kau kenal sekarang, Pernah kah kau berpikir seperti itu?"

"Aku.."

Aku tidak bisa menjawab.

Terlebih lagi aku belum pernah setenang ini memikirkan konflik antar orangtua ku.

"Terus berjuanglah Rai, takdir tidak seburuk yang kau pikirkan." ucapnya.

Mendengar itu aku melihat keatas langit di padang rumput yang luas itu.

"Biarpun tidak ada yang percaya. Biarpun semua orang di dunia mengatakan engkau tidak berguna. Jangan putus asa. Aku tahu seberapa kuatnya engkau. Dan sampai kapanpun aku akan terus mendukungmu" Lanjutnya.

Air mata menetes.

Aku sangat lega mendengar ucapan itu.

Rasanya sudah lama sekali aku ingin mendengar kata kata itu.

"Kau sudah siap untuk kembali?"

"Ke Eucratia?" tanyaku.

"Ya.. Aku siap" jawabku.

"Baiklah. Sukses untuk mu Rai. Semoga kau menemukan jalan pulang dan bisa kembali menemui orang tuamu."

"Terimakasih doanya." jawabku.

"Kalau begitu---"

"Tunggu!!!" ucap suara seorang wanita yang berlari mendekati kami.

Aku mengarahkan mataku pada suara itu. Namun aku tetap kesusahan untuk mengenali siapa dia. Mukanya tampak asing.

"Siapakah engkau? Apakah aku mengenali dirimu?". tanya ku pada sosok itu.

"Kau tidak harus mengingatku sekarang. Aku pun tidak keberatan bila kau tidak mengingatku. Asalkan kau bisa kembali berdiri lagi." ucap sosok itu.

"Eh dia ngomong apa?" tanyaku pada diriku kecil.

"Gak tau…"jawabnya.

"Kenapa aku mengatakan ini semua? Karena, keberadaanku sekarang adalah berkat dirimu Rai. Aku ingin kau mengetahui itu. Dan aku ingin kau lebih mencintai dirimu sendiri." jawab sosok itu.

"Serius… Dia bicara soal apa?"

"Aku serius ga tau dia bicara apa. Sudah senyumin saja."

Mendengar itu pun aku ikut senyum mendengarkan wanita itu.

"Mungkin sekarang kau berpikir, bahwa tidak mungkin untuk mencintai dirimu. Kalau begitu, tolonglah terus berjuang demi diriku, Rai Atlas." ucap wanita itu. "Bila sesungguhnya kau tidak mau untuk berjuang demi dirimu maka tolonglah bantu aku." lanjutnya.

Sejujurnya aku tidak mengerti apa yang wanita ini ucapkan. Namun, tampaknya ia juga sedang mencoba menghibur diriku.

"Makasih ya.. Aku menghargai ucapan semangatmu."

"Eh? Kenapa kau cepat sekali baikannya."

"Kau telat nyonya aku sudah menasihatinya lebih dulu."

"Apa??? Kenapa tidak bilang dari tadi? Pantas saja kalian tampak bingung mendengarkan nasihatku." balas wanita itu.

"Hmm itu bukan salah nyonya ya karena langsung ceplas ceplos." tanya diriku kecil.

"Apa???" wanita itu kaget setelah dipojokkan oleh diriku kecil.

"Aku setuju dengan anak kecil itu."

"Kau juga??Haduh ya sudah kalau begitu. Maaf yaa. Kalau begitu apa yang sekarang akan kau lakukan?"

"Anak kecil ini bilang akan mengirim kembali ke Eucratia." ucapku.

"Hmm baik baik."

"Tapi…"

Aku masih memiliki pertanyaan.

Apa maksudnya mengirimkan ku kembali ke Eucratia.

"Apa maksud dari mengirimkan ku kembali ke Eucratia?"

Wanita tadi tersenyum.

"Kalau soal itu aku belum bisa memberitahu dirimu sekarang." jawabnya

"Baiklah, kalau begitu. Aku akan mengirim kembali."ucap diriku kecil.

"Eh tunggu !! Masih aku masih ada-"

"Bye-bye" ucap wanita itu dengan senyum manisnya.