webnovel

Kebangkitan (1)

Aku buka pintu apartemenku dan berlari melewati koridor menuju tangga karena ku lihat banyak orang mengantri ingin menaiki lift yang mana sudah tak berfungsi. Aku menuruni tangga sampai di lantai satu. Aku langsung menuju ke pintu depan utama apartemen dan saat aku keluar ku lihat goblin mengacungkan belatinya kepadaku. Aku melesat ke depan sambil menarik pedangku dari sarungnya, goblin itu mati seketik. Itu adalah pertama kalinya aku membunuh suatu makhluk hidup, tanganku bergetar ketakutan dan pikiranku tak terkontrol. Namun semua itu hanya belum terbiasa saja, jika sudah terbiasa ini tak ada apa apanya.

"Tolong aku!" teriak seseorang dari sebelah kanan sambil berlari kearahku.

Dia di kejar oleh seekor serigala raksasa yang gesit, seperti menolak hukum fisika. Tentu saja aku tak akan menolongnya, itu sama saja dengan bunuh diri! Walaupun aku cukup baik dalam pelajaran olahraga dibandingkan siswi maupun siswa yang lain, aku tetap tak akan bisa membantu sedikitpun sebesar apapun yang aku lakukan. Aku berlari ke arah sebuah gang kecil di pojokan apartemen untuk menghindari kejaran serigala raksasa itu. Ku lihat di gang itu terdapat banyak mayat manusia dan goblin yang bergeletakan tak terurus.

"Apakah terjadi kerusuhan disini beberapa saat yang lalu?" tanyaku.

Aku berjalan melewati mayat mayat itu sambil waspada jika saja mereka masih hidup. Benar saja, saat aku sampai di tengah gang, tiba-tiba beberapa goblin dari depan maupun belakang bangkit lagi dan menyerangku. Awalnya aku panik, tetapi setelah mengalahkan cukup banyak goblin aku mulai terbiasa sedikit demi sedikit. Sejak saat itu, aku akan menusukkan pedangku ke mayat terlebih dahulu sebelum melintas untuk memastikan mereka benar benar telah mati, jika belum beberapa yang masih hidup akan menyerangku melihat aku membunuh bangsa mereka.

"Keeek!" suara goblin terakhir yang baru saja ku bunuh.

"Sepertinya ini yang terakhir," kataku sambil membersihkan keringat di dahiku.

Aku telah sampai di ujung dari gang ini dan sampai di sebuah jalan raya lainnya. Ku tengok ke kanan, kiri dan atas memastikan area ini aman kemudian menyeberanginya.

"Oi, jangan berkeliaran! Apakah kau tak dengar untuk tetap di rumah masing masing?" kata seorang bapak dari jendela rumahnya di depanku.

Aku tak menggubrisnya dan terus berjalan menyusuri jalan raya itu. Aku melihat banyak orang mengantri di supermarket untuk kebutuhannya di rumah, aku hanya melewatinya saja.

"Akh, ada monster!" teriak orang di supermarket itu.

Posisiku sudah jauh dari sana, jadi aku tak terlalu mengkhawatirkannya yang ku khawatirkan adalah orang di depanku ini. Dia tiba-tiba muncul dari langit dan jatuh kebawah, tetapi tak terluka sedikitpun. Dia langsung pergi mengarah ke supermarket itu dan mengalahkan semua monster dengan kekuatan yang hanya pernah ada di gim dan cerita fantasi. Dia langsung dikerumuni oleh orang orang. Namun, aku tak terlalu memikirkannya dan terus berjalan kedepan. Saat aku baru saja berjalan beberapa langkah tiba tiba sebuah layar muncul.

[Pembangkitan Hunter Sukses]

"Apa ini?" kataku.

Aku melihat ke arah bawah kata itu.

Hunter : Alexi Wulandari / 17

Kelamin : Perempuan

Kelas : Pendekar Pedang (?) *Umum

"'Pendekar pedang' 'umum'? Berarti akan ada banyak orang yang jadi 'pendekar pedang' karena ini adalah kelas 'umum'," kataku.

Aku mendengar suara ledakan dan ada orang yang terpental berhenti di hadapanku setelah menembus beberapa bangunan.

"Tolong bantu aku! Aku bisa membantumu lain waktu!" katanya dengan pathetic sambil memegang kakiku.

Aku memandanginya yang sedang merengek itu. Dilihat dari dia tak apa apa menabrak dinding, dia mungkin adalah seorang Hunter seperti orang yang jatuh dari langit tadi.

"Jadikan aku Hunter maka aku akan menolongmu!" kataku dengan lantang.

"Baiklah! baiklah! Cepat tolong aku!" katanya dengan sebal.

Aku lalu membantunya bergerak menuju bangunan kosong untuk bersembunyi supaya tak ada monster yang membunuhnya.

"Bagaimana kau tahu yang ku maksud dengan menolongku?" tanyanya.

Itu sudah jelas! Soalnya dia tak bisa bergerak jika dia tetap di luar maka dia akan mati dibunuh oleh monster.

"Entah, insting mungkin?" kataku.

Itu tidak sepenuhnya salah, karena orang dengan intuisi yang bagus biasanya disebut punya insting yang bagus walaupun itu sebenarnya berbeda.

"Aku juga menggunakan instingku," jawabnya.

Karena kau menggunakan insting kau jadi seperti ini, bodoh! Jangan berpikir dengan insting tapi dengan intuisi kita. Kita harus berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan itu sesuatu yang pasti dan tak bisa di ganggu gugat.

"Benarkah? Kita sama kalau begitu," kataku dengan halus sambil tersenyum masam karena kebodohannya.

Dia menutupi lukanya sendiri dengan kain pakaiannya yang ia sobek dengan wajah serius.

"Omong omong apa kelas dan skill Huntermu?" tanyanya padaku sambil memerban lukanya.

"Kelasku adalah 'pendekar pedang' dan aku tidak melihat ada tulisan skill," jawabku.

Dia terkejut dan menanyaiku lagi untuk memastikannya.

"Kau tak punya skill? Biasanya jika sudah bangkit kau akan dapat satu skill dari kelasmu. Apakah kau benar benar telah bangkit dan mendapatkan kelas?" tanyanya.

Aku mulai memikirkan tentang hal itu, di samping kelas itu terdapat tanda tanya, apakah itu penyebabnya?

"Aku telah bangkit dan dapat kelas 'pendekar pedang' tak ada yang salah dengan itu," jawabku.

"Baiklah kalau begitu, datanglah ke benteng Vredeburg! Itu adalah lokasi sementara Asosiasi Hunter Indonesia untuk saat ini," katanya.

Itu lumayan jauh dari sini sekitar 5 kilometer dan dengan berjalan kaki itu bisa ditempuh kira-kira satu jam! Aku lalu berdiri melihat keluar jendela dan melihat bahwa lokasi ini telah aman dan berjalan kebawah meninggalkannya.

"Apakah kau akan kesana sekarang?" tanyanya.

"Iya, butuh waktu lama untuk ke sana jadi aku pergi sekarang untuk menghemat waktu," jawabku.

"Jika sampai sana dan mendapat masalah sebut saja namaku! Omong omong namaku Joko Budiyono," katanya

"Oke, baiklah! 'Jika aku sampai sana'," jawabku.