Gelora ๐ SMA
Aku dan Bang Armando berbincang-bincang cukup lama. Dan dari perbincangan itu aku jadi mengetahui bahwa dia ternyata tinggal sendirian di sini. Keluarga besarnya berada di Semarang. Dia mengajar di sekolahku masih berstatus sebagai tenaga guru honorer. Gajinya masih terlalu minim, sehingga dia melakukan pekerjaan sampingan dengan berjualan jus kemasan secara online. Di waktu senggangnya dia juga bekerja sebagai instruktur olah raga di salah satu pusat kebugaran.
Hmmm ... pantas saja kalau dia memiliki postur dan bentuk tubuh yang super ideal dan menjadi idaman para wanita bahkan mungkin idaman juga bagi laki-laki yang melenceng alias gay, salah satunya Akim dan juga aku. Eh ... enggak ding, aku belum mendeklarasikan kalau aku ini gay, meskipun aku berpotensi dan cenderung berperilaku demikian. Aku memang mengagumi Bang Armando, tapi aku belum jatuh cinta, enggak tahu kalau nanti malam atau besok. Tunggu aja deh, aku pasrah.
''Poo ...'' kata Bang Armando dengan suara yang lirih tapi sangat jelas di telingaku.
''Ya, Bang ...'' balasku.
''Kalau diperhatikan kamu ini manis juga, ya ...'' Mata Bang Armando nampak berseri-seri menatapku. Tatapannya penuh misteri dan mampu membuat detak jantungku jadi berdesir. Lumayan kencang.
''Hehehe ...'' Aku tersenyum simpul, ''Abang, bisa aja ...'' imbuhku dengan tersipu.
''Beneran lho, Poo ...''
''Masa seeh?''
''Iya ... pasti banyak cewek yang suka sama kamu.''
''Ah, gak kok, aku tidak punya cewek ...''
''Serius, cowok semanis kamu tidak punya cewek, Poo?''
''Iya, Bang ... aku belum punya.''
''Ooh ...'' Bang Armando mengangguk perlahan, matanya masih menatapku dengan sinar mata yang berseri-seri. ''Kalau cowok ... punya?'' tambahnya enteng tapi mengejutkan aku.
''Hah!'' Aku mengerutkan jidatku.
''Hahaha ...'' Bang Armando tertawa ngakak.
Aku cuma memasang wajah yang bingung.
''Jangan dianggap serius perkataanku, Poo ... santai aja! Aku cuma bercanda,'' terang Bang Armando sembari menepuk pundakku.
''Hehehe ...'' Aku jadi tersenyum.
''Tapi ini beneran lho, Poo ... kamu itu manis banget, kalau kamu cewek mungkin aku sudah jatuh cinta sama kamu, hehehe ...''
''Hehehe ... Bang Armando bisa aja.''
Aku tertawa, Bang Armando juga. Kami tertawa lepas, tapi tidak lama cuma sebentar, lalu suasana jadi kaku. Aku dan Bang Armando jadi terpekur dan larut dalam alam pikiran kami masing-masing. Untuk kesekian lamanya kami berdua jadi terdiam. Aku juga tidak tahu harus ngomong apa lagi. Ucapan Bang Armando membuatku berpikir rasional kalau dia adalah cowok straight dan tak mungkin akan menyukai laki-laki seperti aku. Kecuali aku berubah jadi wanita, seperti perkataannya tadi.
__Ah ... kenapa aku jadi baper begini, sih?
''Poo ... kok jadi diam,'' ujar Bang Armando memecahkan kebisuan di antara kami.
''Em ... gak Bang, aku bingung ...''
''Bingung kenapa, Poo?''
''Emmm ... sepertinya sudah tidak ada lagi yang musti kita bicarakan, jadi ...''
''Jadi, kamu mau pulang?''
''Hehehe ... iya Bang, aku mau pamit.'' Entah, aku jadi merasa tidak nyaman.
''Kok buru-buru, sih?''
''Iya, soalnya aku mau ...''
''Mau apa, Poo? 'Kan besok libur ... besok hari minggu, 'kan?"
''Iya, seeh ... tapi ...''
''Tapi apa, Poo?''
Aku menunduk, aku tak berani menatap mata Bang Armando. Di dalam bola matanya seolah ada kekuatan magis yang bisa melemahkan otak warasku. Aku bisa-bisa hanyut bila terus menatap matanya.
''Poo ...'' Tangan Bang Armando mengangkat daguku, "kamu manis dan aku suka,'' sambungnya dengan nada yang datar. Terdengar sangat aneh. Aku masih diam seribu bahasa. Lidahku terasa kelu untuk berkata-kata. Aku heran dan tidak mengerti dengan maksud perkataannya itu. Mengapa dia cepat sekali berubah. Aku pikir dia laki-laki sejati tapi ternyata .... Laki-laki dalam tanda kutip.
''Poo, sebenarnya aku sudah lama memperhatikan kamu ... aku tertarik dan sayang sama kamu.''
Aku jadi terbengong karena aku tidak percaya dengan ucapannya ini.
Bang Armando menarik kepalaku dan mendekatkan wajahku dengan wajahnya. Sangat dekat. Bahkan aku bisa menghirup aroma nafasnya yang segar. Aku mendadak jadi takut. Entahlah, aku seperti melihat Bang armando ini tak seperti biasa yang aku kenal. Dia lebih agresif dan liar seperti seekor singa yang sedang mengincar mangsanya.
''Apa yang kamu inginkan, Bang?'' ujarku dengan gemetar.
''Aku ingin menciummu!'' kata Bang Armando sembari menarik tengkukku dan dengan sigap mulutnya mengecup bibirku. Untuk beberapa detik dia melumat bibirku dengan penuh nafsu. Sungguh, aku benar-benar shock mendapatkan perlakuan yang semacam ini. Ciuman Bang Armando cukup lembut dan bisa aku nikmati, tapi batinku yang paling dalam masih menolak dan berontak dengan sikap Bang Armando yang konyol ini.
๏ฟผ
Aku menarik tubuhku dan mendorong tubuh Bang Armando jauh dari tempatku berdiri.
''Sorry, Poo ... Aku khilaf!'' ujar Bang Armando dengan suara yang tenang.
Tak ada yang aku ucapkan, aku hanya memandangnya dengan tatapan sayu yang tak berarti. Sumpah, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, bibirku gemetaran hebat, sekujur tubuhku juga. Jantungku berdetak jauh lebih kencang dari biasanya. Jelas ini abnormal.
Diam-diam aku mundur, dan perlahan menjauhi Bang Armando. Aku lari menuju tempat di mana motorku terparkir. Aku kabur dan meninggalkan rumah Bang Armando dengan perasaan kalut. Aku tidak tahu apa yang dilakukan Bang Armando dengan sikapku ini. Dia hanya nampak terpaku melepas kepergianku.