webnovel

chap 2 : Rasa teh manis

Pagi itu Seno dan Andi bertolak ke kota J dengan mobil pribadinya. Andi dan Seno bergantian menyetir. Mengingat perjalanan yang cukup jauh dari kota S ke kota J, hampir delapan jam perjalanan.

Sesekali mereka menepi, sekedar mengistirahatkan diri dari penatnya berkendara. Lalu mereka memulai lagi perjalanannya.

Begitu sampai di Kota J. Langit sudah berubah warna menjadi gelap. Maklum, mereka juga sempat terjebak macet tadi. Mereka langsung mencari hotel untuk beristirahat.

Didalam kamar Hotel mereka menyusun rencana. Seno dan Andi duduk di sofa Kamar yang cukup luas itu sambil menikmati makan malam, yang mereka pesan melalui room service .

"Ceritakan sedikit tentang temanmu itu. Siapa namanya?" Seno mengunyah makanannya.

"Gigi. Namanya Gigi, Tuan Seno."

"Baiklah. Ceritakan tentang Gigi. Sekilas saja. Singkat dan tepat." intruksi Seno menegaskan.

"Gigi wanita berusia 22 tahun tamatan SMA..."

"Tunggu! 22 tahun?" Seno sedikit terkejut."Bukankah dia teman masa kecil mu?"

"Benar, Tuan. Perbedaan usia kami terpaut tiga tahun."

"Aaa.. Baiklah. Lanjutkan!"

Andi mengambil Hpnya dan memilih sesuatu di galerinya lalu menyerahkan Hpnya pada Seno.

Tampak gambar seorang gadis belia dengan kulit sawo matangnya, tersenyum manis pada kamera. Ia mengenakan kaus putih dengan rok rempel coklat setinggi lututnya,dengan hamparan sawah dan gunung yang terlihat menjulang tinggi di belakangnya .

Seno memperhatikannya sambil mengunyah makanannya.

"Dia adalah Gigi."

Seno manggut-manggut tanpa memberi respon suara.

"Dia tinggal bersama simbok dan adik lelakinya bernama Yuda. Ayahnya sudah meninggal saat Gigi berusia 12 tahun."

"Dia imut. Walau kulitnya gelap." ucap Seno mengatakan pandangannya. "Benarkah dia berusia 22 tahun? Dia terlihat seperti masih SMA. Aku takut disebut pedofil jika menikahinya nanti. Peralihan yang sangat kejam,bukan? Seorang gay menjadi pedofil?"

Andi tampak tersenyum maklumi ucapan Tuannya . Andi menarik kembali Hpnya.

"Sebentar, Tuan Seno."

Andi mengotak atik layar Hpnya. Lalu kembali ia menyodorkannya pada Seno.

"Ini biodata Gigi."

Seno kembali fokus pada layar di Hp Andi.

"Baiklah. Aku paham." ucapnya singkat. "Lalu apa rencana kita besuk? Tak mungkin aku langsung tiba-tiba melamarnya, kan?"

Pria berusia 30 tahun itu menatap Andi.

"Anda serius mau menikahinya, Tuan Seno?" tanya Andi hati-hati.

Seno terdiam sejenak,lalu tertawa terbahak-bahak.

"Ayolah Andi! Kau tau bagaimana aku. Aku tidak tertarik pada wanita." ucapnya disela-sela tawanya. "Kau tau alasanku menikahinya. Tak ada sedikitpun niatku untuk membangun rumah tangga. Hanya agar aku terhindar dari perjodohan dengan wanita berbisa itu. Aku juga lelah Mak Lampir itu terus-terusan mendesakku untuk menikah."

Seno yang masih tertawa geli itu menggelengkan kepalanya, sambil mengalihkan pandangannya pada layar Hp Andi.

"Jadi malam ini juga, buat surat perjanjian pra nikah. Lalu, rencanakan bagaimana pertemuanku dengannya nanti." perintah Seno sambil beranjak dari duduknya.

"Aku mau istirahat dulu. Aku lelah."

Andi terdiam,menatap Tuannya dengan pandangan yang sulit diartikan. Andi menghela nafasnya.

Andi berjalan keluar kamar dan menyusuri lorong terbuka hotel Neo. Andi terhenti di sebuah taman dengan pancuran yang tampak bergemericik di kolam yang berisi ikan hias itu.

Andi menghirup dalam-dalam aroma taman hijau di depannya. Andi memejamkan matanya,lalu membukanya kembali.

"Gigi. Aku ada surprize untukmu. Semoga ini yang terbaik dan simbok merestui. Walau bagaimana pun Seno tetaplah seorang lelaki, tak mungkin dia tak tergoda oleh sifat dan sikapmu. Meski tujuan awalnya begini. Siapa yang tau masa depan." batin Andi tersenyum simpul.

▪▪▪▪

Keesokan harinya, Seno bersiap dengan pakaian santainya. Kaus berwarna abu-abu dengan jaket jeans dan celana cinos hitam melekat dibadannya menambah aura ketampanannya. Seno memulai perjalanannya menuju kampung halaman Andi.

Walau Andi dan Gigi telah lama tak bertemu, sejak kepindahan Andi ke kota S beberapa tahun yang lalu. Andi sempat menemukan sosial media Gigi. Mereka bertukar kontak wasap dan masih menjalin komunikasi hingga sekarang.

Mereka tetaplah teman baik walau nasib mereka berbeda. Gigi yang seorang gadis desa dengan kulit sawo matangnya membantu Simboknya meladang. Dan Andi yang seorang anak kota yang berkulit putih bersih dengan pekerjaan yang menjanjikan masa depan.

Sampailah mereka di sebuah bangunan sederhana dengan halaman yang cukup luas. Dengan sebuah dipan didepan rumah itu. Seorang anak remaja berumur sekitar 16 tahun sedang mengutak-atik sebuah joran. Remaja itu menatap ke arah mobil yang Seno dan Andi tumpangi.

Andi dan Seno keluar dari mobil. Lalu berjalan ke arah rumah.

"Yud?" sapa Andi pada anak remaja yang duduk di atas dipan itu. Bocah itu sedikit bingung, terlihat dari wajah dan pandangan matanya.

"Mas Andi?"

"Masih ingat kamu rupanya. Mas pikir sudah lupa, Yud." ucap Andi riang, dengan sambil bertos dan bersalaman dengan Yuda."

"Kenalin, temen Mas, Seno namanya."

Seno menjabat tangan Yuda.

"Simbok mana, Yud?" tanya Andi celingukan,

"Mbok!" seru Yuda tanpa beranjak dari duduknya. "Duduk dulu, Mas."

"Mbookk!!" teriaknya lagi.

Tak lama seorang wanita tua keluar dari dalam rumah dengan tergopoh-gopoh.

" Ada apa sih, Yud? Teriak-teriak kayak di hutan aja?" ucap Simbok begitu sampai di ambang pintu. Simbok melirik Andi, senyumnya mengembang.

"Nak Andi to?"

"Ia, Mbok." Andi menyalami lalu mencium tangam simbok. Andi menyerahkan sebuah bingkisan yang dari tadi dibawanya.

"Ini temanku Mbok. Yang nemenin aku kemari." Andi mengenalkan Seno. "Senopati."

Seno pun turut menyalami Simbok dan mencium tangannya seperti yang Andi lakukan.

"Ganteng temenmu, Ndi." puji Simbok sembari menyalami Seno.

"Kapan sampai, Ndi?"

"Semalam, Mbok. Simbok terlihat sehat banget. Gagah." puji Andi dengan cengiran nya.

Simbok tersenyum mendengar ocehan Andi.

"Ya kayak gini orang desa itu, Ndi." balas Simbok,"Beda sama dikota. Gimana kabar Bapak sama Ibukmu, Ndi?"

"Baik. Mbok. Baik banget."

"Ya, syukurlah kalau begitu."

Andi duduk di atas dipan disamping Yuda." Gigi mana, mbok?"

Seno mengikuti andi duduk di atas dipan.

"Lagi di belakang. Simbok panggilin dulu. Duduk di dalam aja kalian, Ndi." ajak Simbok.

"Di sini aja Mbok."

"Ya udah, bentar ya. Ini bawa apa to kamu, Ndi?" ucap Simbok terlihat memperhatikan bingkisan dari andi itu.

"Seadanya Mbok. Cuma beli di perjalanan kemarin."

"Sebentar ya,Simbok panggilin Giginya dulu."

Simbok masuk kembali kedalam rumah.

"Mau mancing, Yud?"

"Ia Mas. Ini baru mau siap-siap dulu."

"Mancing dimana?"

"Di kali."

"Oohh.. Yang biasa kamu mandi dulu pas kecil?" ledek Andi.

"Wkwkw.. Ya mass. Ikut yok . Sekalian ajak orang kota ini."

Tak lama, Gigi muncul dengan membawa nampan diatasnya berdiri sebuah teko blirik dengan beberapa gelas beling sekalian.

"Kok nggak ngabari Ndi kalau mau kesini? Aku kan jadi nggak bisa dandan." protes Gigi sambil meletakan bawaannya diatas dipan.

"Yud, ambilin meja didalam sih. Nggak muat ini dipannya." keluh Gigi memerintah adiknya.

"Iya, bawel." ucap Yuda yang langsung masuk ke dalam. Lalu keluar lagi dengan mengangkut sebuah meja panjang dari bambu. Dan menempatkannya di depan dipan.

Gigi dengan cekatan memindahkan nampan berserta teko dan gelasnya ke meja.

"Dah, Minum dulu nih teh buatan Gigi." ucap Gigi menawari ,"Nggak bakal ditemui di kota S itu." bangganya melanjutkan.

Baik Seno dan Andi lalu mengambil gelas yang telah terisi air dan meminumnya.

Ssrruuupppppuuuuutttt.....

Mata Seno membulat,

Panas,manis,sepet dan kentelnya pas menyatu di mulut dan lidah Seno. Rasa teh yang luar biasa komplit yang belum pernah Seno rasakan. Membuatnya lupa diri sampai Seno tak sadar gelasnya sudah kosong.

Baik Gigi, Andi, Dan Yuda tampak tersenyum geli.

"Enak ya, Mas?" suara Gigi di barengi tawa geli.

Membuat Seno sedikit malu.

"Enak kaaann?" Goda Gigi lagi dengan lirikan mata menggoda.

"Enak." puji Seno sedikit canggung. Ia malu cukup terbuai oleh rasa Teh yang luar biasa itu.

"Nggak ada kan yang kek gini di kota S."

Setelah mereka cukup berbincang mereka pun pergi ke kali, untung mancing bersama. begitupun dengan Gigi. Mereka ber 4 membaur seperti kawan lama yang sudah lama tak bertemu. Semua di omongin, tentu yang paling banyak bicara Gigi.

Itu semua membuat Seno sedikit terkejut, pada wanita yang baru ditemuinya itu, bagai radio yang terus bersuara tanpa ada lawan nya, namun tetap asyik dan membuat pendengarnya ketagihan untuk mendengar celotehan nya.

Hingga malam tiba, mereka kembali kehotel.

"Jadi kapan kita akan memulai nya?" tanya seno sehabis mandi dengan mengosok-gosok rambutnya yang basah.

"Besuk saja, Tuan."

"Baiklah."

▪▪▪

Menurut kalian, gimana hasil nya besuk?

Like

komen

vote

fav

gift

Terima kasih