webnovel

Kepergian Suami

"Mas, Mas Erik bangun Mas!" Teriak Vania membangunkan sang suami yang terbaring di ruang ICU rumah sakit sejak tiga hari yang lalu. Erik mempunyai riwayat penyakit jantung sejak ia muda. Segala upaya telah dilakukan, agar jantungnya bisa berfungsi dengan baik. Ia juga sudah sering keluar masuk rumah sakit saat jantungnya melemah.

"Sudah ya Bu! Bapak sudah berpulang!" Ucap salah seorang dokter yang menangani Erik sejak dirawat dirumah sakit tersebut.

"Innalillahi Wa Innailahi rojiun..." Bibir Vania bergetar, ia tak dapat menahan tangisnya, tangisnya langsung pecah saat tahu jantung suaminya sudah tak berdetak lagi. Dunia seolah runtuh, ia tak mampu lagi untuk berpijak, kesedihan yang amat sangat mendalam dirasakan oleh Vania, seorang ibu yang baru mempunyai satu orang anak ini.

Vania keluar ruang ICU dengan terseok-seok, untungnya di luar ruangan sudah ada Virna, sang kakak yang selalu menemaninya, ia langsung memeluk Vania, menenangkan sang adik bahwa ini semua sudah takdir Allah.

Vania masih menunggu jenazah suaminya untuk dibawa pulang. Pikirannya masih kacau, tidak tahu lagi apa yang harus ia jalani jika tanpa Erik, selama ini Erik lah yang sudah menemani Vania selama enam tahun. Selama rumah tangga mereka berjalan, suka dan duka mereka lalui bersama. Vania hanya seorang ibu rumah tangga, selama ini Erik lah yang bekerja mencari nafkah untuk keluarga mereka. Gaji Erik hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi tidak ada lebihnya untuk simpanan. Merekapun masih tinggal di istana orang tua Erik, karena mereka belum mampu untuk membangun istana sendiri.

Di rumah orang tua Erik, sudah disiapkan perlengkapan jenazah, rumah pun sudah ramai dengan para pelayat yang berdatangan. Isak tangis menyelimuti para pelayat yang sedang menunggu kedatangan jenazah. Begitupun dengan ibunda Erik yang sangat merasa kehilangan anaknya.

"Sudah Bu, kita doakan saja yang terbaik untuk Erik!" Ucap Yurika, sambil merangkul sang ibu mertua. Yurika adalah salah seorang menantu di keluarga Adinata. Yurika seorang istri dari Tristan Adinata, kakak kandung Erik Adinata. Mereka tinggal bersebelahan dengan orang tua Tristan.

Setelah selesai mengurus semua administrasinya, jenazah Erik pun siap diantar kerumah. Vania ikut di mobil ambulance ditemani sang kakak. Ia tak henti-hentinya menangisi sang suami yang sudah berpulang ke rahmatullah.

Setelah sampai di.rumah, para keluarga langsung menyambut kedatangan jenazah Erik, lalu menggotongnya menuju tempat yang sudah disediakan.

Vania langsung mencari Arzan, anak semata wayangnya yang baru berusia lima tahun itu. Didapatinya Arzan sedang menyendiri di.dalam kamar.

"Arzan, sini!" Panggil Vania, ia langsung memeluk Arzan.

"Mana Papa?" Tanya Arzan dengan mata berkaca-kaca.

"Itu, Papa sudah pulang." Jawab sang mama, lalu Vania mengajak Arzan untuk melihat papanya yang sudah terbujur kaku itu.

Air mata Arzan menetes, ia sudah mengerti kalau papanya sudah tak bernyawa. Melihat sang anak menangis, Vania jadi kembali menangis. Ia tak tega melihat Arzan yang kini harus ia urusi sendiri tanpa seorang suami.

Para pelayat membacakan ayat-ayat suci Al quran, juga membacakan doa untuk almarhum Erik. Begitupun dengan keluarga, semua membacakan doa.

"Yang sabar ya Van, semua sudah takdir Allah. Aku yakin kamu sanggup melewati ini semua." Ucap salah seorang kerabat Erik. Ia tak henti-hentinya mendapatkan ucapan yang membuatnya harus kuat.

Erik sudah selesai dimandikan dan disholatkan, sebentar lagi akan dikebumikan. Vania bersiap untuk ikut ke makam, ia ingin menyaksikan kekasih hatinya dikebumikan. Setelah sampai dimakam, isak tangis lagi-lagi terdengar dari Vania, Arzan dan juga Ibu Rani, ibu mertua Vania.

Setelah proses pemakaman selesai, Vania kembali kerumah, ia berdiam diri dikamarnya. Ia masih tidak menyangka sang suami pergi secepat ini. Ia membuka ponselnya, membuka geleri foto kebersamaan ia dan suaminya, seketika tangisnya kembali pecah, tak sanggup ia mengingat kenangan indah bersama.

"Mama!" Panggil Arzan, ia langsung memeluk Sang Mama. Bagi Vania, hanya Arzan yang sekarang berharga untuknya, hanya Arzan yang harus ia jaga. Karena kedua orang tua Vania pun sudah tidak ada.

"Udah, jangan ditangisi terus! Biar Erik tenang di sisi Allah." Ucap Yurika didekat pintu kamar Vania, namun Vania belum bisa menghentikan air matanya. Wajar saja bila ia masih terus menangis karena tak mudah menjadi kuat saat ditinggal kekasih hati pergi untuk selamanya.

***

Vania memeriksa tabungannya, ternyata sisa tiga ratus ribu rupiah, ia sudah tidak mempunyai uang lagi, ia harus segera mencari pekerjaan untuk membiayai hidupnya dan juga anaknya. Ia belum membayar uang sekolah Arzan. Vania pun berpikir, dari mana ia harus mendapatkan uang. Sewaktu suaminya masih ada, ia sering meminjam uang pada Ibu dan akan diganti setelah ia menerima gaji.

"Bu!" Panggil Vania pada Ibu Rani, ibu mertuanya itu.

"Iya." Jawab Ibu Rani yang sedang menyapu halaman rumah.

"Aku boleh pinjam uang ga?"

"Mau pinjam berapa?"

"Dua ratus ribu aja!"

"Nanti gantinya gimana? Kamu kan belum bekerja?"

"Nanti aku akan melamar pekerjaan, insya Allah bisa dapat kerja secepatnya!"

Ibu Rani langsung beranjak ke dalam rumah untuk mengambilkan uangnya, lalu diberikan kepada Vania.

'Alhamdulillah, aku bisa membayar uang sekolah Arzan' Batin Vania.

Vania melihat info lowongan pekerjaan di internet, lalu ia juga bertanya ke beberapa temannya, namun belum juga ada, karena agak sulit mendapatkan lowongan pekerjaan untuk orang yang belum berpengalaman sepertinya, ia juga tidak mempunyai pendidikan dibangku universitas. Setelah lulus sekolah, Vania langsung menikah dengan Erik, ia belum pernah sama sekali merasakan lelahnya mencari uang.

"Mama, aku mau jajan!" Pinta Arzan sambil berlari ke Mamanya.

"Jajan apa?"

"Itu!" Arzan menunjuk ke tukang mainan yang berhenti didepan rumahnya. Karena kedua sepupunya juga sedang membelinya.

Vania sedih melihat sang anak minta dibelikan mainan namun ia tidak dapat membelikannya karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan.

"Sayang, sabar dulu ya! Beli mainannya nanti kalau Mama sudah ada uangnya." Tutur Vania sambil membelai rambut Sang Anak. Namun Arzan tidak mengerti, ia terus saja merengek minta dibelikan mainan yang sama dengan Keanu dan Liora.

Sang nenek yang melihat Arzan menangis, akhirnya membelikan cucunya ini mainan yang sama dengan kedua sepupunya.

"Vania, makanya kamu cepat cari kerja!" Titah Ibu Rani.

"Iya Bu, aku udah cari - cari kerjaan tapi memang belum ada."

"Iya Van, masa ibu terus yang akan membiayaimu dan anakmu!" Ucap Yurika yang rupanya mendengar ucapan ibu dan Vania.

Vania juga tahu diri, ia tidak ingin menyusahkan mertuanya. Ia akan berusaha untuk mencari pekerjaan apapun itu asalkan halal.

"Kalau dikantor Mas ada lowongan, kamu mau?" Tanya Mas Tristan.

"Iya Mas, mau!"

"Apa sih kamu, mau-mau aja! Kamu tuh ga pantas kerja di tempat suamiku. Karena kamu tuh cuma lulusan SMA!" Ejek Yurika.

Vania sudah biasa mendapat ejekan semacam itu dari Yurika, kakak iparnya. Karena ia adalah seorang sarjana hukum. Sedangkan Tristan lulusan magister manajemen di universitas swasta di Jakarta, saat ini Tristan menjabat sebagai seorang General Manager di perusahaan terkemuka.

Next chapter