webnovel

Gejolak Cinta Wanita Simpanan

GEJOLAK CINTA WANITA SIMPANAN Gendis Arumi Bagaskara yang haus akan kasih sayang dari seorang laki-laki. Dengan latar belakang keluarga broken home ia tumbuh menjadi pribadi yang kuat namun tetap ada kelemahan yang tersimpan di dalam dirinya. Menikah dengan di landasi perjodohan hingga melahirkan seorang putra tetapi dia tidak menemukan cinta dari suaminya sampai akhirnya sang suami meninggal dunia. Sepeninggalan Adtya kini ia hidup membesarkan anak semata wayangnya. Selama hidup menjadi janda tekanan batin semakin terasa, untunglah dia memiliki sahabat yang senantiasa menemani di kala suka dan duka. Seiring berjalan nya waktu dia mulai menemukan cinta yang selama ini di impikan, seorang pria tampan dengan hati yang lembut juga penuh perhatian. Namun sayangnya pria itu sudah memiliki istri sehingga ia harus merelakan hidupnya terperangkap menjadi simpanan dari seorang pengusaha. Kehidupannya menjadi simpanan tidaklah mudah, gejolak batin yang ia rasakan semakin hebat ketika dia ingin memiliki cinta dan tubuh pria itu seutuhnya. Sesak yang amat berat terasa didada setiap kali keinginan itu muncul dalam benaknya, keinginan yang begitu menyiksa karena sudah pasti ada hati yang tersakiti. *** Rayyan Danuja Wijaksana, seorang CEO dari perusahaan ternama yang bergerak dibidang property. Ia memiliki seorang istri, namun setelah sepuluh tahun menikah mereka tetap tidak dikaruniai anak. Takdir mempertemukan Rayyan dengan seorang wanita yang tanpa diduga dapat mengubah hati dan perasaannya. Ia menyukai wanita itu. Rayyan tahu bahwasannya perasaan yang dimilikinya ini adalah perasaan terlarang, namun ia memiih mengabaikannya dan tetap menyukai wanita itu. Sehingga ia memilih untuk membuat wanita tersebut menjadi simpanannya. Akankah Gendis bahagia dengan cintanya? Atau ia malah akan menyesalinya!

Winda_Gemini · Urban
Not enough ratings
28 Chs

Aku Tidak Ingin Orang Lain Berpikir Bahwa Aku Seorang Pelakor!

Mentari yang bersinar cerah seakan memberikan sinar terbaiknya untuk dinikmati dalam syukur. Udara yang segar berhembus sepoi melewati sela-sela dedaunan seolah mereka sedang menari.

Hamparan hijau yang terpajang di depan mata sungguh dapat menyejukkan setiap mata yang memandang, suasana seperti ini hati mana yang tidak damai.

Suasana rumah masa kecil Gendis memanglah sangat damai, jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota yang begitu sibuknya.

Gendis yang terbangun lebih dulu berjalan-jalan menikmati udara segar pagi itu.

"Srufff" Dia menghirup kuat udara segar itu.

Sesungguhnya dia sangat merindukan semua yang ada dirumah ini, namun rasa bencinya yang teramat besar kepada Ayahnya membuatnya tersiksa jika melihat setiap sudut yang penuh dengan memori itu.

"Non, mau saya siapkan teh hangat," ucap Sunarsih yang melihat Gendis berdiri di taman rumah seorang diri.

Namun dia tidak menjawab pertanyaan Sunarsih, hanya diam membisu sembari menatap langit dengan tajam, ntah apa yang ada di benaknya saat ini.

"Non," ucap Sunarsih kembali tetapi kali ini dia sedikit menepuk bahu Gendis untuk membuatnya sadar akan keberadaan Sunarsih.

"Eh,…" ucap Gendis yang terkejut.

"Ohh Mbak Sih, saya pikir siapa tadi," ucapnya dengan wajah yang masih menunjukkan kebingungan.

"Habisnya, Non Gendis saya tanyain gak jawab, saya lihat Non sedang melamun,"

"Emm enggak…, saya gak melamun kok," ucapnya sembari mengerutkan dahinya karena bingung atas pernyataan Sunarsih.

Mbak memangnya tanya apa tadi?" lanjutnya

"Saya Tanya, Non mau saya siapkan the hangat atau nggak?" ucap Sunarsih mengulangi ucapannya.

"Boleh mbak tetapi gulanya dipisah saja ya," ucap Gendis.

"Oh iya, siapkan di saung belakang saja," lanjutnya

"Baik Non akan segera saya siapkan,"

"Terimaksih ya mbak," ucap Gendis.

Setelah mendengar ucapan Nona mudanya itu dia berjalan menuju dapur dan segera menyiapkan the hangat dan meletakkannya di saung. Lalu menyiapkan sarapan pagi yang lezat untuk di santap.

"Mungkin, jika papa tidak membuangku dan mama, saat ini aku akan memiliki keluarga yang sangat bahagia," batinnya sembari duduk santai menikmati teh hangat.

"Hei,,," teriak Ayesha yang datang mengendap ngendap hanya untuk mengagetkan sahabatnya itu.

"Ya ampuuunn, kamu ini bikin kaget aja sich," ucap Gendis kesal karena dia benar-benar sangat terkejut.

"Ya maaf, habisnya kamu aku lihat dari dalam tadi seperti sedang memikirkan hal yang sangat rumit, sehingga kamu mengerutkan dahimu itu," ucap Ayesha sembari memperagakan bagaimana Gendis mengerutkan dahinya.

"Lagian kamu jangan sering-sering begitu Ndis, nanti kamu bisa cepet tua dan akan di panggil oma Gendis," lanjut nya sembari tertawa senang karena berhasli meledek temannya.

Mendengar itu Gendis hanya diam dan larut kembali kedalam pikirannya yang tengah teringat kepada ayahnya. Walaupun dia menyimpan kebencian yang mendalam namun, jauh di lubuk hatinya yang terdalam dia sangat merindukan sosok Ayahnya.

"Tu kan, gitu lagi…,"

"Murung lagi…,"

"Kamu jangan terus-terusan begini dong Ndis," ucap Ayesha.

"Oh iya aku lupa menyampaikan sesuatu padamu, karena kemarin setelah sampai kita mengobrol sama mama terus lupa deh," ucap Ayesha kembali.

Gendis yang tadinya hanya menunduk seolah sedang menahan sebak yang ada di dadanya karena menahan rindu, menoleh kearah Ayesha yang sudah tersenyum manja kepadanya.

"Emangnya apa yang ingin kamu sampaikan? Apakah itu hal yang penting bagiku?" ucap Gendis ketus karena kesal yang sedari tadi sudah diledeki oleh Ayesha.

"Emmm begini, besok lusa Manggala akan menjemputku disini boleh kan?" Tanya nya lembut.

"Loh memangnya kenapa kamu harus minta izin jika manggala mau datang dan menjemput kamu, itu bukanlah hal yang penting Shaa!" sahutnya

"Tapi Manggala datang bersama Rayyan," ucap Ayesha dalam hatinya.

Dia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya, karena dia tahu bahwa temannya tidak akan mengizinkan lelaki itu untuk datang.

"Sha,"

"emm" sahut Ayesha

"Beberapa hari yang lalu saat aku membawa mama dan Nehan serta Mbok Mi dan pak Mamat makan siang di restoran padang, kami tidak sengaja bertemu dengan teman Manggala,"

"Teman Manggala yang mana Ndis?" tanyanya penasaran.

"Ya temannya si Gala!" sahutnya dengan sedikit menekan suaranya.

"Ya.., aku tahu dan dengar dari tadi kamu bilang teman nya Mas Gala, tapi yang jadi pertanyaannya adalah temannya yang mana?" ucap Ayesha kesal.

"Itu si…,"

"Siapa Ndis,"

"Emm si Rayyan," sahut nya singkat.

"Ha…, lalu kalian ngobrol atau hanya sekedar menyapa?" Tanya Ayesha yang sungguh sangat penasaran.

"Nehan memanggilnya dan mengajaknya untuk makan bersama, begitupun dengan mama," jawab Gendis mencoba menceritakan suasana yang terjadi.

"Oooo, ya bagus dong…, hee,eee" ucap Ayesha.

"Bagus apanya! Yang ada malah aku malu banget karena Nehan mengucapkan kalau dia ingin kelas renangnya menjadi Reguler," sahut Gendis sembari menghela nafas lelahnya.

"Ya bagus, kamu sudah mulai belajar bergaul dengan orang lain, karena jika kamu selalu mengurung dirimu maka kamu akan semakin sakit Ndis," sahutnya

"Ya kamu memang benar Sha, tapi…,"

"Aku takut jika Nehan sudah nyaman nanti, sementara dia pria yang memiliki istri, dan orang-orang akan berpikir bahwa aku seorang pelakor," ucapnya lirih.

"Kamu takut Nehan yang merasa nyaman atau kamu takut kalau suatu saat nanti malah kamu yang merasa nyaman?" Tanya Ayesha .

Mendengar pertanyaan ini tiba-tiba saja membuat hatinya berdetak sangat kencang seperti orang yang sedang berlari sekuat tenaga.

"Enggak, aku gak mungkin bisa ngerasa nyaman dengan laki-laki apalagi yang statusnya suami orang," ucap Gendis

"Kamu kan tahu gimana aku hidup dengan mas Aditya bertahun-tahun tanpa mencintainya, bahkan aku tidak pernah merasa khawatir selama dia hidup," lanjutnya.

"Benar apa yang kamu katakana Ndis, tetapi tidak bisa kamu pungkiri bahwa sahabatku ini juga merasa sangat kehilangan saat suaminya pergi untuk selamanya,"

"Rasa kehilangan itu sebenarnya adalah sedikit dari rasa sayang yang kau berikan untuknya Ndis, rasa yang terjalin tanpa kamu sadari," ucap Ayesha menyelesaikan ucapannya.

"aku mengakui keegoisanku selama ini, namun aku tidak ingin membuka lembaran baru kehidupanku dengan kesalahan yang lainnya Sha," ucap Gendis.

"Benarkan yang aku katakana tadi, kamu takut kalau suatu saat nanti kamu bisa jatuh cinta kepada Rayyan, benar kan?" ucap Ayesha.

"Aku saat ini hany belajar membuka diri untuk berteman dengan siapapun, tetapi perhatian-perhatian kecil yang kadang di tujukan Rayyan kepadaku membuatku berfikir dia sedang ingin menjebakku karena aku hanyalah seorang janda," sahut Gendis.

"Kamu sendiripun tahu, apa yang dipikirkan dan dinginkan oleh laki-laki saat dia berusaha mendekati janda sepertiku?, terlebih lagi pria beristri!" lanjutnya

"Apa yang barusan kamu katakana itu memang benar, tetapi yang perlu kamu ingat adalah, kamu jangan terkurung oleh status jandamu itu Ndis, karena status itu bukanlah status yang hina sehingga kamu harus merasa malu," ucap Ayesha.

"Rayyan adalah laki-laki yang baik dan sopan, serta dia tidak mungkin memiliki pikiran yang macam-macam tentang dirimu," lanjutnya.

"Kamu berkata begitu sepertinya kamu sudah sangat mengenal Rayyan dengan sangat baik Ayesha." Ucap Gendis sembari beranjak masuk kedalam rumah.

"Loh, jadi kenapa aku di tinggal sendiri…," ucap Ayesha sembari berlari kecil dan merangkul Gendis dari belakang.

"Habisnya kamu sangat bawel hari ini," sahut Gendis kembali meledek Ayesha.