webnovel

Berangkat ke Paris

Dua hari setelah Bali Model Contest usai diumumkan juara pertama hingga ketiga, hari ini Amira bersama Sofie dan Winarti berangkat ke Paris. Mirna juga demikian. Mirna berangkat ke Paris bersama dengan Amanda dan Steven. Bu Maria, Ibunya Amira, juga ikut ke Paris menemani Amira sekaligus berlibur selama kontes model di Paris berlangsung selama seminggu.

"Cin, kapan nih kita berangkat. Udah jam 3 sore nih." gerutu Winarti. "Apa kita nggak terlambat?"

"Mbak, pesawatnya nanti berangkat jam setengah lima." jawab Sofie. "Kok galau amat sih!"

"Bukannya gitu, Sof." kata Winarti.

"Bukannya gimana, mbak?" tanya Sofie.

"Kita dalam perjalanan berapa jam nyampe ke sana? Eike kuatir macet aja, Sof." tanya Winarti balik dengan galau lagi.

"Paling satu jam nyampe, mbak." jawab Sofie dengan sewot.

"Iya itu kalau nggak macet, Sooofff...buntut...eh, Sof buntut!" kata Winarti dengan tertawa ngikik genit sambil menutupi mulutnya dengan kedua tangannya.

"Heemm....enak aja gue dibilang Sof buntut!" kata Sofie. "Iya, bentar lagi, mbak. Nunggu Amira pamit Ibunya."

"Ada apa sih kok ribut-ribut mulu dari tadi?" tanya Amira dengan menggandeng lengan kanan Ibunya berjalan menuju ke Winarti dan Sofie.

"Mbak Winarti ini loh kuatir kita ketinggalan pesawat, Mir!" jawab Sofie.

"Gimana nggak kuatir, Cin. Jalanan bisa macet." jawab Winarti.

"Halah bilang aja kalau nggak tahu keberangkatannya." celetuk Sofie.

"Idih, siapa yang nggak tahu keberangkatannya tadi?" tanya Winarti dengan sewot.

"Udah...udah jangan ribut-ribut!" Ibunya Amira menyela.

"Taksi pesanannya udah dateng, Mir?" tanya Ibunya Amira ke Amira.

"Sepertinya belum, bu!" jawab Amira sambil melihat ke depan rumahnya. 

"Dijamin nggak macet kok mbak." kata Amira meyakinkan Winarti.

"Lah kok bisa begitu, Cin?" tanya Winarti nggak percaya.

"Bisa dong." jawab Amira singkat.

"Naik apa, Cin?" tanya Winarti lagi yang sangat penasaran.

"Naik robot mungkin, mbak!" canda Sofie.

"Husshh...nyerocos aja sih lu!" jawab Winarti dengan menempelkan jari telunjuk kanannya pada kedua bibirnya dengan dimonyongkan. Amira dan Ibunya tersenyum-senyum.

"Pesen taksi khusus, mbak!" kata Amira. Tidak beberapa lama kemudian, taksi khusus pesanannya Amira berhenti di depan rumahnya.

"Itu kayaknya taksinya, Mir!" kata Ibunya Amira.

"Iya, bu. Emang bener itu taksinya." jawab Amira.

"Yuk kita semua berangkat sekarang!" ajak Amira.

"Yuuukk...!" kata Winarti dengan genitnya.

"Jangan genit-genit gitu jalannya biar nggak digoda laki-laki hidung belang!" Ibunya Amira menasehati Winarti.

"Biarin aja, mi! Eike malah seneng kok, mi!" jawab Winarti dengan tertawa ngikik genit sambil menutupi mulutnya dengan kedua tangannya seperti biasanya.

"Loh kok malah seneng sih?" tanya Ibunya Amira. "Apa situ juga nerima gituan?"

"Bukan begitu maksudnya, mi!" jawab Winarti.

"Maksudnya gimana?" desak Ibunya Amira sangat ingin tahu.

"Maksudnya, eike bisa ..... !" jawab Winarti, tapi omongannya terpotong gara-gara Sofie menyelanya.

"Bisa dapet duit banyak mungkin maksudnya mbak Winarti, bu!" potong Sofie.

"Sialan kamu, Sof buntut!" kata Winarti. Amira, Ibunya, dan Sofie tersenyum-senyum.

"Bisa apa dong?" tanya Ibunya Amira yang masih mendesak Winarti, karena diliputi rasa sangat ingin tahu.

"Maksudnya, eike bisa semakin oke reputasinya, mi!" jawab Winarti. Pada saat ini, Sofie yang pertama sedang masuk ke dalam taksi ke kursi belakang.

"Reputasi apa?" tanya Ibunya Amira yang dipanggil Winarti mami.

"Reputasi beken, mi!" jawab Winarti.

"Beken apa?" tanya Ibunya Amira lagi.

"Beken make-upnya, mi!" jawab Winarti dengan tertawa khasnya kembali.

"Ibu masuk dulu ya! Ibu duduk di tengah! Biar mbak Winarti duduk di samping pak sopir!" kata Amira kepada Ibunya.

"Mbak, jangan dong!" kata pak sopir taksi yang kira-kira umurnya 45 tahunan dengan wajah memelas ke Amira.

"Loh? Kenapa, pak?" tanya Amira ke pak sopir taksi.

"Pokoknya saya nggak mau, mbak!" jawab pak sopir taksi dengan geleng-geleng kepala.

"Kenapa, bang? Nggak mau duit tips dari eike?" tanya Winarti dengan berkacak pinggang dan kedua matanya melotot ke pak sopir taksi.

"Bukannya begitu, mas!" jawab pak sopir taksi.

"Maunya gimana, bang?" tanya Winarti setengah marah.

"Mbak itu aja yang duduk di samping saya, mas. Biar saya seger lagi." jawab pak sopir taksi dengan setengah becanda.

"Banyak cincong lu, bang. Udah jangan macem-macem. Eike di depan. Keenakan lu kalau Amira di depan bisa lirik-lirik bodi ama kemulusannya." Winarti sangat marah. Amira tersenyum-senyum.

"Eike tabok lu kalau macem-macem. Ayo cepetan sana! Udah mau telat ini!" Winarti sangat marah. Seketika itu, pak sopir taksi segera menuju ke kursi sopirnya, karena takut dengan amarahnya Winarti alias Winarto. Winarti kalau marah akan mengeluarkan suara lelakinya dengan nada besar dan tinggi. Tidak beberapa lama kemudian, taksi itu berangkat menuju ke bandara Soekarno-Hatta dengan kecepatan agak tinggi melaju di jalur-jalur khusus. Satu jam kemudian, taksi itu sudah sampai di bandara Soekarno-Hatta dengan cukup lancar. Setelah itu, mereka berempat duduk di kursi berderet panjang di ruang tunggu keberangkatan (Departure) untuk menunggu pesawat Air France tiba.

"Itu si Mirna, Cin!" bisik Winarti ke Amira.

"Biarin aja, mbak!" jawab Amira dengan membaca sebuah novel berbahasa Inggris melanjutkan semalam sebelum tidur.

"Siapa, mbak?" tanya Ibunya Amira.

"Musuh bebuyutannya Amira, mi!" jawab Winarti, lalu tertawa khasnya muncul lagi.

"Musuh bebuyutan gimana?" tanya Ibunya Amira ingin tahu mengenai cerita putri satu-satunya itu.

"Saingannya Amira sejak kontes di Jakarta, mi! Namanya Mirna! Dia kemarin juara pertama di kontes Bali, mi!" jelas Winarti. Pada saat ini, karena Amanda mengetahui Amira sedang duduk menunggu pesawat Air France, Amanda memberitahukannya ke Mirna. Setelah itu, Mirna berjalan mendekati Amira ingin mengatakan sesuatu kepadanya dengan geram.

"Beib, kamu mau ke mana?" tanya Steven sambil menarik lengan kanannya Mirna.

"Aku mau ke Amira. Bentar aja kok, sayang!" jawab Mirna.

"Kamu tunggu di sini aja sama Amanda!" kata Mirna.

"Aku ikut, beib!" jawab Steven.

"Pasti mau curi-curi kesempatan lagi kalau ikut, Mir!" sahut Amanda.

"Pasti iya, Nda!" kata Mirna.

"Ah, enggak kok, beib! Aku ingin lindungin kamu aja, beib!" rayu Steven yang kenyataannya memang Steven ingin melihat-lihat Amira dari dekat.

"Pokoknya enggak boleh, titik! Kamu di sini aja sama Amanda!" larang Mirna. Steven segera nurut. Tidak beberapa lama kemudian, Mirna berjalan mendekati Amira.

"Hallo, model kampungan! Selamat sore!" sapa Mirna untuk Amira setelah berada di dekatnya.

"Hei, apa lu bilang tadi?" tanya Winarti sangat marah sambil berdiri dari kursinya dengan berkacak pinggang dan kedua matanya melotot ke Mirna. Amira masih asyik membaca novel.

"Ngapain lu ke sini?" tanya Winarti.

"Bentar dulu dong, mbak. Jangan marah dulu. Aku ke sini ingin ngomong sesuatu ke Amira." jawab Mirna.

"Paling-paling lu ngomong nggak sopan kan ke Amira?" tanya Winarti masih sangat marah.

"Cepet lu pergi dari sini kalau lu nggak pengin eike gampar!" ancam Winarti.

"Dengerin dulu gue ngomong!" kata Mirna.

"Ngomong apa'an? Ngomong nggak sopan lagi?" tanya Winarti masih sangat marah ke Mirna.

"Biarin dia ngomong, mbak!" kata Amira sambil berdiri dan melipat novelnya mendekati Winarti dan Mirna.

"Ada yang ingin kamu sampaiin ke aku, Mir?" tanya Amira ke Mirna.

"Udah siap berkompetisi di Paris lu Mir?" tanya Mirna ke Amira.

"Siap dong!" jawab Amira. "Kalau kamu?"

"Gue sangat siap!" jawab Mirna.

"Syukurlah kalau begitu!" kata Amira.

"Asal kamu tahu ya Mir. Kalau gue nggak akan mau kalah lagi dari kamu." kata Mirna. "Bali Model Contest kemarin itu gue berusaha sebaik-baiknya."

"Bagus. Itu yang aku mau dari kamu, Mir. Selamat ya Mir!" puji Amira sambil menyodorkan tangan kanannya untuk mengajak Mirna salaman, tapi Mirna menampiknya.

"Dan, jangan pernah coba-coba untuk merebut atau mencuri Steven dari gue. Gue udah tunangan ama Steven." ancam Mirna.

"Nggak akan kok, Mir. Percaya dech sama aku!" jawab Amira.

"Oke. Gue pegang omongan kamu!" kata Mirna. Setelah itu, Mirna kembali ke Steven dan Amanda. Tidak beberapa lama kemudian, pesawat Air France tiba di bandara. Seorang petugas ruang tunggu keberangkatan (Departure) segera mengumumkan kepada semua penumpang Air France dengan mikrofon untuk segera bersiap-siap masuk ke dalam pesawat Air France. Tidak beberapa lama kemudian, Amira, Sofie, Winarti, Bu Maria, Mirna, Amanda, dan Steven masuk ke dalam pesawat Air France. Satu setengah jam kemudian, pesawat Air France yang mengangkut mereka tiba di bandara Paris yang bernama Charles de Gaulle. Mereka semua menginap di hotel Shangrila dengan view (pandangan) langsung mengarah ke menara Eiffel. Paris Model Contest akan diselenggarakan tiga hari lagi di Le Grand Palais selama satu minggu dengan tiga babak, yaitu babak eliminasi, babak 10 besar, dan babak final.