webnovel

Pantang Mundur

Malam yang begitu dingin karena hujan yang baru saja menyiram atap angkringan yang terbuat dari terpal yang terkait tali dari atap gerobak bakaran, malam yang cukup dingin bagi Ana dan Alma yang duduk didepan bara bakaran menunggu pelanggan datang. Bapak yang sedari tadi mengelap gelas untuk wedang jahe pun tak kalah kedingingan, diriknya kedua putri yang sabar menunggu rejeki mala mini. Dengan inisiatifnya bapak buat satu gelas wedang jahe dengan susu putih dan diberikannya kepada kedua putri kesayangannya.

"Ini, nanti kamu bakalan kangen sama wedang jahe bapak ya" ucap bapak sembari mengelap air matanya.

"Kok bapak nangis? Jangan gitu dong pak" ucap Ana yang menerima gelas jahe dan memeluk bapaknya.

Alma yang melihat itu pun mencoba menyibukkan diri dengan menata sate-satean yang sebenarnya sudah tertata rapi diatas nampan, dirinya hanya tak ingin larut dalam kesedihan ditinggal kakaknya. Dan keadaan berubah menjadi haru ditengah ramainya pengunjung yang mulai memadati angkringan mereka, tak ketinggalan pula Raina yang datang langsung membantu Alma dan Ana menyiapkan pesanan. Apa mau dikata, Raina jelas tidak enak jika harus menunggu tanpa membantu meskipun dirinya diundang untuk menikmati makanan diangkringan malam itu. Semuanya seperti sudah tau dengan tugasnya, bapak yang sedari tadi menghidupkan tungku wedang jahe kini menghidupkan tungku satunya untuk membakar beberapa sate-satean yang telah dipilih pelanggan. Sedangkan Ana, Alma dibantu Raina mengantarkan pesanan pada pelanggan sesuai pesanan masing-masing hingga pelanggan mulai sepi dan jadilah Raina menikmati beberapa sate-satean dan nasi kucing yang dihidangkan bapak, mereka larut dalam berbincangan meskipun sesekali melayani pelanggan yang datang silih berganti.

Pagi menjelang dan Raina masih bergemul dengan selimut tebalnya, pendingin yang telah diatur pun berangsur mati dan membuat ruangan terasa dingin yang normal. Belum saja maniknya terbuka, Raina justru dikagetkan dengan dering hp. Diraihnya hp itu dengan sedikit malas menjawab telpon dari seseorang yang tak ia baca sebelumnya.

"Hmm" dehem Raina malas.

"Ini Raina? Aku Luqy" ucap seseorang dibalik telpon.

Sontak Raina langsung terduduk dengan mata yang terbelalak kaget. Bagaimana bisa Luqy mendapatkan nomor hpnya sedangkan nomor ini belum lama ia pakai di Indonesia, Raina hanya diam dan terus menebak sumber kebingungannya.

"Aku didepan rumah mu sekarang, ada yang perlu aku omongin sama kamu" ucap Luqy yang tak kalah membuat Raina bingung setengah mati. Pasalnya Raina baru saja terbangun dari tidurnya dan harus berhadapan dengan laki-laki yang belum dan bahkan tidak ia kenal sepenuhnya. Raina menyuruh Mba Ipah mempersilahkan Luqy masuk dan menunggu di gazebo rumahnya, tempat Raina biasa menerima tamu. Raina juga menyuruh Mba Ipah menyiapkan beberapa makanan dan minuman untuk Luqy sembari menunggu dirinya selesai mandi dan bersiap.

Selang satu jam lamanya menunggu, akhirnya Raina menemui Luqy yang sedari tadi duduk tanpa mencicipi hidangan yang disajikan Mba Ipah. Canggung dan bingung, ituah yang Raina rasakan saat harus menemui Luqy.

"Sorry ya, lama. Mandi dulu soalnya, ini diminum dulu" ucap Raina canggung.

"Ah, iya. Makasih, kamu pasti bingung kan kenapa aku kesini pagi-pagi gini?".

Raina hanya mengangguk pelan sembari menyeruput kopi yang ia buat sebelumnya.

"Ana, aku pengen tau Ana lebih jauh. Dan aku pikir kamu bisa certain semuanya ke aku" ucap Luqy mengimbuhi.

"Kamu beneran suka sama Ana? Kenapa kamu segininya banget pengen mengenal Ana? Kita kan masih muda, kenapa harus seserius itu sama namanya cinta?" tanya Raina berurutan.

Luqy hanya diam dan sorot matanya membuat Ana kasihan terhadapnya hingga tanpa mengajukan pertanyaan lagi, Ana ceritakan semua yang Raina tau tentang Ana. Mulai dari latar belakang keluarganya, bagaimana Ana awalnya harus menghidupi adik satu-satunya tanpa orang tua. Raina juga menceritakan bagaimana Ana bisa bertemu dengan bapaknya dan yang tak Raina lupakan. Raina menceritakan bagaimana Ana pertama kali merasakan jatuh cinta dan itu pada Gaska, tidak lain ialah abang kandung Luqy. Luqy hanya diam mendengarkan cerita Raina tentang Ana, bukannya kecewa atau bimbang. Luqy justru semakin bertekad menjadikan Ana sebagai kekasihnya, meskipun ia tahu Ana masih sangat mencintai abangnya.

"Tapi, Luqy. Yang aku tau, Ana cuma butuh udara segar buat lukanya. Bukan plaster yang akhirnya menghambat dia jalan, sekarang semuanya terserah kamu. Pesenku cuma satu, kasih dia waktu" jelas Raina diakhir pembicaraannya dengan Luqy. Luqy yang merasa cukup mendengarkan cerita Ana dari Raina pun memutuskan untuk pulang ke rumah karena hari telah berganti senja.

Sesampainya dirumah, Luqy melihat sebuah mobil yang tidak asing baginya. Ya, itu mobil Gaska dengan istrinya Zoya.

"Ada apa sih nenek lampir itu dateng ke sini lagi?" batin Luqy sembari memasukkan sepeda motor ke halaman rumahnya.

"Mau ambil baju-bajunya Gaska ya?" tanya Luqy mendapati Zoya yang duduk berhadapan dengan ibunya.

"Luqy!" sentak Gaska menhampiri Luqy dibibir pintu.

"Udah, udah. Jangan pada berantem" sahut ibu Luqy dan Gaska.

"Nggak, aku kesini cuma mau kasih tau kamu, Luqy. Jangan berani beraninya kamu deketin Ana!" ancam Zoya dengan nada yang meninggi.

"Kenapa? Kamu takut kalah saing?" ucap Luqy yang membuat Zoya naik pitam.

"Kalo aku bilang jangan ya jangan, atau.." ancam Zoya yang terpotong oleh jawaban Luqy.

"Kalo yang kamu ancam itu abangku, bisa. Tapi nggak buat aku" jawab Luqy meninggalkan ruang tamu dan masuk kekamarnya.

Gaska yang melihat kemarahan Luqy hanya diam dan mencoba menenangkan Zoya, Gaska yang bingung hanya memilih menyusul Luqy dikamarnya yang berada dibelakang rumah.

"Luqy, buka pintunya!" seru Gaska meminta Luqy membukakan pintu sedangkan Zoya yang masih marah meninggalkan ruang tamu dan ibu yang hanya menatap Zoya takut. Zoya yang emosi pun duduk didalam mobil menunggu Gaska selesai berbicara dengan Luqy, sementara Luqy yang tak ingin berbicara dengan abangnya pun mencoba untuk membisu dan tidak membukakan pintu.

"Oke, mungkin kamu marah sama Zoya dan aku. Tapi setidaknya kamu dengerin dulu penjelasan aku, aku ini abang mu Luqy. Mungkin yang diomongin Zoya itu salah, tapi dia ada benernya".

"Bener? Bener dari mana? Aneh, Ana nggak salah apa-apa. Justru Zoya yang nggak tau malu, dia yang suka sama abang, tapi dia manfaatin kesalahan bapak buat nikah sama abang yang jelas-jelas nggak suka sama Zoya" jelas Luqy dari dalam kamar.

"Seenggaknya kamu nurut aja sama Zoya, kamu nggak mau kan ibu masuk penjara karena masalah ini? Bapak yang dianggep bersalah atas bangkrutnya pabrik garment papahnya Zoya, kita juga nggak mungkin ganti semua uang pesangon pekerja, uang dari mana kita?" jelas Gaska mengingatkan Luqy bahwa mereka harus bertanggung jawab atas bangkrutnya pabrik milik papah Zoya yang dikelola bapaknya yang kini telah meninggal dunia.

"Itu urusan aku, bang. Aku nggak bakal biarin ibu masuk penjara, aku juga nggak mau Ana sakit lagi, aku bakal jagain Ana dan ibu. Kamu pergi aja, bang. Jangan sampe istri mu nyakitin Ana dan Ibu, atau dia yang bakal nanggung akibatnya" jelas Luqy dari dalam kamar.

"Aku titip Ana, Luqy" batin Gaska sembari melangkah meninggalkan Luqy dan berpamitan dengan ibunya diruang tamu. Ditancapnya gas mobil milik Zoya meninggalkan rumah yang selama ini menjadi tempat bernaung dan tempatnya memupuk impian yang kini sirna akibat kesalah pahaman yang menjadikan bapaknya seorang pelaku dari bangkrutnya pabrik.