Ayu merasa sangat sedih memikirkan orang tuanya, tetapi dia sadar bahwa itu tidak akan mengubah apa pun dalam hidupnya sekarang. Dia tersenyum dan mengatakan semuanya baik-baik saja tidak perlu khawatir? Hiro yang tampak cemas masih tercengang karena itulah satu-satunya tanggapan yang dia dapatkan.
"Apakah kamu yakin kamu baik-baik saja?"
"Ya!"
Ayu yang selama ini telah merasakan banyak kesedihan dengan mudahnya menekan perasaan tidak nyaman ini, dia sudah terbiasa dan tidak akan larut terlalu lama dengan perasaannya sendiri. Dia berpikir dengan akal sehatnya, dia telah pergi ke dunia lain dan tentang masa lalu harus dia lepaskan. "Aku sangat terkejut melihatmu menangis." Hiro merasa Ayu memiliki kepribadian yang kuat saat dia dengan cepat mengubah wajah sedihnya menjadi ceria. "Meskipun kamu masih muda, kamu sangat kuat dalam menekan perasaanmu sendiri, Ayu jika kamu merasa sedih kamu bisa menceritakan dan berbagi denganku."
"Hiro, apakah kamu pernah memikirkan orang tuamu?"
"Ah, ya, berkali-kali. Kadang saat tidur aku memimpikan orang tuaku. Aku sangat senang meski aku sadar itu hanya mimpi."
Ayu penasaran dengan kehidupan Hiro, Ayu meminta Hiro menceritakan masa lalunya. Ketika Hiro berada di Desa Pemula, Hiro dan orang tuanya hidup bahagia seperti pada umumnya, namun itu berlangsung selama 10 tahun sebelum bencana melanda Desa Pemula karena dulu ada gelombang Monster yang menyerang desa setiap tahun.
Ayu terkejut bahwa cerita yang Hiro ceritakan tidak ada di dalam game. Ayu menyimak dengan seksama ketika Hiro bercerita tentang ayahnya, Wilar Gordan, mantan Hunter peringkat C yang tinggal di desa karena suatu alasan, cerita mulai berubah menjadi romantis ketika ayahnya bertemu ibunya, Rosene. Wilar Gordan adalah Hunter sederhana yang tiba di Desa Pemula secara tidak sengaja. Rosene adalah gadis yang selalu dikucilkan oleh penduduk desa karena alasan yang aneh karena dia memiliki rambut hitam dan iris mata hitam. Hiro berhenti bercerita tetapi didesak oleh Ayu untuk melanjutkan. Wilar Gordan adalah seorang pemuda berambut pirang dengan iris mata biru yang entah kenapa tiba-tiba memilih tinggal di desa dan dekat dengan Rosene.
"Aku malu melanjutkan tapi Ibu bilang alasan Ayah tinggal di desa karena Ayah suka jatuh cinta dengan Ibu..."
"Oh, bagaimana lanjutannya, tolong ceritakan lagi!"
Hiro melanjutkan kisahnya tentang kisah cinta orang tuanya yang berlangsung hampir sebulan setelah itu mereka memilih untuk menikah dan lambat laun pandangan penduduk desa terhadap Rosene mulai berubah sejak menikah dengan Wilar. Wilar Gordan juga ditunjuk sebagai kepala desa untuk membantu melindungi desa dari serangan Goblin. Setiap tahun banyak kejadian aneh yang sering menyerang menimpan desa karena para Goblin semakin brutal untuk menghancurkan desa tetapi ayah Hiro mampu mengatasinya bersama dengan penduduk desa. Hiro, yang saat itu berusia enam tahun, masih ingat bahwa setiap kali ayahnya pulang, kondisinya buruk, sering terluka, meski tidak fatal.
"Ketika aku berusia 10 tahun, gelombang Monster yang paling menakutkan muncul ketika aku berada di rumah bersama Ibuku, Goblin yang tak terhitung jumlahnya menyerang desa dan ada banyak korban."
"Lalu..."
"Lalu, ada beberapa Goblin yang mendobrak masuk ke rumahku, Ibuku mencoba melawan mereka dengan sekuat tenaga untuk melindungiku dan sesuatu yang buruk telah terjadi padanya, aku tidak bisa tidak takut pada waktu itu… Aku tidak bisa berbuat apa-apa..."
Rosene terbunuh dalam insiden itu karena melindungi Hiro. Wilar yang pulang hanya bisa kaget dan menyalahkan Hiro karena tidak melindungi ibunya. Sebulan kemudian, depresi Wilar menjadi sangat buruk sehingga dia jatuh sakit dan sebelum dia meninggal kata-kata terakhir Wilar, dia sangat membenci Hiro.
"Jika saat itu aku kuat aku akan mampu melindungi ibuku, Ayah tidak akan marah padaku... Ayah sangat mencintai Ibu aku menyadari mengapa dia sangat membenciku sampai akhir..."
"Maaf Hiro. Aku memaksamu menceritakan masa lalumu," kata Ayu.
"Kamu tidak perlu meminta maaf. Aku senang bisa saling berbagi masa lalu denganmu."
"Apakah masih ada serangan monster di desa? Kita harus kembali ke sana setelah menyelesaikan penjelajahan ini!"
"Tentang itu tidak ada serangan yang lebih parah dari yang terakhir. Aku telah menjaga desa dari setelah kejadian itu sampai sekarang masih aman entah bagaimana gelombang Monster tidak ada lagi sekarang."
"Nanti setelah kita selesai dengan masalah pahlawan kita, kita akan kembali ke desa lagi aku janji!"
"Kamu sangat emosional karena ceritaku."
"Tentu saja karena ceritamu aku ingin tinggal di desa dan menjaga desa!"
"..." Hiro terdiam.
Sesampainya di tempat tujuan, Argeta dan Mokul hanya menatap Ayu dan Hiro kini menuju ke arah mereka berdua. "Mereka sangat cocok dan akrab." Mokul memegang dadanya sambil terlihat bangga. Argeta hanya tersenyum tapi dalam senyumnya ada rasa kasihan pada Hiro yang pasti tidak bisa mengungkapkan perasaannya.
"Kamu seperti seorang ayah yang suka melihat anaknya punya kekasih," kata Argeta.
"Hahaha, kamu mengolok-olokku karena aku sudah cukup tua!"
"Tidak, aku hanya merasa kamu seperti seorang ayah."
"Hmm, kata-katamu tidak enak didengar."
"Kami mengumpulkan cukup banyak kayu bakar!" kata Ayu bersemangat.
"Kalian berdua butuh waktu lama, jangan bilang kalian mengumpulkan sambil bermesraan dan bercumbu panas," kata Mokul.
"Bercumbu panas?" gumam Ayu.
"Aih, jangan bicara omong kosong! Ayu dan aku hanya mencari kayu bakar," kata Hiro untuk menutupi gumaman Ayu.
"Ahem, orang tua sangat tidak tahu malu," kata Argeta.
"Hah! Siapa yang kau panggil tua, kau mengolok-olokku lagi!"
"Tidak, aku hanya berbicara pada diriku sendiri," kata Argeta.
"Mokul, bercumbu panas itu apa artinya?"
"Weeh," respon Mokul ke Ayu.
"Geta, jangan bilang dia begitu polos, aku tidak bisa membayangkan seusianya tidak pernah melakukan itu."
"Namaku Argeta bukan Geta, dia masih polos jadi perhatikan apa yang kamu katakan!"
"Ah, maaf aku tidak tahu..."
"Jangan bertengkar lagi. Ayu, yang dimaksud Mokul hanya basa-basi, tidak perlu dijelaskan, artinya tidak penting."
"Mmm," kata Ayu yang masih penasaran dengan artinya.
Argeta memerintahkan Mokul untuk berjaga-jaga sendiri sebagai hukuman karena kata-katanya vulgar tidak boleh diucapkan di depan umum. "Aih, dia sangat kejam sehingga hanya aku yang berjaga di malam yang dingin ini." Mokul tersenyum ketika melihat api unggun yang tidak dia duga akan menjelajah bersama tiga remaja. Tak lama kemudian, Mokul menoleh ke arah sumber suara yang tak lain adalah suara Ayu yang keluar dari tenda dan duduk di sebelah Mokul.
"Kamu bangun?"
"Aku tidak bisa tidur. Oiya Mokul, aku ingin tahu apa artinya bercumbu panas?
"Aa-."
Mokul tidak menyangka akan diberikan pertanyaan yang tidak bisa dia jawab untuk seorang gadis yang masih polos namun menurut Mokul tidak ada salahnya memberikan pengetahuan kepada gadis lugu ini untuk mengetahui arti dunia. Bagaimanapun, Hiro akan sangat berterima kasih padanya, jika tidak, Hiro akan sangat berterima kasih padanya di masa depan.
(Update: Kamis, 27 Januari 2022)
Terima kasih sudah membaca ceritaku! Tunggu kelanjutanhya!