webnovel

Perjamuan Keluarga Smith

Ares menatap beberapa penjaga yang sedang berdiri di depan gerbang. Ares menghela napas panjang. Dia menatap sandal jepit yang baru saja dipakainya.

"Apakah Martha akan menemuiku?" tanyanya. Ares melewati penjaga yang sudah berada di depan pintu gerbang. Para penjaga itu menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Mau ke mana?" tanyanya. Ares mengerutkan kening.

"Aku keluarga Smith," sahut Ares dengan penuh percaya diri. Seharusnya para penjaga itu tahu bahwa dia adalah salah satu menantu dari keluarga Smith. Para penjaga itu memperhatikan Ares dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ares menghela napas panjang.

"Aku tidak percaya, para menantu keluarga Smith adalah lelaki kaya raya. Kau berbeda, bung!" ucapnya. Ares mengerutkan kening tidak mengerti. Apakah para penjaga itu tidak percaya kepadanya?

"Aku adalah suami dari Martha, kau harus tahu itu!" ucap Ares dengan tegas. Para penjaga masih tidak membuka gerbang pintu. Melihat Ares memakai sandal jepit membuat mereka benar-benar ragu.

"Buka pintu itu! Aku ingin masuk, aku membawah cokelat kesukaan tuan Robert!" jelas Ares mencoba menyakinkan. Para penjaga itu secara terpaksa membukakan pintu gerbang kepada Ares.

Ares kemudian berjalan menuju taman belakang rumah. Dia menatap beberapa lelaki dan perempuan sedang berkumpul untuk persiapan perjamuan makan malam. Ares melirik ke kiri dan ke kanan. Dia mencari Martha sang istri.

"Kau?" sahut Ladifa. Dia menatap Ares dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ares benar-benar tidak suka ditatap dengan pandangan sinis oleh kakak iparnya sendiri.

"Martha sudah tidak ingin bersamamu!" ucap Ladifa segera.

"Mengapa?" tanya Ares penasaran. Ladifa menghela napas kasar ke udara.

"Kau seharusnya tahu Ares, adikku itu perlu kehidupan yang baik. Kau malah membawahnya ke jurang kemiskinan. Bahkan berlian saja kau tidak bisa membelikannya. Miskin sekali kau, Ares!" cercah Ladifa. Ares sudah biasa mendengarkan kata-kata itu dari mulut kakak iparnya.

"Aku masih berproses, aku akan usahakan membuat Martha bahagia," jawab Ares secepat mungkin.

Ch!

"Kau lelaki miskin, Ares. Aku yakin sampai beribu tahun pun, kau tidak akan bisa membelikan rumah mewah dan berlian indah untuk adikku itu. Aku merasa bahwa ayahku, benar-benar menyesal menikahkanmu dengan Martha!" ucap Ladifa panjang lebar. Setelah mengatakan hal itu, Ladifa lalu bergegas pergi.

Ares mengusap wajahnya secara kasar. Beberapa orang yang sedang asik berbicara di taman perjamuan menatap Ares dengan ekspresi jijik.

"Martha, di mana kau?" sahut Ares, dia bergegas mencari Martha. Dari arah jauh, Ares bisa melihat tuan Robert dan nyonya Ninik sedang duduk bersama. Ares bergegas berjalan menghampiri mertuanya itu.

"Ares?" sahut nyonya Ninik. Perempuan tua itu adalah ibu dari tuan Robert yang merupakan nenek dari Martha. Hanya perempuan tua itu yang menyukai Ares di keluarga Smith. Ares lalu memeluk nyonya Ninik.

"Ke mana saja kau Ares?"

"Nenek sangat merindukanmu, mengapa tidak datang ke keluarga Smith?" tanya nyona Ninik. Dia menatap Ares dengan ekspresi bahagia. Nyonya Ninik adalah nenek Martha yang berumur 75 tahun.

"Nenek, apakah kau melihat cucu cantikmu itu?" bisik Ares. Melihat kedekatan Ares dan nyonya Ninik, membuat tuan Robert tidak suka.

"Oh Martha, apakah kau belum melihatnya?" tanya nyonya Ninik terheran, Ares menganggukan kepala secepat mungkin.

"Cari saja dia di dalam rumah, semoga kau bisa bertemu istrimu, Ares!" ucap nyonya Ninik sambil tersenyum hangat. Ares selalu suka berbicara kepada nenek Martha. Hanya perempuan tua itu yang memperlakukannya secara baik di keluarga Smith.

***

"Aku sudah bilang, aku tidak suka ke sana!" ucap Martha. Dia menatap Ladifa yang sedang berdiri di depannya.

"Lihat si Thomas sudah datang," ucap Ladifa sambil menunjuk seorang lelaki berjas hitam dengan sepatu pentopel yang mengkilat sedang berjalan menuju ke arah mereka.

Martha menghela napas panjang.

"Hai, Martha?"

"Kau selalu cantik," puji Thomas saat menatap wajah Martha. Lelaki itu memperhatikan Martha dari ujung kepala sampai ujung kaki. Martha menatap Thomas.

"Bagaimana suamimu?" tanya Thomas kemudian. Dia mencari Ares. Beberapa menit kemudian. Ares menatap istrinya sedang berbicara dengan seorang lelaki. Ares bergegas berjalan dan menuju ke depan Martha.

"Martha!" sahut Ares. Dia menatap istrinya itu. Ares tidak lupa menatap Thomas yang sedang berdiri di samping Martha.

"Kau sudah datang?" sahut Martha takjub. Ares menganggukan kepala. Thomas menahan tawanya saat melihat baju yang digunakan Ares cukup besar dari bobot tubuhnya. Selain itu, sandal jepitnya tidak begitu cocok dengan setelan jasnya.

"Kau mengapa tertawa?" tanya Ares dengan pandangan tajam. Dia menatap Thomas dengan ekspresi tidak suka.

"Kau meminjam baju lagi?" Martha memperhatikan lekat-lekat jas yang digunakan suaminya.

"Aku sudah katakan, Martha. Suamimu ini tidak akan bisa membuatmu bahagia," ucap Thomas lalu bergegas pergi menuju meja makanan. Dia menatap Ares dengan ekspresi jijik.

Martha menghela napas panjang menatap Ares.

"Kau lihat kan? Kau selalu membuatku malu, Ares! Kapan kau tidak membuatku malu?" maki Martha. Ladifa tersenyum saat melihat adiknya sedang marah.

Ares menundukan wajahnya ke bawah. Wajahnya benar-benar malu saat Martha memakinya di depan banyak tamu. Bahkan tuan Robert spontan melihat wajah anaknya.

"Maafkan aku, Martha. Tuan Davidson memberikanku jasnya kemarin malam. Maafkan aku jika benda ini membuatmu malu," ucap Ares lirih. Martha mengacak rambutnya frustasi.

Dia lalu bergegas meninggalkan Ares yang berdiri lemas. Ladifa tersenyum puas, sama seperti tuan Robert. Lelaki paruh baya itu kemudian berjalan dan menghampiri Ares.

"Kau seharusnya tahu, keluarga Smith adalah keluarga terpandangan di Las Vegas. Kau harus tahu bahwa putriku yang cantik sangat sepadan dengan lelaki kaya, sebut saja seperti Thomas," bisik tuan Robert. Ares menghela napas panjang. Seakan ada beban yang berada di tengorokannya saat ini.

"Ceraikan saja Martha, kau perlu berapa uang?"

"Aku ingin menikahkan Martha dengan Thomas. Kau tahu kan kalo Thomas menanam saham kelapa sawitnya di perusahaan Smith? Kau bisa diandalkan apa, Ares?" sambung tuan Robert. Dia sedikit meninggikan suaranya agar seluruh tamu yang hadir bisa mendengarkannya. Tuan Robert ingin semua keluarga Smith tahu bahwa Ares sangat hina jika berdampingan dengan Martha yang cantik dan cerdas.

"Aku akan membahagiakan istriku, tuan Robert. Kau tidak perlu khawatir," ucap Ares. Dia berusaha menahan malunya. Ares menatap wajah mertuanya itu.

Ch!

"Berlian saja kau tidak mampu, apa perlu aku ceritakan semua ini?" ucap tuan Robert. Ares mencoba menutup wajahnya. Seluruh keluarga Smith seakan memandanginya dengan ekspresi penuh kebencian.

Nyonya Ninik mendorong kursi rodanya dan berjalan menuju Ares.

"Robert, jangan kau katakan hinaan kepada Ares. Dia adalah cucu menantu kesayanganku. Kelak, kau akan menjilat ludahmu sendiri!" cercah nyonya Ninik.

"Ibu, jangan membela Ares. Dari semua menantu kita, lelaki itu adalah lelaki yang miskin," jelas tuan Robert. Nyonya Ninik mendorong kursi rodanya untuk masuk ke dalam rumah. Dia sudah tidak tertarik dengan perjamuan makan malam. Bagi nyonya Ninik, Ares adalah menantunya yang sangat dia banggakan.

"Ibu, kau mau ke mana?" tanya tuan Robert.

"Aku malas berurusan dengan lelaki gila harta sepertimu!" sahut nyonya Ninik. Dia mempercepat laju kursi rodanya untuk melaju masuk ke dalam rumah. Tuan Robert mengusap wajahnya secara kasar. Dia menatap Ares dengan ekspresi tidak suka.

"Dasar menantu tidak berguna! Aku sudah katakan kepadamu, kau tidak memiliki hak di sini!"

"Kau sangat miskin, aku lebih baik bermenantukan Thomas dari pada kau, Ares! Aku sangat menyesal!" sergap tuan Robert sambil menujuk wajah Ares. Lelaki itu kemudian masuk ke dalam rumah mengikuti ibunya.

Bersambung …