"Maksud ibu bagaimana?" tanya Abraham tidak paham, tangannya menggaruk keningnya yang tidak gatal.
"Itu lho, mbak Dea kan orangnya ramah tamah, supel, jadi banyak yang suka, terutama para lelaki. Coba saja mbak Dea belum menikah pasti sudah saya jadikan menantu," ucap ibu Astuti dengan nada kecewa, ibu Astuti ini memiliki anak lelaki seumuran dengan Rama, kemudian matanya menatap Dea yang sedang berbicara dengan temannya, ibu Mila namanya.
"Mbak Dea itu istri dan wanita yang baik, suka ngasih saya dan satpam komplek masakannya kalau banyak masaknya. Suka kasih oleh-oleh kalau lagi habis pulang dari liburan bersama mas Rama, suaminya mbak Dea," sambung ibu Astuti lagi.
Abraham memperhatikan Dea dengan detail, ck bukan kriteria wanita idamannya, pikir Abraham. Sesaat kemudian ada mobil sedan datang dan berhenti di rumah sebelah, tepatnya di rumah Dea. Nampak sosok pria tampan keluar dari mobil tersebut kemudian tersenyum kepada Dea, Dea pun membalas senyuman itu, "tumben telat pulangnya, Sayang," sapa Dea pada pria itu yang di dengar Abraham.
"Hmm, kamu tahukan suamimu ini sibuk," sahut pria itu yang ternyata adalah suami Dea, "not bad," gumam Abraham, karena Abraham akui suami Dea memang tampan dan tinggi walau dirinya lebih tinggi dan lebih tampan dari suami Dea karena dirinya blasteran.
"Oya, Sayang. Ada tetangga baru," ucap Dea yang kemudian menarik sang suami kerumah Abraham, suami Dea nampak malas karena lelah mungkin, dengan sedikit memaksa dan akhirnya mereka sampai di depan pagar rumah Abraham.
"Eh mas Rama, sudah pulang?" sapa ibu Rima, suami Dea yang bernama Rama itu tersenyum lalu mengangguk.
"Mas Abraham!" seru Dea, Abraham pun menoleh kearah Dea. Sempat Abraham melihat tatapan tidak suka di mata Rama, suami Dea saat istrinya menyebut namanya.
"Ya," jawab Abraham sambil tersenyum, "ini mas Rama, suamiku," ujar Dea seraya mengulurkan tangan sang suami agar berjabat tangan dengan Abraham. Abraham menyambut uluran tangan tersebut seraya menyebut namanya juga dengan senyuman.
"Masuk yuk," Rama melingkarkan tangannya di bahu Dea lalu mengecup keningnya dan melirik kearah Abraham, "sekali-sekali ngrumpi kek mas Rama," celetuk ibu Astuti yang di tanggapi senyuman oleh Rama, sedang mata Abraham tidak lepas dari Dea dan suaminya.
"Mas Rama-nya lelah bu, saya masuk dulu ya. Selamat sore semuanya!" pamit Dea sopan dan ramah pada orang-orang di sana dan mereka pun membalas dengan ramah.
"Saya sebenernya kasihan sama mbak Dea, dia di larang keluar kalau suaminya ada di rumah. Terus kalau mau keluar harus ditemani suami atau harus ijin dulu sama mas Rama," keluh ibu Rima yang sepertinya memperhatikan keseharian Dea.
"Nah itu tadi keluar?" tanya Abraham heran, kemudian ibu-ibu itu melirik kearah rumah Dea sebentar dan mendekat kearah Abraham lalu berkata, "kan suaminya tidak ada, kalau ada yang di kurung," bisik ibu Astuti yang ikut menimpali.
"Takut diculik kali ya bu, secara mbak Dea itu kan macan, manis juga cantik. Nggak ngebosenin lagi," bisik ibu Rima yang membuat ibu-ibu di sana tertawa terbahak.
Abraham hanya geleng-geleng menanggapi ocehan ibu-ibu tersebut. Setelah itu mereka berpamitan pulang dan Abraham pun masuk setelah selasai mengangkat semua barang-barang miliknya.
"Dea," tanpa sadar Abraham bergumam menyebut namanya dan tersenyum, lalu senyumnya memudar dan meringis saat mengingat tatapan suami Dea. Krucukkk, bunyi perut Abraham meronta meminta jatah makan siang.
"Ah, begini nasib duda, apa-apa harus sendiri, mau ngajak mbok Sumi juga ngga mungkin, nanti mama kerepotan," gumamnya saat mendengar perutnya berbunyi protes minta makan, Abraham adalah duda tanpa anak karena sang istri dulu meninggalkan dirinya dengan pria lain. Saat itu usaha Abraham hampir bangkrut, sedang sang mantan istri yang terbiasa hidup bergelimang harta tidak terima, akhirnya mantan istrinya memilih selingkuh dengan pria yang lebih kaya dari Abraham.
Abraham yang akhirnya mengetahui perselingkuhan istrinya pun menggugat cerai sang istri, awal bercerai Abraham agak terpuruk namun dia bertahan demi sang mama yang sangat dia cintai. Sedang sang papa sudah pergi saat dia masih duduk di bangku SMA.
Perusahaan yang kala itu tidak ada yang menanggani pun Abraham coba kelola dengan bantuan asisten kepercayaan sang papa, dan di waktu bersamaan Abraham mengambil kuliah agar bisa meneruskan usaha sang ayah.
Apes memang, saat asisten kepercayaannya mengambil cuti ada orang yang korupsi uang perusahaannya, beruntung hanya sedikit dan bisa di tangani sang asisten dan Abraham.
Karena kepandaian Abraham usaha mereka pun berkembang dan maju pesat, setelah lulus kuliah Abraham mengambil alih perusahaan tersebut hingga akhirnya di mengenal sang mantan istri dan mereka menikah.
Sikap boros dan foya-foya sang mantan istri harus membuat Abraham bekerja lebih keras, di pernikahannya yang berumur enam bulan atau setengah tahun pun mereka masih belum dikaruniai momongan, padahal sang mama dari Abraham sudah meminta karena rasa kesepiannya.
Abraham dan istri memang tinggal bersama sang mama, namun sang istri tidak terlalu dekat dangan sang mertua. Di tahun pertama pernikahan keuangan perusahaan Abraham mulai failit di karenakan sang istri sering mengambil uang di sana, dan setelah beberapa bulan lamanya perusahaan Abraham terancam bangkrut dan di saat itu juga dia mendengar kabar bahwa sang istri sedang menjalin hubungan dengan pria lain yang lebih kaya.
Tanpa pikir panjang Abraham pun menggugat cerai sang istri karena dia menemukan foto-foto sang istri sedang tidur nyaman tanpa sehelai pakaian pun di pelukan pria paruh baya seumuran ayah mereka.
Setelah perceraian itu, Abraham mulai bangkit dan akhirnya dia sukses hingga bisa membuka cabang di kota ini.
"Apa sebaiknya mama dan mbok Sum aku ajak kesini ya? Kan di sini banyak ibu-ibu yang bisa mama ajak ngerumpi?" gumam Abraham berpikir.
Setelah itu keseharian Abraham pun berjalan dengan biasa, setiap sore terkadang dia mendapati Dea sedang berdiri bersandar pada tembok dan menatap jalan, menunggu sang suami mungkin, pikir Abraham.
Sampai suatu hari pada saat siang menjelang dan saat dia sedang cuti kerja ada yang mengetuk pintu rumahnya, karena penasaran Abraham pun berjalan melangkah mendekati pintu dan membukanya. Nampak wanita dengan rambut di gerai memakai daster tanpa lengan mungkin dan memakai jaket, tanpa mengenakan make up berdiri sambil tersenyum kepadanya.
"Selamat siang mas Abra," sapa wanita itu sopan tak lupa di bumbui senyum yang memperlihatkan lesung pipitnya, "ya siang, ada yang bisa di bantu, Mbak Dea?" tanya Abraham sopan, ternyata wanita itu adalah Dea wanita sebelah rumah.
"Mas Abra lagi sibuk?" tanya Dea hati-hati, tangannya terlihat meremas ujung daster yang dia pakai, Abraham memincingkan mata menatap wanita yang berdiri di hadapannya.
Dea menarik tangan Abraham agar keluar rumah, lalu tanpa di persilahkan Dea duduk di kursi teras rumah Abraham yang tersedia di sana. Dea menunduk nampak ragu mengatakan keinginannya, entah kenapa tiba-tiba Abraham berfikir negatif akan wanita ini.