webnovel

Prolog

POV. SUCI

Malam yang indah berubah menjadi malam penuh bencana. Malam pengantinku, menjadi malam penuh angkara murka. Dia, pria yang kuterima pinangannya, terlalu marah dengan kenyataan kondisiku sebenarnya. Aku sedih, merasa bersalah karena tak jujur sebelumnya. Namun, haruskah aku ungkapkan semua masa lalu yang memang ingin kulupakan? Masa lalu yang kelam.

Dengannya, aku hanya ingin menatap masa depan. Dengannya, kuingin menulis lembaran baru tanpa sisa-sisa noda di masa lalu. Akan tetapi, kenyataan tak seindah harapan. Aku terhempas, justru di malam yang ingin kukenang sebagai malam paling berkesan.

"Kamu sudah tidak perawan?" Mata suamiku, Ardi Sanjaya melotot tak percaya. Dia meributkan malam pertama kami, di mana aku tak mengeluarkan darah.

Melihat sikapnya, aku menunduk ketakutan. Tak kusangka itu penting baginya.

"Kusangka kau gadis, tapi kenapa ini bisa terjadi? Kamu pernah berzina?" Dia mencercaku lagi. Menyudutkan aku hingga rasanya terlalu hina arti seorang gadis tanpa selaput dara.

"Kenapa itu penting bagimu, Mas? Bukankah dirimu juga bukan perjaka? Ingat, Mas, kamu seorang duda," kataku menolak terus disudutkan.

Memang salahku tidak berterus terang dari awal. Tapi kenapa harus berterus terang? Semua hanya masa lalu. Aku sudah berubah, sudah bertobat. Aku tidak akan mendekati zina lagi. Mengapa tak ada yang mau percaya? Tak pantaskah aku diterima apa adanya?

"Aku memang duda. Dan kamu sudah tahu. Bahkan kamu juga tahu kenapa aku jadi duda. Istriku berselingkuh selagi aku kerja banting tulang di luar kota. Dan kamu, kenapa tak bilang jika sudah tak perawan? Kapan kamu kehilangan keperawanan? Kamu masih gadis, seharusnya kamu bisa jaga kehormatan!"

"Bukankah katamu dulu saat meminangku, masa lalu tak penting? Yang penting adalah saat ini aku mau menggapai sakinah mawadah warohmah denganmu, Mas. Itu katamu. Ingat mas, kamu sendiri yang menyakinkan aku untuk menikah denganmu."

"Tapi tidak untuk hal seintim ini. Kau sudah melangkah sejauh ini dan kau menutupi? Seseorang yang mudah menyerahkan dirinya pada hawa nafsu, tak'kan mampu menjaga sakralnya kesucian pernikahan. Suci namamu, tapi ternyata kamu tak suci lagi. Aku kecewa!"

Lalu Ardi pergi meninggalkanku sendiri di kamar pengantin ini. Kamar yang berhiaskan aneka bunga yang harum mewangi. Kamar yang dihiasi dengan dekorasi romantis warna merah muda. Kamar pengantin di rumah baru Ardi, yang ia khusus beli untuk kami tinggali.

Ia pergi, begitu saja, meninggalkan aku bersama selembar selimut yang membungkus badan.

Aku menangis perlahan. Berpuluh-puluh penyesalan yang kurasakan setelah ikut kajian, tak mengembalikan kesucianku. Kesucian yang sangat penting bagi seorang gadis.

***