webnovel

Rumit Memang

Mata nya menatap teh manis di depan nya. Eiryl menghela berat. Ia hanya ingin tahu alasan Alga kenapa semalam tidak datang. Ia hanya ingin itu.

"Kalo cuma bisa diliatin nggak akan bisa bikin seger atuh, neng."

Seseorang menyadarkan lamunan nya. Eiryl mengangkat wajah nya.

"Eh, kak Alfan," tegur nya saat mengetahui siapa yang datang.

"Ngelamun terus perasaan," ujar Alfan yang sejak tadi memperhatikan Eiryl secara diam-diam.

"Nggak kok. Cuma kepikiran sama mata pelajarannya Pak Oyek tadi," alibi Eiryl.

"Pak Oyek. Bahasa Inggris?"

Eiryl mengangguk.

"Langsung di kasih tugas, ya?"

"Iya begitulah."

"Pak Oyek emang begitu. Tapi asyik kok."

Eiryl mengulum bibir. "Iya. Gue juga tau, kak," balas nya.

"Sendirian aja. Temen lo si...siapa, tuh?" tanya Alfan.

"Putri," jawab Eiryl cepat.

Alfan mengangguk. "Nah, itu. Kemana?"

"Tadi sih, lagi ke ruang konseling," jawab Eiryl apa ada nya.

"Nah, loh. Ngapain?" Alfan terlihat terkejut. Pasal nya diri nya saja masih trauma untuk bertemu dengan guru-guru konseling di sana karena kasus nya dulu.

"Entah." Eiryl mengedikkan bahu nya. Seketika jawaban nya tadi membuat nya harus kembali mengingat sosok Alga. Sosok kaku dengan bahasa nya yang baku. Namun selalu sukses membuat nya tersipu.

Eiryl berdehem kecil. Berusaha mengeyahkan bayang-bayang tentang laki-laki itu.

"Oh iya. Nanti pulang sama siapa? Atau di jemput?"

"Biasa nya sih di jemput."

Klise. Pendekatan yang terlalu klise. Eiryl paham jika Alfan sedang berusaha mendekati nya. Ia tahu itu dan bukan sok tahu. Memang kenyataan nya begitu.

"Mau bareng gue?"

Sudah Eiryl duga sejak awal. Ia menggeleng pelan. "Gue pulang sendiri aja, kak. Barangkali ngerepotin," tolak nya.

Alfan malah tersenyum dengan tampang nya yang di buat manis. "Nggak apa-apa. Kebetulan rumah kita juga nggak begitu jauh."

"Oh, iya?!" Eiryl terkesiap. Sejak kapan Alfan tahu rumah nya?

"Iya." Cowok itu mengangguk santai.

"Tau darimana?" selidik Eiryl memicing.

"Pas sore-sore lo jalan keliling komplek sambil bawa kucing lo itu. Inget?"

"Dih, kapan? Jangan ngarang, deh."

"Kalo nggak salah dua hari sebelum MOS." Alfan berusaha meyakinkan gadis di depan nya.

Eiryl diam sejenak. Berusaha mengingat-ingat sore itu. Ah, iya. memang diri nya pernah berkeliling kompleks sendiri. Melihat sana-sini karena terlalu bosan di rumah.

"Oh." Ia hanya bisa membentuk mulut nya seperti huruf o.

"Jadi, mau?" tanya Alfan memastikan.

"Oke," putus Eiryl.

Senyuman Alfan merekah hanya karena keputusan kecil Eiryl.

"Bentar lagi udah mau bel masuk. Yuk, ke kelas," ajak nya kemudian.

Eiryl mengangguk. Sekali lagi sebelum diri nya beranjak, ia menyeruput es teh manis nya yang sama sekali belum di minum nya. Kemudian bangkit dan berjalan di samping Alfan yang ternyata cukup tegak. Wajar saja, setahu nya cowok itu anggota paskibraka sekolah.

Perjalanan nya menuju kelas dipenuhi dengan obrolan-obrolan yang entah darimana bisa Alfan dapatkan. Cowok itu terus bercerita, dimulai dari pembahasan film favorit nya yang akan tayang minggu ini sampai ke buku yang ia minati selain buku pelajaran.

Hanya Alfan yang bercerita, bukan diri nya.

Hingga langkah nya berakhir di depan pintu kelas dan Alfan pamit menuju kelas nya.

"Abis kemana aja sih lo?" tanya Putri dengan nada nya yang tidak bisa dikatakan santai. Gadis itu tiba-tiba muncul.

Eiryl menoleh. "Kantin," jawab nya kalem.

"Sama kak Alfan?" selidik Putri.

Eiryl mengangguk.

"Kok nggak ajak-ajak gue sih, Li?!" Putri mulai memprotes nya.

Eiryl merotasikan bola mata nya dengan gemas. "Lo kan lagi ke ruang konseling."

"Biar gue tebak. Pasti lo mau pulang bareng dia. Iya, kan?"

Eiryl mengangguk lagi.

"Jahat banget sih, Li!" Putri berseru kesal.

"Kok jahat, sih?" Eiryl membalas protes.

"Alga mau lo kemanain, Li?!" tanya Putri pelan tapi tajam.

Eiryl menghela napas nya dengan kasar. "Gue nggak suka cowok anti sosial kayak dia," jawab nya.

"Lo gila ya, Li?!" seru Putri tidak menyangka atas sikap Eiryl. Sedangkan sahabat nya itu malah melenggang santai menuju bangku nya.

"Li. Nggak bisa gini dong." Putri segera mengejar langkah Eiryl.

"Nggak bisa gimana? Dia aja ninggalin gue. Nggak cuma itu, dia juga bohongin gue, Put," balas Eiryl kesal.

"Gue tau lo kecewa. Tapi apa lo punya alasan buat benci sama dia?"

"Benci?" Eiryl menatap Putri dengan lekat. "Lo bilang gue benci? Benci sama dia?"

"Iya."

"Gue nggak benci. Gue cuma nggak suka sama pembohong."

"Gimana kalo ternyata dia punya alasan yang nggak pernah lo duga?" Putri menantang sahabat nya.

"Alasan apa lagi? Sakit? Punya kepentingan mendesak__"

"Li. Cukup! Nggak gini cara nya buat lo lari dari Alga yang tiba-tiba pergi."

"Ya terus, gue harus nyari dia? kemana, Put? Sedangkan gue nggak tau dia siapa, asalnya dari mana."

"LI!!"

Semua penghuni kelas menoleh ke arah Putri. Menatap nya dengan pandangan aneh dan mereka mulai menggunjing. Putri tidak mempedulikan itu. Ia kembali fokus pada Eiryl.

"Udah ya, Put. Cukup. Kita nggak perlu ngeributin ini," ujar Eiryl berusaha mengambil jalan tengah.

Bersamaan dengan itu Dimas dan Arya masuk ke dalam kelas nya tanpa permisi.

"Firasat gue soal Alga nggak enak," ujar Arya tanpa aba-aba membuat dua cewek di depan nya mengernyit heran.

"Gue tau kalo gue baru berteman sama dia di dalam beberapa hari ini," lanjut nya duduk tepat di bangku depan Putri.

"Tapi lo bisa liat ini." Arya menunjukkan salah satu potret Alga yang sedang tersenyum ke arah kamera ponsel nya dengan wajah nya yang pucat.

Lalu jari Eiryl bergerak menggulirkan layar ponsel milik Arya untuk melihat potret Alga yang lain. Kenapa serumit ini hanya untuk meyakinkan diri bahwa Alga bukan lah pembohong yang seperti ia kira?

"Dan gue kasih tau ke lo, Li." Dimas mendekat ke arah Eiryl. "Alga bukan anak orang berada kayak kita," bisik nya pelan.

Eiryl menarik napas nya. "Jadi gue harus apa?" Ia mengedarkan pandangan nya pada ketiga teman nya.

"Datengin ke rumah nya," jawab Dimas dengan nada nya yang berbeda. Lebih terlihat intens.

"Oke." Eiryl menyetujui nya. "Pulang sekolah kita kerumah nya."

Mungkin sebuah keberuntungan bagi Alga bisa bersekolah di tempat se-elit ini. Eiryl menghela, ia menangkupkan kedua tangan nya di wajah.

Putri bergerak merangkul nya. Lalu membisik, "Kalo lo emang cinta. Lo harus bertahan."

Bel masuk berbunyi nyaring.

"Oke. Nanti gue tunggu di depan kelas," ujar Dimas sebelum memutuskan untuk keluar kelas.

Arya pun menepuk bahu Eiryl dengan pelan. Berawal dari keusilan nya mendesak Alga agar mau mendekati Eiryl, berakhir dengan nya yang harus bertanggung jawab atas semua nya. Iya. Mengenai Alga yang entah kemana dan Eiryl yang mulai jatuh cinta.

Rumit memang.

Eiryl mendesah panjang. Seharusnya ia tidak pernah menganggap kehadiran Alga. Seharusnya ia lebih bisa menjaga hati dari seseorang yang ingin menyentuh nya. Seharusnya ia tidak semudah itu untuk jatuh.