webnovel

Always With Me

Seperti nya ia terlalu pagi untuk menapaki pelataran sekolah yang kini di penuhi oleh panggung pentas seni. Eiryl melirik ke arlojinya. Ya, baru pukul setengah tujuh. Pantas saja sekolah masih terlihat sepi dan tidak banyak siswa-siswi yang berkeliaran.

Langkah nya terus berjalan melewati koridor utama menuju kelas nya yang ternyata saling berhadapan dengan kelas... Alga? Eiryl menghentikan langkah nya saat melihat laki-laki itu tengah berjalan dari arah berlawanan. Tepat nya dari arah tempat parkir. Kedua teman nya pun ada di sisi nya. Mereka sedang bercanda ria, berbeda dengan Alga yang justru sibuk menata rambut hitam dan lebat nya.

Tidak lama kemudian, Dimas bersiul jahil dengan mata tertuju ke arah Eiryl. Lalu merentangkan kedua tangan nya untuk menghentikan langkah kedua sahabat nya.

"Wih, pagi-pagi udah ketemu bidadari aja," Kata Arya setengah berseru girang.

Menanggapi nya Eiryl hanya terkekeh kecil.

Alga mengangkat wajah nya untuk melihat siapa gadis yang kini menjadi target kejahilan Arya dan Dimas. Ah, ternyata... gadis nya. Ehm! Eiryl, bukan gadis nya.

"Hai," sapa Alga agak kaku. Kemudian seulas senyuman mengembang di bibir nya.

Eiryl membalas nya dengan senyuman sekilas. Sebelum mengayunkan langkah kaki nya lagi.

"Ciah, di cuekin," maki Dimas pada Alga.

"Dah biasa itu mah. shy-shy cat." Arya yang merespon nya.

"Oh iya bener." Dimas mengangguk.

Alga geleng-geleng kepala sambil menatap langkah Eiryl yang sebentar lagi menghilang masuk ke kelas nya. Kemudian Dimas dan Arya menepuk bahu nya bergantian. Mereka berlalu masuk ke kelas lebih dulu.

Menghela napas sejenak dan berusaha melupakan hal tadi. Alga segera menyusul langkah kedua sahabat nya.

Seiring berjalan nya waktu, kelas mulai ramai oleh para penghuni baru nya. Mereka bersiap-siap merapikan segala kostum aneh yang di pakai nya. Alga? Ia hanya mengenakan kostum sederhana dengan blangkon di kepala nya. Tapi, menurut nya itu cukup untuk menambah kadar ketampanan nya yang natural.

Iya, hari ini adalah hari terakhir masa orientasi siswa. Dan semua nya di wajibkan memakai kostum sekreatif mungkin.

Dimas menggunakan kain songket di pinggang nya dengan asal. Sampai ada seseorang berseru memaki nya.

"Bukan gitu make nya, bego!" Itu suara Anye yang kata nya seorang selebgram sekaligus model majalah remaja.

"Dih! Gue yang make lo yang repot. Dasar betina!" balas Dimas memaki nya.

Anye terlihat mendesis sebal. Kemudian dengan langkah nya yang lebar mendekati Dimas. Ia menarik kasar kain songket yang Dimas kenakan.

"Nih, lihat. Gue ajarin," kata nya dengan nada bicara tidak bisa santai.

"Hm," Dimas hanya menggumam malas.

Pandangan Arya tertuju pada jam dinding. Lima menit lagi pasti bel akan berbunyi nyaring dan menyuruh semua siswa baru untuk berkumpul di pelataran luas sekolah.

Sedangkan Alga, ia menyembulkan kepalanya dari balik jendela yang terbuka lebar. Mata nya tanpa sengaja menangkap sosok Eiryl yang tengah membantu Putri untuk mengenakan mahkota nya yang terbuat dari anyaman kertas warna-warni.

"Ada pengeran Diponegoro, tuh," tunjuk Putri ke arah seberang. Tepat saat Alga masih menatap ke arah nya. Ah, lebih tepat nya ke arah Eiryl.

Eiryl menoleh. Kedua mata nya mengikuti arah telunjuk Putri yang ternyata mengarah pada Alga. Laki-laki itu terlihat cepat memalingkan wajah nya ke arah lain dan berjalan menjauh.

Bel berbunyi lalu di susul dengan para senior yang mulai menertibkan peserta MOS untuk segera berbaris rapi di lapangan sesuai dengan blok yang sudah di sediakan.

Blok nya kurang lebih seperti ini. Dimulai dari kelas 10 IPA 1 sampai 10 IPA 5 dan di lanjutkan dengan kelas 10 IPS 1 sampai 10 IPA 5.

Alga bergegas ikut keluar kelas. Ia mengekor Dimas dengan kedua netra nya yang masih sibuk merapikan kostum yang dipakai nya. Namun dengan tiba-tiba langkah nya harus tercegat saat ada seseorang yang menarik tangan dan malah membawa nya menuju sudut koridor.

Terkejut. Jelas saja. Kini Eiryl ada si depan mata nya dengan tangan yang cekatan membenahi penampilannya yang asal-asalan. Tangan gadis itu pun dengan ahli merangkai dasi kupu-kupu yang Alga kenakan. Terlihat lucu. Tapi gadis itu termangu menatap bahu Alga dengan pandangan kosong.

"Hei," tegur Alga.

Eiryl mengangkat wajah nya. "I want you, always with me," ujar nya pelan.

Alga tercekat. Raut nya berubah seolah menunjukkan pertanyaan mengapa.

"Kita bahas ini nanti," tambah Eiryl seakan tahu yang ada di dalam pikiran Alga. Ia pun berlalu sebelum ada senior yang menggebrak nya.

Untuk kesekian kali nya Alga tersadar. Ia benar-benar sudah menyentuh hati Eiryl. Padahal otak nya saja masih belum terlalu hapal dengan nama gadis itu.

"HEI, KAMU!" Itu suara dari seorang kakak kelas yang menjabat sebagai divisi kedisiplinan.

"CEPAT KE LAPANGAN!" titah nya kemudian tanpa bisa di bantah.

Mata Alga mengedar. Eiryl sudah menghilang dan di sudut koridor ini hanya ada diri nya.

"YEUH, MALAH BENGONG!" gertak senior itu lagi. "CEPETAN! YANG LAIN UDAH KUMPUL! ATAU LO MAU GUE HUKUM!" ancam nya kemudian.

"Santuy dong," balas Alga kesal dengan kakak senior yang sok menggertak nya.

"Santuy-santuy," gerutu senior tersebut.

***

Matahari terlihat mulai meninggi. Namun antusias para siswa dan siswi baru tidak surut begitu saja. Mereka terlihat bersemangat menonton penampilan dari ekstrakurikuler seni. Dimulai dari seni tari hingga seni beladiri.

Dimas menepuk-nepuk bahu nya. Kemudian mengarahkan kepala nya pada sosok gadis yang kini tengah di hampiri oleh seorang laki-laki. Ia kenal siapa laki-laki itu.

"Nama nya Alfan. Gue sama dia pernah satu sekolah. Dulu waktu SMP," katanya menjelaskan.

"Itu orang apa nggak tau, ya," ujar Arya menyahuti.

"Belum aja," balas Alga santai.

"Emang tau apa?" tanya Dimas mengernyit heran.

"Nah, ini. Si Alga sama si Eiryl. Mau kita satukan dalam satu ikatan cinta," balas Arya agak heran juga. Sejak kapan sahabat nya ini jadi telmi, telat mikir.

Tawa Alga pecah. Ujaran Arya menurut nya terlalu melambung tinggi. Ah, mana mungkin diri nya yang hanya menjadi anak dari seorang buruh serabutan bisa mendapatkan sosok Eiryl si Putri keraton yang selalu dielu-elu kan menjadi pacar nya oleh kedua teman nya. Lagipula, usia nya baru saja menginjak ke enam belas tahun.

"Malah ketawa lo," protes Arya.

Alga berusaha menghentikan tawa nya yang sebenar nya begitu hambar. "Udah lah, itu urusan Tuhan. Kita mah santuy aja," ujar nya.

Ramah. Riuh. Seru. Saat ada lagu kebanggaan kaum romantika mulai menggema ke seantero sekolah.

Semua peserta MOS yang menjadi penonton dan tanpa terkecuali ikut melantunkan lagu itu. Termasuk juga Arya dan Dimas yang bersemangat menarik Alga untuk berlarian mendekati panggung. Ikut membaur dengan ratusan siswa yang menari-nari penuh kegembiraan.

"AYO BROO!" seru Arya agar Alga mau bergerak dan tidak diam saja.

Sedangkan Alga, ia malah sibuk menyesuaikan diri dengan suasana ramai yang jelas-jelas sebisa mungkin untuk selalu ia hindari.

"Ayo, cuy. Idup cuma sekali," seru Dimas pada Alga mendukung Arya.

Justru itu, hidup hanya sekali. Rasa tidak nyaman membuat nya lebih memilih untuk pergi dari kerumunan penonton dan duduk menepi di koridor kelas. Tapi, seolah ada sepasang mata yang mengikuti gerak-gerik nya. Alga menoleh, membuat nya tanpa sengaja menangkap segaris senyuman milik Eiryl yang juga ada di antara kerumunan penonton.

Alga mendekat lalu menarik nya untuk ikut menepi.

"Kamu aneh," ujar Eiryl.

"Iya," balas Alga sambil terkekeh.

"Katakan, kalo kamu nggak bisa seperti mereka ," tebak Eiryl.

"Iya. Memang." Alga mengangguk singkat.

Eiryl tertawa kecil. "Dasar, bukan makhluk sosial," umpat nya lagi.

"Anti sosial lebih tepat nya," balas Alga sukses membuat Eiryl menganga.

"Kamu_" ia tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ini begitu sulit untuk di percaya.

Alga malah tertawa. "Percaya banget, sih," ujar nya dan langsung mendapat hukuman dari Eiryl. Gadis itu mencubit nya tanpa ampun.

"Aku nggak suka pembohong," tandas Eiryl.

"Tapi laki-laki yang sekarang ada di depan mu ini pembohong," balas Alga menatap lekat Eiryl.

Apa maksudnya? Eiryl tercekat. Apa ia tidak salah dengar dengan kata-kata yang Eiryl ucapkan? Ah, kenapa mendadak sulit di artikan seperti ini?