Masih di hari hari pencarian.
Sekretaris Pete berusaha sekuat tenaga untuk menemukan gadis itu, dia berusaha mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai gadis istimewa yang mungkin saja ada di sudut negeri.
Dia tidak ingin salah memilih, memberikan undangan pada gadis yang tidak tepat, yang berakibat akan ada amarah dan gertakan dari tuan muda yang begitu dia jaga.
Di dalam kantornya, Reynold terlihat begitu sibuk dengan pekerjaannya, beberapa kali dia melirik ke arah jam tangan mahal yang melingkar di tangan kirinya.
Siang ini dia ada janji dengan sekretaris Pete, ada tiga gadis yang harus ditemuinya.
Reynold sejatinya adalah sang casanova, begitu menyukai kehidupan yang penuh dengan wanita wanita cantik. Tidak ada yang bisa menepis pesonanya, namun untuk masa pencarian ini, rasa malas dan hampa sering kali dia rasakan, karna menurutnya tidak ada satupun gadis yang menarik.
Beberapa foto sering kali diberikan sekretaris Pete, tidak ada yang menarik baginya, baginya semuanya begitu membosankan.
Jam 13.00 di dalam kantor tuan muda Reynold.
Di luar ruangan terlihat sekretaris Pete tengah sibuk mempersiapkan gadis gadis yang sudah diundangnya.
Sekretaris Pete berharap ada salah satu gadis yang dipilih oleh tuan muda Reynold, sehingga pencarian ini akan berakhir.
"Tuan muda, mereka sudah siap," ucap sekretaris Pete pada tuan muda Reynold yang terlihat duduk santai dikursi sofa. Kursi sofa warna merah marun yang tertata rapi di dalam kantornya.
"Suruh saja mereka masuk satu per satu," ucapnya lirih.
Tuan muda Reynold mulai menyandarkan tubuh di kursi, tangannya di bentangkan di atas sandaran kursi, dan kakinya duduk menyila, dia berusaha menemukan posisi yang nyaman.
Penampilannya begitu memukau, dengan setelan jas berwarna biru tua, dipadukan dasi warna senada dan pas melekat di tubuhnya.
Aroma wangi begitu tercium, dia menggunakan parfum mahal keluaran brand ternama langganannya.
Di luar ruangan, sekretaris Pete berusaha memberi beberapa wejangan kepada gadis manis yang diketahui bernama Natasya itu, gadis berusia 23 tahun, berasal dari keluarga berada yang ada di pinggiran kota Jakarta.
Dia mengaku jika dirinya adalah gadis perawan, belum pernah tersentuh pria manapun. Hidupnya sibuk dengan belajar karna dia mengejar gelar Master di sebuah universitas ternama.
Wajahnya cantik, kulitnya putih bening layaknya santan yang gurih dan berkilap.
Matanya sipit dengan bulu mata lentik, hidungnya mancung dan bibirnya sedikit tebal berisi namun tetap terlihat sexi.
Tubuhnya dibalut dengan gaun sederhana berwarna merah terang, tanpa lengan dan panjangnya hanya sebatas lutut.
"Semoga kau yang terpilih," ucap sekretaris Pete yang disambut dengan senyuman manis gadis cantik yang hatinya sedang tidak menentu karna gugup.
Natasya memasuki ruangan tuan muda Reynold, dia melangkah dengan sangat hati hati. Pandangannya tertunduk, tidak mampu mengangkat kepala untuk sekedar menyaksikan wajah tampan yang akan tersaji dihadapannya.
"Siapa namamu?" Tanya Reynold.
"Na-natasya" ucap lirih gadis yang sudah berdiri dihadapan Reynold. Jarak mereka hanya 2 meter, Reynold bisa melihat gadis itu dengan leluasa.
"Mendekatlah," ucap Reynold lirih diikuti dengan langkah kaki pelan Natasya yang mulai berani mencuri pandang ke arah Reynold, walaupun dengan malu malu.
"Kenapa kau ingin menjadi istriku?" tanya Reynold menelisik.
Belum ada jawaban keluar dari mulut manis Natasya, dia masih terdiam dan seolah berpikir keras, kira kira jawaban apa yang akan dia lontarkan supaya sang casanova itu terkesima.
"Kar-karna, aku pantas menempati posisi itu," ucap Natasya lirih.
"Kau yakin? Apa yang membuatmu pantas?" Tanya Reynold yang terlihat mulai tertarik dengan pembicaraan itu.
"Aku adalah gadis perawan, menjaga keperawananku dengan sekuat tenaga, tentu aku akan mendapatkan kelayakanku," ucapnya sembari menatap wajah Reynold.
Suasana hening sesaat, Reynold mengamati setiap lekuk tubuh Natasya yang sudah mulai berani menatap ke arahnya.
Beberapa kali Reynold mengerutkan dahi dan seolah memikirkan sesuatu.
"Mendekatlah," pinta Reynold pada Natasya.
"Duduklah di sebelahku, ini bukan sebuah seleksi, kau tidak perlu setegang itu. Aku mencari teman hidup atau lebih tepatnya seorang istri, bukan pegawai perusahaan yang harus memenuhi kualifikasi," ucap
Reynold panjang lebar.
Natasya berjalan mendekat ke arah Reynold, lalu memberanikan diri utuk duduk di sebelah pria tampan itu. Sikapnya lembut, jauh dari arogansi dan cerita menakutkan yang sebelumnya Natasya dengar.
"Bolehkah aku memegang tanganmu?" ucap Reynold. Mendengar permintaan itu Natasya mengangguk yakin, sepertinya kesempatan besar mulai terbuka untuknya.
Dengan hati hati dan penuh kelembutan Retnold mulai menyentuh tangan Natasya, mengelusnya lalu menggenggamnya erat. Natasya terlihat menerima perlakuan Reynold, wajahnya dihiasi senyum tipis dan ada kebahagiaan yang tersirat di wajah itu.
Reynold mulai berani semakin mendekat ke arah Natasya, kali ini dia mulai berani menyentuh pipi gadis cantik yang posisi diduknya sudah begitu dekat dengannya.
Disentuhnya pipi halus itu, tidak ada penolakan, lalu Reynold mendekatkan wajahnya seolah hendak mencium bibir sexi Natasya. Ada getaran di sana, Natasya seolah terbuai bahkan mulai memejamkan mata.
Reynold mencengkram kepala Natasya, sedikit kasar dan berani, ditariknya mendekat ke arah bibirnya, hingga hanya berjarak beberapa senti meter, tiba tiba Reynold melepaskan tangan dan segera beranjak menarik tubuhnya.
Dia terlihat mulai berdiri tegap, membelakangi Natasya yang masih terlihat kebingungan.
"Keluarlah!" pinta Reynold pada gadis cantik yang terlihat kaget itu, mendapati perlakuan yang berbanding terbalik dengan beberapa detik lalu.
Masih dalam kebingungan, Natasya tidak tau harus berbuat apa.
"Keluarlah!" ucap Retnold sekali lagi dengan nada yang lebih tinggi.
Natasya mulai beranjak dari tempat duduk, tubuhnya masih belum seimbang, kegugupan masih merasukinya.
Tidak ada satu katapun keluar dari mulut Natasya, dia segera keluar dari ruangan itu dengan mata yang mulai berair, semakin lama semakin deras lelehan bening itu membanjir dan sayup sayup tangisan kecil mulai terdengar.
Sekretaris Pete kebingungan melihat Natasya keluar dari ruangan dengan terburu buru. Ketika melihat sekretaris Pete, Natasya hanya bisa menangis dan bergegas pergi, tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Melihat itu sekretaris Pete hanya bisa menghela nafas panjang.