webnovel

Rencana

Aku berjalan ke arah pantry kantor guna mengambil air putih lalu ku bacakan doa. Sembari meredam emosi, Mas Rendy di ruangannya masih dalam keadaan tak sadarkan diri, aku tak habis pikir kenapa aida nekat melakukan hal kotor seperti itu.

"Astaghfirullah, ya allah" lirihku lalu keluar pentry

"Mas, bangun" hawa ruangan mas Rendy yang kembali normal tidak panas seperti tadi, bahkan beberapa jendela sempat ku buka agar angin bisa masuk

"Ughh... Bund"

"Minum dulu mas," ia menerima air putih yang ku berikan. Mas Rendy memeluk perutku masih dengan posisi yang sama ia duduk di kursi dengan wajahnya tenggelam di perutku

"Kepala ku sakit bund" keluhnya. Ku pijat kepalanya pelan

"Kamu disini bund, gak bilang aku mau dateng?" Lanjut mas Rendy bergumam ling-lung

"Tau gak mas, dari kemarin kamu kena pelet Aida" mas rendy mendongakkan kepalanya menatapku sayu meski begitu rasa penasaran nya terpancar jelas

"Masa sih bund, tapi aku gak inget apa-apa"

"Kamu ninggalin aku di acara nikahan bagas mas. Kamu juga cuek sama aku, tiap pagi kalau mau berangkat kantor kamu gak pernah makan masakan aku lagi. Sampai aku tau kamu kena pelet," ku lihat muka mas Rendy yang kaget

"Aku gak inget apa-apa. Maaf pasti aku kasar ke kamu. Terakhir kali aku ingat waktu Aida bawain kopi ke ruanganku" huh, pantas saja. Media pelet itu menggunakan kopi

"Kita pulang aja ya bund, aku pengen istirahat dirumah aja" aku pun mengiyakan perkataan mas Rendy. Kami memutuskan untuk pulang

=============

.

Adzan subuh berkumandang, aku dan mas Rendy segera sholat berjamaah. Kondisi mas Rendy sudah pulih, ia tidak terpengaruh apapun sekarang. Selesai sholat aku mendengar sebuah pengumuman dari masjid, ada warga perumahan ini yang meninggal dunia. Yang mengejutkan adalah orang itu satu kantor dengan mas Rendy

"Pak Wisnu, bawahan kamu di kantor kan mas?" Tanyaku, mas Rendy menganggukan kepalanya

"Inalillahi, meninggal kenapa ya bund. Kayanya di kantor kelihatan baik-baik aja"

"Nanti kita ngelayat ya mas"

---

Beres masak dan sarapan, kami langsung bergegas melayat, rumah pak wisnu hanya beda blok dari rumah ku, berada di ujung komplek.

Aku langsung menemui sang punya rumah, mengucapakan bela sungkawa. Para warga dan kerabat juga langsung mengkremasi mayat hari ini. Setelah itu rombongan pengantar jenazah berangkat menuju pemakaman

Aku hendak masuk ke dalam rumah duka tapi berhenti sebentar karena sesuatu menarik perhatian ku, di tempat bekas pemandian mayat terdapat seekor kerbau yang membelakangi ku, aku Menyerit bingung. Kerbau siapa sih itu?

"Bu darmi, itu kerbau siapa sih. Kok disini?" Tanyaku pada beliau di samping ku

"Kerbau apa to mbak, mana ada kerbau?" Bu darmi celingukan.

Tanganku menunjuk ke arah yang ku maksud tapi seperti nya bu darmi tidak melihat. Emang ada kerbau setan? dengan rasa penasaran ku yang membuncah perlahan ku dekati kerbau itu dari belakang. Dan mataku melotot kaku ketika melihat nya.

Kerbau itu menjilati air bekas yang menggenang di tanah bersama bunga-bunga nya. Dan yang membuatku syok lagi ia mempunyai wajah seperti manusia dengan lidah panjang. Janggutnya berlapis dan tanduk yang menukik tajam. Serta kulitnya yang berwarna abu ke biruan.

Pukk...

"Heh" aku tersentak

"Mbak, kok bengong loh. Nanti kesambet hati-hati" bu yanti menatapku aneh

"E-enggak, bu. Ini mau ke dalem kok, mau pamit pulang" elak ku segera pergi

Biarlah mas Rendy masih di pemakaman. Untuk mengusir pikiran ku tentang mahluk tadi aku memilih membeli beberapa keperluan di supermarket terdekat, sambil jajan es cream

Tak lama mas Rendy pulang lewat pintu belakang yang memang tidak ku kunci, kata orang pamali kalau sehabis melayat lewat pintu depan masuk ke dalam rumahnya. Aku sih tidak tau itu benar atau tidak tapi ya sudahlah.

"Mas, sini deh. Aku mau cerita" sehabis mandi mas Rendy langsung menghampiri ku yang sedang melihat tv di ruang tengah. Kepala ku bersandar di dadanya ketika ia sudah duduk di sampingku. Seperti biasa tangan mas rendy selalu mengelus perutku.

"Apa sih bund, jadi penasaran"

"Mas tadi waktu ngelayat aku lihat kerbau setan loh" ucapku semangat. Mas Rendy malah menautkan kedua alisnya bingung

"Iya mas, kerbau setan. Masa mukanya kaya manusia, lidahnya panjang lagi. Terus janggutnya juga berlapis-lapis, serem banget." Lanjutku

"Tapi dia gak ngikutin kamu kan bund, atau lihat kamu gitu?" Kepalaku menggeleng menjawabnya

"Beneran? Aku gak mau loh dia tau kalau kamu bisa lihat dia, nanti di ikutin gimana" ku pukul dadanya pelan, amit-amit deh jangan sampai di ikutin.

"Lagian ada-ada aja, aku kira hantu cuma kunti, poci, gitu. Tapi ternyata banyak yang lain bund?"

"Gak semuanya bentuk kunti, poci, bahkan beberapa dari mereka ada yang punya bentuk abstrak gak simetris gitu." Jawabku lesu, memang beberapa kali dulu waktu jaman sekolah SMA aku sering melihat bentuk dari 'mereka' yang tidak sempurna. Seperti bentuk korban kecelakaan, kebakaran dll.

"Kamu hebat bund, belum tentu aku kuat di posisi kamu" mas rendy mencium pucuk kepalaku, kami memilih menghentikan topik pembicaraan dan beralih menonton acara di televisi.

=============

Pov Rendy

Beberapa hari kemarin istri ku bilang aku sempat kena pelet oleh pacar temanku sendiri, feri. Memang seingat ku hari itu aida datang ke ruangan ku untuk menyerahkan berkas yang harus ku revisi ulang, katanya ia mau membuatkan kopi untuk feri jadi aku memintanya membuatkan ku juga tanpa menyangka jika aida malah berniat jahat padaku.

Aku dan aida dulu memang satu sekolah semasa SMA, tapi aku tidak tau jika aida sudah menyimpan perasaan padaku. Aku menganggapnya teman biasa hingga akhirnya aku bertemu dengan istriku Nadia.

Feri juga yang mengetahui kebenaran ini sangat kecewa. Meskipun begitu, aku dan Apri selalu menyemangati nya. Masih banyak perempuan yang lebih baik dari aida.

Malam ini kami bertiga berencana mengajak feri berlibur agar tidak terlalu galau. Juga, aku dan Nadia belum bulan madu setelah menikah

"Ke bali aja gimana?" Usul Apri

"Sekalian ajak yang lain yuda. Jangan berlima aja, kasian jomblo satu ini" gurau ku

"Sialan lo, mentang-mentang kalian berdua udah punya istri" sungut feri tak terima. Saling mengejek sudah menjadi makanan sehari-hari dalam pertemanan kami meskipun begitu kami tidak pernah menganggapnya serius.

"Tapi gue ada kerjaan di kantor cabang, kita nginep dulu semalam" apri menyahuti kami

"Gue punya apartemen di daerah situ kok. Gak usah cari penginapan, apart gue juga empat kamar. Cukuplah" feri ini lumayan mapan walaupun belum menikah karena orangtuanya juga kaya. Meskipun begitu ia bukan type orang yang suka berfoya-foya menikmati harta orang tua.

"Boleh tuh" apri menyetujui

"Gue ngikut aja." Kami sepakat. Aku segera pulang dan memberitahu Nadia

.

.