webnovel

Bali

Paginya kami berenam sarapan di hotel sembari menunggu jam terbang.

"Nad, semalam gue sempat telponan sama om gue. Kata om gue, memang apartemen itu pernah ada kejadian kebakaran. Tapi di tahun 1998" kami semua mendengarkan feri seksama. Benar dugaan ku, di lihat dari makhluk-makhluk yang menghuni tempat kemarin menjadi bukti jelas

Kepalaku mengangguk

"Kemarin malam waktu kita semua ngintip ke celah pintu, gue liat perempuan agak paru baya kondisi kulitnya hangus kebakar. Dia berdiri di depan pintu unit apartemen yang kita tempati"

"Gila ngeri banget, untung gue gak liat!" Terlihat apri masih saja tak menyangka dengan kejadian semalam.

"Lagian lo, mau aja beli apartment yang gak jelas asal-usulnya" hardik mas Rendy di sela-sela acara sarapan kami.

"Mana gue tau kalau berhantu. Lagian ini udah jaman modern, gue pikir udah gak ada hal-hal mistis lagi di tengah kota" jawab feri

"Yang semalam kita alami, itu residual energi. Seolah-olah kita di bawa ke masa dimana kebakaran itu berlangsung" terang ku

"Gue ngerasa antara ngeri sama kasian sebenernya, Nad. Di satu sisi kasian mereka para korban, di sisi lain ngeri denger suara mereka" aku menatap Ratna iba. Kami merasakan hal yang sama.

Seperti yang sudah di jadwalkan. Kami berangkat pukul sembilan pagi, menempuh waktu kurang lebih 2 jam di pesawat aku memilih tidur di bahu mas Rendy samping ku. Ratna dan apri juga duduk sebangku begitupun dengan feri dan yudha, di bali nanti kami juga akan menyewa salah satu villa milik teman baik mas Rendy, Wayan.

Sesampainya kami di bandara Ngurah Rai Bali. Kami sampai di villa sekitar jam 2 siang, sebelum itu juga kami mampir ke salah satu tempat makan yang cukup terkenal di daerah ini.

"Gimana perjalanan kalian, aman kan?" Wayan teman mas Rendy sudah bergabung bersama kami.

"Aman-aman.." jawab suamiku. Kami di persilahkan masuk ke dalam villa, di ruangan bawah ada satu kamar tidur, ruang tv dan dapur yang menjadi satu tanpa sekat, kolam renang juga berada di tengah villa yang berbentuk leter L.

Kamar di lantai dua akan di tempat Ratna dan Apri serta aku dan mas Rendy. Selama di bali wayan akan menghantarkan kami kemana pun kami pergi semacam guide tour.

"Sore ini kita gak bakal pergi keluar. Lo bisa pulang, bro!" Mas Rendy menginterupsi wayan

"Oke, gue juga udah selesai buat canang di pintu villa. Buat jaga-jaga aja sesuai request lo. Istri lo spesial tuh" wayan menjawab sambil melirik ke arah ku yang kebingungan, memang aku martabak ?

"Thanks bro. Gue ngerepotin lo"

"Kaya sama siapa aja lo, Ren. Gue pamit ya, kalau butuh apa-apa telpon aja" aku dan mas Rendy menghantarkan wayan sampai depan villa. Ku lihat memang ada dua canang di dekat pintu nya.

Aku melirik mas Rendy

"Gak papa sayang, buat jaga-jaga"

Sore itu aku dan yang lain menghabiskan waktu berenang hingga menjelang magrib. Baru besok hari nya kami akan mengeksplor tempat-tempat seru lainnya di pulau ini.

Puas bermain air aku memutuskan membilas tubuhku di kamar lantai dua, mas Rendy sudah lebih dulu membilas dirinya. Sekarang ia sedang menonton televisi di kamar.

Ku buka pintu kamar mandi, di kaca tertulis kata 'love' aku tersenyum melihatnya. Selesai mandi aku mendekati suamiku

"Mas, i love you too" ucapku malu-malu

"Apa sih bund?" Seketika rasa malu-malu ku hilang tergantikan dengan perasaan dongkol, mas Rendy ini gengsi kah?

"Kan kamu nulis di kaca kamar mandi 'i love you' kan. Ya udah aku bales i love you too" mas Rendy malah menatapku aneh, lalu tanpa berbicara apapun ia berjalan menuju kamar mandi.

Aku yang heran langsung mengikutinya.

"Kenapa sih mas?"

"Aku gak nulis ini loh bund, serius." Kata mas rendy menunjuk kaca di depan kami, ia menatap kaca itu lekat-lekat.

"Hah?"

Terus siapa yang menulis ini? Di sela-sela keheningan kami mas Rendy langsung menyiram kaca dan menarik tanganku ke ranjang kami.

"Gak usah di pikirin bund, kita tidur aja sekarang". Meskipun tingkah mas Rendy yang aneh aku tetap menuruti nya.

.

.

========

========

Pukul dua dini hari aku terbangun karena suara yang berasal dari plafon kamar. Seperti sesuatu tengah berjalan mondar-mandir, mustahil jika itu manusia.

Tak tega rasanya aku ingin membangunkan mas Rendy yang tertidur nyenyak.

Tak hanya suara orang yang mondar-mandir ku dengar, suara cakaran di atas plafon pun semakin lama semakin jelas.

Akhirnya aku memutuskan turun ke bawah mencari air dingin, angin malam menyapa ku dari arah kolam yang memang tidak ada pembatas apapun disana. Makin lama hawa di sekitarku semakin dingin sampai-sampai aku harus memeluk lenganku sendiri.

Clak.... Clak.... Clakkk...

Aku mengerutkan dahi ketika mendengar suara yang berasal dari area kolam di samping. Suaranya sama persis seperti yang ku dengar di dalam kamar tadi, masa ada maling sih? Pikirku

Samar-samar di seberang kolam sana, gumpalan asap hitam sedikit demi sedikit membentuk siluet satu sosok legendaris pulau bali. Sosok itu leak, lidah yang menjulur panjang, mata besar dan taring yang tajam.

Mata ku melotot sempurna, leak itu melihat ke arah ku kuku tangannya yang panjang juga bergerak-gerak seolah ingin menghampiri ku. Meski seluruh badan ku gemetar aku tetap berusaha menaiki tangga satu persatu bahkan aku sudah menangis ketakutan.

"M-mas... mas... tolong" lirih ku. Tangan ku hendak meraih gagang pintu sebelum sosok itu berdiri hanya berjarak satu meter dari ku. Kuku-kuku nya yang runcing hampir saja menyentuhku

"Allahuakbar! Bund" mas Rendy kaget melihat ku dan sosok leak itu. Dengan kuat ia menarik ku masuk dan segera mengunci pintu kamar kami. Dia memeluk tubuhku erat, lalu meraih hp dan menelpon seseorang

"Hallo, yan. Tolongin gue, di villa ada leak!" Ucap mas Rendy dengan panik dan nafas yang tersengal-sengal. Hanya percakapan singkat yang terjadi, ia terus memelukku.

"M-mas, telpon yang lain. Jangan boleh keluar dari kamar" ucapku. Tanpa ba-bi-bu mas Rendy langsung menelpon Apri dan feri, memberitahu kan mereka.

Sekitar dua puluh menit wayan mengetuk kamar kami, aku dan mas Rendy saling pandang sebelum membuka pintu. Takut-takut bukan wayan asli hehe. Kami berkumpul di ruang tv dekat kolam.

"Nad, lo gak papa kan" aku memeluk Ratna dengan keadaan masih sesenggukan.

"Duduk dulu Nad, gue ambil minum sebentar biar lo tenang" feri mengambilkan ku segelas air minum, sedangkan wayan sejak ia mengetuk pintu kamarku matanya menatapku intens. Aku menyadari itu

"Lo semua gak ada yang luka kan?" Akhirnya wayan membuka suara. Kami serempak menggelengkan kepala

"Gue udah tau kenapa leak itu bisa masuk ke dalam villa ini. Dia cari tumbal" tentu kami semua syok dengan ucapannya. Mas Rendy menatap wayan serius

"Maksud lo istri gue di incar jadi tumbal?!" Dengan nada meninggi satu oktaf mas rendy membalas ucapan wayan.

"Bukan istri lo, tapi bayi yang ada di perutnya"

Degg.....

Apa katanya? Bayi? Aku menggelengkan kepala padanya.

"G-gue gak lagi hamil" semua mata tertuju padaku

"Enggak, lo hamil Nad. Lo bisa tes besok! Kalau apa yang gue bilang salah Rendy boleh pukul gue sepuasnya. Bau lo paling wangi, beda dari kita disini" mendengar wayan seperti ku. Aku menjadi gusar, ku remas lengan mas Rendy

"Besok kita cek ya, biar aku yang beli alatnya" ucapnya lembut sembari mengelus kepalaku

"Leak itu tau, dari bau ibu hamil muda. Makanya dia ngincar bayi kalian, Ren. Tapi tenang aja, besok villa ini bakal gue pagar gaib biar kalian semua tenang" lanjut wayan lagi

"Apa sebaiknya kita pulang aja?" Yudha menyahuti kami

"Cuma sehari doang dong kita di bali, kita malah belum keluar dari villa juga" dari raut wajah nya ratna tampak lesu.

"Tapi kalau demi keselamatan keponakan gue gak papa sih, kita pulang besok juga boleh" lanjutnya lagi. Aku yang merasa kasian padanya, aku menghela nafas lebih tenang

"Gak papa, kita disini aja. Tetap lanjutin liburan ini. Jangan karena gue doang kalian jadi gagal liburan" ucapku yakin.

"Eh gak papa loh kalau kita mau pulang, Nad. Gue ngerti keadaan lo" mungkin Ratna tak enak hati pada ku tapi aku tetap kekeuh ingin melanjutkan liburan ini

Akhirnya mereka semua setuju dengan mau ku. Mas Rendy juga besok pagi harus membeli keperluan tes kehamilan ku. Padahal aku yakin akhir-akhir ini aku tidak merasakan apapun tanda-tanda kehamilan

Malam itu kami melanjutkan tidur dengan tenang. Wayan memilih tidur di sofa depan tv villa ini, berjaga kalau-kalau ada sosok lain yang akan berniat jahat mengganggu kami.