'Siapa?' Batin Leandra bertanya-tanya, mempertanyakan sesuatu yang sepertinya sangat mustahil terjadi. mana mungkin ada yang mencari dirinya, terlebih di surabaya. sesuatu yang jauh dari jangkauan orang-orang yang mengenal Leandra.
Untuk itu tatkala dia berjalan memasuki ruang tengah dengan diiringi oleh Prof Manuel Samin. Leandra berjalan dengan enggan. Dirinya tak yakin perlukah ia mengikuti langkah kaki dosen perkapalan ini.
melintasi ruang tengah, lelaki yang wajahnya mirip sekali dengan martin hanya saja versi tua, mendekati pintu yang masih mempertahankan pola urat kayu alami. Prof manuel memutar gagang pintu. menatap Leandra dan menggerakkan kepalanya ringan meminta Leandra menyambut seseorang di dalam.
Dan detik dimana leandra akhirnya berdiri di ambang pintu. Dia melihat punggung seseorang yang familiar untuknya. Sejalan dengan bisikan ungkapan kakak Martin: "Putramu sudah datang, tugasku selesai," dan lelaki yang dikenali Leandra merubah arah pengamatannya.
Pria tersebut ialah si parlente dalam benak Leandra.
Dia masih berdiri di dekat jendela ruangan yang terbuka, beberapa detik lalu Hyuga Pratama menatap air yang jatuh gemericik di luar ruangan. Air yang mancur di atas kolam ikan koi.
Dan sekarang dia memandangi putranya, dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"bagaimana kabarmu?" berjalan sangat lambat, mendekati keberadaan leandra.
"andai aku bisa memburu ketidakpastian tentang nasibku di hari esok, tentu aku bakal berlari secepat mungkin menangkapnya dan melakukan segala cara supaya dia memberitahu nasibku, segetir apapun hasilnya," tiba-tiba telinga Leandra dipenuhi oleh kalimat yang diujarkan gadis sederhana yang dia kenal dari perjalanan panjang jakarta - surabaya.
Kalimat tersebut mendorong kekuatan di hati Leandra, dia menyambut langkah ayahnya.
Pria ini meruntuhkan segala keegoisan yang biasanya mengepak layaknya sayap elang menyambar mangsanya tanpa peduli rintihan makhluk yang berada dalam cengkeraman cakar-cakarnya.
"baik, sangat baik," leandra berdiri tiga langkah dihadapan hyuga pratama. mereka dua orang yang memiliki tinggi badan diatas rata-rata. Kontur wajahnya serupa, hanya saja Leandra tampak lebih muda, dengan bulu mata lebih lentik dan hidung yang lebih mancung termasuk warna rambut yang tidak begitu pekat.
Selain itu, penampilan keduanya bertolak belakang. Hyuga Pratama pria yang sangat rapi dari ujung kaki, hingga rambut pria ini masih terlihat formal dengan hem coklat muda dan dilapisi blazer krem tua. Celana dan sepatunya serasi dan senada dengan setelan yang dia kenakan.
Dia masih sama dengan penampilan-penampilan sebelumnya, walaupun Leandra tahu lelaki ini sudah tidak lagi menyandang status sebagai pimpinan perusahan Baz Corporation.
satu yang beda dari penampilannya, sekedar dia tak lagi mengenakan dasi di lehernya. biasanya pria ini tak akan meninggalkan benda yang melingkar di leher tersebut.
Sedangkan putranya? jangan ditanya bagaimana rambutnya yang panjang itu. ditarik naik ke atas dan di kuncir menggunakan ikat rambut hitam sederhana.
celana jeans membalut kakinya, serta kaos oblong yang tampak satu tingkat di bawah ukuran standarnya melekat di tubuh leandra. untuk menutupi bahwa bajunya terlalu ketat leandra mengenakan jaket hitam parasut. semua penampilannya jauh dari kata rapi, bahkan ayahnya memberi leandra tatapan menyedihkan saat hyuga Pratama mengamati sepatu dekil termasuk tas kusam di punggung putranya.
"Senang mendengar kamu baik-baik saja," raut wajah ke dua lelaki ini terlihat tertekan. mereka berdua melempar keengganan satu sama lain.
"Bagaimana kabarmu?" leandra tak punya topik untuk bertanya selain menirukan pertanyaan ayahnya, "ayah," dia sendiri hampir tak yakin ia harus memanggil ayah pada Hyuga setelah tindakan yang menghilang sama sekali tak mencerminkan seorang ayah.
"yah, aku berharap aku baik-baik saja," ada nada tertekan di sana, "huuh," dia menghembuskan nafas, lirih, hampir tak terdengar, tapi Leandra bisa menangkapnya. Leandra tiga langkah di hadapan pria tersebut, "sayangnya keadaanku tak sebaik yang terlihat,"
leandra menatapnya, tapi tidak dengan mata Hyuga, pemuda ini menghindari mata ayahnya.
Namun, setelah pria itu mengatakan dia tak baik-baik saja. Leandra menatapnya. Mengamati lelaki yang ternyata sedang mengamati dirinya secara menyeluruh. Ada resah, duka dan rasa bersalah yang tak terucap.
"Putraku," Hyuga memejamkan mata sesaat tatkala dia mengujarkan kata yang jarang di dengar Leandra, "kenapa kamu harus pergi dari rumah?" Dia sedang gelisah dan itu terlihat jelas.
"Karena kamu juga melakukannya," balas Leandra dingin.
Dia tahu pria ini mencintainya.
Leandra sadar betul, bahwa lelaki di hadapannya lah yang mengajarkan banyak hal tentang hidup.
Tapi pergi begitu saja tanpa kata, merupakan tindakan yang lebih kejam dari pada di Hunjam sebilah pisau tepat di dada.
Wajah sedih Hyuga tak bisa memadamkan api kekecewaan Leandra.
"Aku pikir kamu telah siap, dan dewasa, sayang sekali ayah salah memprediksi," ungkap Hyuga.
Dan dalam sekejap api yang hampir padam itu di sulut minyak hanya karena kata 'dewasa' yang di ajarkan Hyuga Pratama.
"Apa kamu bilang?? Tadi?!" Memekik dan membuat Hyuga terkejut bukan main.
"Kau memperlakukan ku seperti bocah! Kau yang tak dewasa! Kau tak tahu malu dengan mengatakan dirimu salah prediksi terhadapku!!" Leandra bergetar, tangannya menyambar kursi dan mengangkatnya.
Pemuda ini sudah mengangkatnya hingga di atas kepala, "tidak ada yang pasti dalam hidup," suara itu. Suara gadis itu kembali masuk di telinganya. Entah, leandra tidak tahu apa yang terjadi.
"Njeh Bu,"
"Sampun, Bu" dan semua ungkapan kepatuhan gadis udik yang santun pada orang tuanya terlintas di benaknya.
Leandra menurunkan kursi yang hampir dia hantamkan pada sesuatu --yang dia pikir dengan begitu kemarahan yang membabat seluruh oksigen di sekitarnya bakal lenyap--
Pertempuran batin anak muda memang tak bisa dijelaskan sebaik apa pun narasi di rangkai.
Yang pasti, Semua orang di dunia memiliki standar emosi yang berbeda-beda. Dan leandra adalah sekelompok orang yang terdeteksi sebagai manusia dengan emosi meledak-ledak. ketika dia merasa sesuatu tak sejalan dengan kehendaknya.
Tekanan di jiwanya lebih tinggi dari tekanan udara di puncak tertinggi Himalaya. Mungkin gambaran semacam ini yang paling bisa melukiskan emosi tak terkendali Leandra.
Anehnya, hari ini dia berbeda.
Kembali meletakkan kursi di posisi yang sama tanpa membantingnya adalah perilaku yang jauh dari prediksi ayahnya sendiri.
Beberapa detik lalu, Hyuga yakin beda yang terbuat dari kayu tersebut bakal hancur mumur tak jauh dari tempat mereka berdiri. Dia tahu putranya tak akan menghantamkan benda itu pada tubuhnya. Namun Leandra sangat bisa menghancurkannya.
Alasan mendasar Hyuga pergi tanpa kata: selain tak sanggup berpamitan ialah emosi tak terkendali putranya.
Dia tak mau kepergiannya di iringi hancurnya rumah keluarga Bazan sebab perilaku pemuda yang seharusnya menjadi tumpuan masa depan keluarga Bazan.
"Beri tahu aku! Apa alasanmu pergi, itu cukup untukku," Leandra menatap ayahnya.
"Sepahit apa pun akan aku dengar dan aku terima,"
.
.
_______________________
Hello Sahabat, bantu saya dengan memberi komentar terbaik anda
Masukan pada perpustakaan
Peringatan! Jika buku ini berhenti update DM saya di Instagram
Sampai jumpa di hari yang indah
Nama Pena: dewisetyaningrat
IG & FB: @bluehadyan
Discord: bluehadyan#7481