webnovel

Bab 7

Matahari sudah menandakan akan terbenam dan menghilang sepanjang malam. Sinar orange kemerahan sudah berpijar di sekitaran gumpalan awan Cumulus. Di antaranya ada sinar yang menyorot wajah bete milik sosok bernama Lilis Pramudita.

"Ini taksi beneran mau main-main sama gue nih, masa' sedari tadi kagak ada yang lewat sama sekali!"

Kepala Dita celingak-celinguk kesana-kemari, berharap kendaraan yang dominan berwarna biru muda itu memunculkan diri.

Bukan tanpa alasan, Dita sudah keluar dari sekolah sejak 30 menit yang lalu—tapi ia belum mendapati satu taksi sekalipun. Ah, sial sekali!

"Lima menit lagi belum nyampe, bodo amat gue jalan kaki." Sungut Dita sambil melipat tangannya di dada. Jarak rumahnya dari sekolah sekitar 10 km, bisa dibayangkan bagaimana keadaan kakinya nanti.

Kalau saja Dita tahu kalau akan jadi seperti ini, ia akan mengiyakan tawaran Adara untuk menebeng motornya. Kalaupun menelepon Satria, dia hanya akan dapat panggilan tak terjawab karena sore ini abangnya itu ada kelas komunikasi.

"Eh, kenapa gue nggak telpon Galen aja ya? Dia kan pacar gue." Celetuk Dita setelah mengingat ia sekarang punya pacar.

Baru saja mengeluarkan ponsel, Dita kembali teringat sesuatu. "Tapi Galen kan pake kursi roda, masa' gue nyuruh jemput."

Akhirnya dengan helaan napas, Dita memasukkan kembali ponselnya dan lanjut menunggu taksi. Di depannya banyak angkutan umum yang lewat, namun Dita sama sekali tidak terbersit keinginan untuk menyetop. Dirinya sekarang sedang dalam mode pengen naik taksi.

"Cewek, belum pulang?"

Bariton suara itu terdengar begitu dekat di telinga Dita. Sumber hangat yang tak dikenal terasa di balik punggung Dita yang sepertinya tertempeli oleh sesuatu, seperti dada bidang seseorang.

"Cewek, kok diem-diem bae? Jawab atuh."

Mendengus, Dita akhirnya berbalik dan langsung mendorong orang itu. "Lha menurut lo kalo gue masih berdiri disini, itu namanya udah pulang apa belum?"

"Ya belum-lah."

"Nah itu lo tahu. Dodol amat sih!" Dita mencebik kesal.

Cowok yang tidak lain adalah Juna itu memasang ekspresi manyun. Padahal dia mau menawari tumpangan, eh mantan pacarnya ini malah mengatainya. Tapi tenang, pemirsa. Juna itu sudah kebal dengan segala macam perkataan kasar di dunia ini ^_^

"Jauh-jauh lo dari gue!" Dita membuat gerakan mengusir seraya kakinya melangkah menjauh.

Juna yang semula ingin tetap mendekati Dita kini mengurungkan niat. Sebaliknya, cowok itu beralih berlari masuk kembali ke dalam sekolah. Meninggalkan Dita dalam kebingungan.

Bukan apa-apa, hanya saja rasanya aneh jika melihat Juna semudah itu menyerah. Padahal biasanya cowok itu akan terus mengganggu Dita walaupun sudah diusir sekalipun.

"Bodo amatlah." Dita mengangkat bahu cuek. "Ngapain juga gue ngurusin tuh curut."

Akhirnya dengan acuh tak acuh, Dita melenggang santai menelusuri trotoar. Dia sudah memutuskan untuk berjalan kaki! Berat memang, tapi harus bagaimana lagi? Kalau minta bantuan teman—eh lupa, Dita kan tidak punya teman selain Adara. Ck..

"Ini taksi tega amat sih sama gue." Dita meratap sambil sesekali melihat ke belakang. Siapa tahu kendaraan yang identik dengan warna biru muda itu tiba-tiba muncul?

"Dita sayang! Uhuy!"

Namun naas, bukannya taksi —yang muncul malahan makhluk berkendara motor ninja hitam yang berteriak tak tahu malu. Mana teriaknya sambil berdiri dari motor lagi.

"Ngapain lo balik lagi, anjir?!" Dita mendengus keras. Matanya menatap Juna sengit seolah cowok itu adalah musuhnya.

Juna menghentikan motornya lantas berkata "Jangan galak-galak, abang Juna cuman mau nganter pulang."

"Nggak!"

Kepala Dita menggeleng cepat, menolak tanpa harus berpikir dua kali. "Lo pulang! Gu—"

Perkataan Dita terhenti ketika matanya menangkap sosok Galen yang sedang berada di sebuah restoran. Dari kaca jendela yang transparan, dia bisa melihat pacarnya itu sedang duduk di sana. Hanya saja wajahnya tak terlihat, tapi Dita yakin betul. Dan yang membuatnya meradang, banyak cewek yang mendekati Galen dan memotretnya.

Ini nggak bisa dibiarin!

"Anterin gue ke restoran situ!" Dita buru-buru naik ke motor Juna dan menunjuk restoran di seberang jalan.

"Mau nga—?"

"Buruan, njir!" Dita menepuk bahu Juna keras dan tidak sabar. Yang ditanggapi dengan gerutuan dari Juna.

Setelah sampai di depan restoran, Dita langsung mengusir Juna. "Udah pulang lo sono! Gue mau pacaran sama Galen, bye!"

Akhirnya dengan rasa tak berdosa, Dita melangkah meninggalkan Juna yang meratapi nasib. Seperti inikah rasanya dimanfaatkan?

"Ish, minggir kalian! Dia pacar gue tau!"

Kedatangan Dita yang mengusir cewek-cewek yang mengerubungi Galen, membuat Dita mendapat banyak cibiran. Tapi Dita cuek saja, setelah mengusir hama—ia dengan santai berdiri di samping Galen yang rupanya sedang tertidur. Tertidur dalam posisi duduk.

Kalau didengar dari deru napasnya yang teratur, Dita bisa mengetahui kalau Galen tengah tertidur pulas. Hm, bagaimana mungkin dia bisa tidur di tempat umum seperti ini? Ck..

"Galen." Panggil Dita pelan sambil mencolek pipi lelaki itu. Berniat membangunkan sekaligus mencari kesempatan.

Tak ada respon dari Galen. Wajahnya yang tertidur tampak imut dan juga sangat rupawan.

Perlahan tapi pasti, wajah Dita perlahan mendekat hingga hidungnya hampir bersentuhan dengan hidung Galen. Dita sekarang sedang berada di dalam mode 'nekat'.

"Galen, bangun." Ucap Dita lirih dan sengaja menghembuskan napasnya yang hangat. Matanya tak berkedip sama sekali karena sedang menerima asupan vitamin.

Ini sedang berada di restoran, tak heran jika banyak pasang mata yang menatap. Tapi Dita tak mau ambil pusing, terserah orang mau berpikir apa.

"Ngh,"

Ada sebuah gerakan kecil dari Galen yang kemudian tiba-tiba menarik pinggang Dita hingga membuat cewek itu jatuh menimpanya.

Dan Dita spontan mengigit bibirnya agar tidak bersuara. Ia bisa merasakan tubuh Galen yang dingin bersentuhan dengan tubuhnya. Lelaki itu memeluknya erat. Sangat erat.

Ada apa dengan Galen?

Belum sempat Dita merenungkan apa yang terjadi saat ini, ia kembali dikejutkan dengan hidung mancung Galen yang digesekkan ke lehernya. Membuatnya merasa geli dan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Apakah Galen mulai menyukainya?

"Thea."

Tapi setelah terbang mencapai langit, Dita langsung terhempas saat itu juga.