1 1. Kebersamaan

"Jordan!" teriak salah satu anak gadis yang sedari tadi memanggil lelaki itu, tapi selalu diam dan bergeming. Terlalu sibuk dengan buku-buku di tangannya, hingga tidak perduli dengan orang di sekitarnya.

Tania. Sebut saja gadis itu dengan nama tersebut.

Menyandarkan punggungnya pada tubuh milik Jordan yang terlampau fokus dengan buku-bukunya itu. "Dan, anak-anak suka bilang kalau cinta di masa putih abu-abu itu sangat seru. Gue kayaknya mau cobain deh," ucap Tania, sangat konyol.

Jordan yang mendengar kalimat konyol barusan, segera membalikkan tubuhnya hingga Tania jatuh dan tiduran di atas tanah. Ia lantas tertawa renyah, seraya mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.

"Lo kira makanan apa? Cinta kok dicobain, aneh!"

"Ketus amat, Bor? Memangnya kenapa sih? Gue juga penasaran banget sama keindahan rasanya. Seperti yang biasa teman gue ceritain," papar Tania. Dengan anggukan yang penuh antusias, juga semangat. "Lo tahu, sekarang gue kayaknya lagi suka sama seseorang deh."

Jordan menatap Tania dengan serius, dan tangannya menyugar rambut ke belakang. Kedipan matanya, seraya bibir melengkung senyum seolah membuat sahabatnya ini jatuh cinta. Sebelum akhirnya tertawa renyah.

"Wah, siapa itu? Hah, jangan-jangan ...."

"Jangan menebak sembarang!" peringat Tania itu dengan bibir mencebik juga wajah merengut kesal.

"Haha." Jordan masih tertawa renyah ketika melihat wajah marah oleh Tania. Ia kemudian berdiri di sampingnya, dengan menatap lurus ke depan. "Siapa orang itu, Tan? Apa gue kenal sama dia?"

Tania dengan cepat mengangguk. Tentu saja ia sangat mengenal lelaki itu, karena belakangan ini dirinya juga selalu mengawasinya dari kejauhan. Lebih tepatnya bisa dibilang, jatuh cinta membuatnya sangat merasa ingin tahu tentang segala sesuatu dari lelaki itu.

"Iya, lo pasti kenal sama lelaki itu," ucap Tania, dengan suara bahagianya.

Jordan tersenyum tipis. Ia membalikkan tubuhnya, untuk menatap wajah Tania yang sedang gembira seperti ini. Melihatnya saja, siapa pun pasti akan langsung jatuh cinta.

"Memangnya dia siapa sih, Ndut?"

"Kamu memanggilku apa? Ulang sekali lagi sini!" Tania menekuk kedua tangannya untuk diletakkan di samping pinggulnya, menatap Jordan dengan tatapan sangarnya.

"Sini kalau berani! Gue gak takut, karena punya kekuatan anime," ledek Jordan, yang kemudian berlarian sekita taman itu agar tidak bisa ditangkap oleh Tania. Sahabatnya itu.

Tania dan Jordan pun sekarang bermain kejar-kejaran, hingga membuat mereka berdua kelelahan. Duduk kembali pada bangku yang ada di taman tersebut, dengan napas putus-putus.

"Capek, Dan!" keluh Tania, mengipasi wajahnya menggunakan satu tangan.

Jordan sendiri bangkit untuk mengambil air minum yang ada di sepeda motornya, lalu diberikan begitu saja untuk Tania. "Nih, buat lo minum biar gak haus."

"Oh, kiran buat gue buang," ucap Tania, yang ngawur. Ia segera mengambil uluran botol air mineral itu, dan meneguknya hingga kerongkongan tersebut sudah basah hingga bisa bernapas jauh lebih teratur. "Nih, lo juga harus minum."

"Thanks." Jordan meminum air mineral tersebut, bekas dari Tania.

Mereka berdua adalah sahabat sejak kecil, dan orangtua masing-masing pun sudah mengetahuinya. Tidak ada yang melarang sama sekali, bahkan melihat kedekatan mereka seperti itu membuatnya jauh lebih percaya.

Orangtua Tania selalu percaya dengan Jordan, begitupun sebaliknya.

Jordan kembali duduk di samping Tania. Ia menyenderkan punggungnya pada belakang kursi, dengan helaan napas kasar. Melihat anak-anak kecil yang sedang asyik bermain, satu sama lain. Membuatnya teringat akan masa lalu dari mereka berdua.

Tania yang melihat Jordan melamun, segera menepuk pundak sahabatnya itu cukup keras.

"Lo kenapa malah melamun sih, Dan? Mikirin apa? Ah, gue udah curiga nih sama lo-"

"Curiga mulu lo sama gue. Gak capek apa?" Jordan mengangkat sebelah alisnya. "Tan, gue mau nanya sesuatu sama lo. Boleh?"

Tania mengangguk pelan. Ia menunggu Jordan untuk bertanya pada dirinya. Entah apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya kali ini, tapi yang jelas merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapannya.

"Tanya apaan lo? Buruan dah, bentar lagi mau maghrib ini!" Tania meraupi wajah Jordan yang sedari tadi terus menatapnya saja, tanpa satu kata pun yang ke luar dari bibirnya.

Jordan mengerjapkan matanya beberapa saat, dengan gelengan pelan. Ia mendongak untuk melihat langit yang sudah mulai berwarna oranye, dan segera beranjak dari duduknya.

"Udah sore aja sih, Tan? Ya sudahlah, sekarang pulang aja dulu." Jordan beranjak, membereskan buku-bukunya yang berserakan di sana.

Tania pun membantunya untuk mengambil semua buku-buku tersebut, dan dimasukkan ke dalam tas milik Jordan. Setelah semuanya selesai, sekarang mereka berdua berjalan menuju sepeda motor yang diparkir tidak begitu jauh dari posisinya.

Jordan memberikan salah satu helm untuk digunakan oleh Tania, dan memasangkannya pada kepala sahabatnya tersebut.

"Ayo, naik!" perintah Jordan, yang mulai menyalakan mesin motornya.

Tania pun segera berjalan ke belakang jok sepeda motor tersebut, naik dan duduk di sana. Kedua tangannya memeluk tubuh sahabatnya ini, sudah menjadi salah satu hal favoritnya juga.

Jordan pun tidak banyak komplain dengan apa yang dilakukan oleh Tania seperti sekarang ini. "Tan, besok kalau sekolah jangan sampai telat, ya!"

"Hah? Lo ngomong apaan sih, Dan?" tanya Tania, yang bahkan tidak mendengar suara Jordan. Meskipun, tubuhnya sudah sedekat seperti ini.

Menggeleng pelan ketika mengetahui sahabatnya tidak mendengar suara ucapannya, padahal Jordan sudah berusaha bicara sekuat mungkin. "Kebiasaannya, tidak pernah bisa dihilangkan."

Butuh waktu beberapa menit, hingga akhirnya mereka berdua sudah sampai di depan rumah masing-masing. Tania turun dari kendaraan tersebut, dan mendekatkan diri pada Jordan untuk melepaskan helmnya.

Jordan dengan telaten pun perhatian melepaskan helm dari kepala Tania. "Ndut! Besok jangan sampai telat bangun sekolahnya, gue gak mau kalau kita terlambat lagi."

"Iya, bawel amat sih lo!" ujar Tania, dengan wajah yang tertekuk kesal. "Udah sana pergi!"

"Malah ngusir, dasar Ndut!" ledek Jordan, yang menjalankan kembali sepeda motornya untuk menuju rumah yang hanya samping-sampingan dari kediaman Tania. "Sahabat yang aneh."

Tania melirik pada samping rumahnya, untuk memastikan kalau Jordan benar-benar pulang. Ia tidak ingin saja, melihat sahabatnya tersebut keluyuran tidak jelas, dan pergi tanpa mengajak dirinya. Tentu ini pasti.

"Non, ayo masuk! Jangan di luar seperti itu, sekarang hampir menjelang maghrib!" teriak pengasuh Tania sedari kecil.

Tania menoleh ke dalam, dengan anggukan pelan. Ia sudah memastikan kalau sahabatnya tersebut sudah masuk ke rumahnya, hingga bisa melangkah dengan tenang.

"Tunggu sebentar, Bu." Tania tersenyum, sembari meregangkan otot-otot pada tubuhnya yang terasa kaku. "Ibu, Bunda sama Ayah belum pulang juga, ya?"

"Belum, Non. Mari masuk."

Tania mendengkus napas kasarnya. "Kapan sih mereka pulang ke rumah? Kenapa mereka selalu saja sibuk sendiri seperti itu? Sudah tidak sayang lagi ya sama Tania, Bu?"

avataravatar
Next chapter