"Sabar! Sabar! Lepasin dulu! Aku jelasin d…." Derry setengah berteriak setengah panik karena mulai tercekik.
Ifa akhirnya mau melepaskan juga.
Sambil membetulkan kerahnya, Derry berkata, "Ifa…, ini masalah serius! Mana mungkin aku mau main-main soal serius begini!"
Ifa sejenak menatap wajah Derry, dan mengingat kenakalan dan segala macam kekacauan yang pernah ia alami karena terlibat dengan Derry, ia menggeram, "Gue gak percaya!"
Derry mengangkat bahu dengan timing yang pas sekali.
"Terserah…, tapi sungguh aku mau nolong kamu. Sungguh!" Ia mengangkat tangan untuk menghentikan semprotan lebih lanjut, "Aku tahu banget sifat kamu. Kamu itu sakit, Fa. Sakit cinta. Sangat amat parah. Amat parah sangat…," gumam Derry disusul empat kombinasi lainnya dari tiga-kata itu yang artinya sama secara literal…, keajaiban bahasa bukan?
"Tadi aja pas spidol mental ke 'pala kamu, eh kamu malah gak bereaksi. Mengkhawatirkan! Mengkhawatirkan!" ujar Derry sambil menghela nafas dan membelai janggut laksana pelajar Tiongkok kuno. Ia lalu menepuk-nepuk dada Ifa dengan punggung tangannya perlahan—lebih mantap lagi kalau ada kipasnya.
Ifa terdiam sejenak. Masa iya ada spidol tadi melesat ke kepalanya? Ingatannya buram sekali pas Kewarganegaraan tadi.
"Tanpa gosipku pun, dalam waktu tiga hari saja, semuanya pasti tahu kamu lagi have a crush sama Indy. Nah, daripada malu tiga hari lagi, yah..., mendingan hari ini."
"Ngawur!!" Ifa mengecam! Wajahnya sudah seperti tomat diberi cabe dikasih obat merah.
Derry ketawa dalam hati. Sekalipun mengecam dan marah, tidak sekalipun Ifa menyangkal perasaannya.
"Dengerin…, dengerin dulu! Kalau ada yang mau disalahin soal kamu jatuh cinta…. Ya kamunya yang musti disalahin! Ngapain juga jatuh cinta sekarang? Kesalahannya kan jadi doble saat kamu bilang kamu kalah main basket hanya gara-gara keserempet cewek itu di lorong GOR!" Mendengar penjelasan Derry ini, Ifa langsung protes karena merasa tak pernah ngomong demikian. Tapi Derry sudah melanjutkan tanpa ampun, "Kesalahan kamu jadi triple saat kamu bilang begitu sambil ada bintang-bintang di matamu, kaya di sinetron-sinetron saja. Belum lagi, kamu ngeliatin mulu bangku pendukung kita. Aku sih sebenernya gak percaya. Tapi, tetris sudah kesalahan kamu pas ngelamun mulu sambil ngeliatin dia terus! Ya sudah…, aku jelas tahu siapa donk yang bawa handuk bertanda tangan itu!"
Melihat tangan Ifa terangkat, Derry cepat-cepat menyahut, "Eh…, kamu yang nyebutin bukan aku. Kamu yang ngeracau sendiri kaya orang mabuk soal itu… Aku nyebarin gosip itu karena pengen kamu cepet-cepet nyatain perasaan sebelum semuanya ancur."
"Ancur?" beo Ifa, kaget.
"Yaps. Pelajaran, basket, sepak bola, tugas ketua kelas, silat, mancing, maen di Timezone. Semua ancur karena Indy. Kaga seru lagi ntar jalan sama kamu. Rasanya, kaya jalan ama orang mati di siang hari. Lagian kamu orangnya takutan sama cewek, jadi kali ini demi kamu, aku percepat prosesnya!"
"Proses?"
"Hmm. Aku nelponin Ita, Rini, sama Demi malam-malam pake anonim segala—atau tepatnya hamba Tuhan—nyebarin gosip soal kamu sama Indy, supaya kamu cepet jadian ama Indy!" Cerita Derry dengan nada riang.
"Jadian?" Ifa dari tadi hanya bisa merespons dengan satu kata.
"Betul! Masa kamu gak tau? Cewek itu bisa ngerasain lagi kalau ada cowok yang suka sama dia…. Nah, kalau udah nyadar, biasanya doi pasti bakal mikir. Apalagi dengan dipandu gosip kenceng begini, terus dukungan semua temen-temenmu yang setia," Derry menepuk dada.
"Dia pasti akan dipaksa nyadar dan ngerasa ge-er kalau kamu suka ama dia ketimbang kamu harus pedekate tiap hari menembus kepungan temen-temennya sampai dia ngerasa kamu kumbang pengganggu. Kamu itu bukan tipe macam itu, Fa! Belum bisa! Belum doyan cewek kaya Casanova! Nah, di saat ini, kamu udah sangaaat dipermudah! Tinggal nembak aja, gampang khan? Fifty-fifty jadian ama tidak peluangnya. Daripada kamu mendem-mendem terus dan bikin orang sekelas, guru-guru, ayahmu, dan aku sengsara berbulan-bulan!
"Kaya silat Fa…, cinta juga sama! Kalo mangkir-mangkir, bertindak lama-lama, jadi dingin dan berat deh kaya bola besi! Dan saat itu tiba, penyesalan sudah tiada guna!"
Di titik ini, Ifa hanya bisa terdiam. Telinganya hanya setengah menangkap penjelasan Derry, seakan ia baru ditonjok keras dengan sebuah kesadaran berbunyi: Ya, Ifa..., elu sudah jatuh cinta. OK! Terus apa?
Seumur hidupnya, selain santun dan seperlunya berbicara dengan kaum hawa, Ifa tidak pernah tahu yang namanya harus dekat atau merayu! Memikirkan itu saja hatinya sudah mencair dan perutnya mengeras. Apalagi harus membuka hati! Aduuuuh!! Apalagi sekarang semua orang tahu!
Ia tidak punya lagi waktu berpikir atau merenung dengan kepala dingin lagi. Ha! Mana ada waktu berpikir dan merenung yang jernih di saat jatuh cinta berat! Menyadari peliknya situasinya sekarang, ia merasakan keputusasaan luar biasa. Lebih baik dikepung sepuluh preman bersenjatakan balok berpaku daripada harus dibiarkan jadi korban gosip yang benar, pikir Ifa.
"Ja-jadi gue musti ngapain sekarang?" tanyanya lugu.
Derry masih merasakan keraguan dari sahabatnya, dan ini berarti mengusulkan apa pun juga akan percuma. Pelajaran yang diterima dari papanya mengajarkan: "Buat orang mengerti konsekuensinya! Selama dia menyadari bahayanya, loncat sumur pun dia pasti mau kalau kita kendalikan!"
Derry berkata lagi, mengancam secara halus, "Bener! Apa yang kamu musti lakukan? Kalau dibiarin aja terus…, kamu pasti dicap pengecut sama doi, cuma berani andalin gosip buat bikin sensasi. Buat pedekate…?" ujar Derry sambil melihat gelengan panik Ifa "Kamu juga gak berani. Kesimpulannya: kamu kejepit waktu! Cewek kaga ada yang pernah suka sama cowok pengecut, atau yang mengganggu hidupnya!"
"Gue gak pernah ngeganggu dia!"
"Oh! Kamu belum tau makna gosip di mata cewek! Apa pun yang meruntuhkan imejnya, mengganggu hidupnya! Apalagi sekelas sama cowok yang membuat gosip demi mendapatkannya!"
"Siapa?" Ifa bertanya dengan lugu.
"Ya kamu." Jawab Derry dengan khidmat.
"Bukan gue! Ini kerjaan elu!"
"OK! Kamu memang tahu ini kerjaan gue! Tapi, dianya tahu gak? Di mata dia imej kamu bisa seburuk setan! Gak ada hal yang bagus yang didapatkan dari gosip yang durasinya kelewat lama! Jadi…," untuk menambah efek dramatik, Derry berkata dengan perlahan, "kamu musti nembak sekarang atau gak besok deh paling lambat. Gak ada cara lain. Serangan mendadak selagi dia baru mikir! Kalo gak, kamu mendingan pindah kelas aja…. Kaga bakal tahan, deh."
Ifa berkeringat dingin. Udara saat itu cukup panas tapi badan kekar itu betul-betul menggigil. Ia menatap nanar ke dinding sekolah dan rumput halaman bergantian.
Derry benar-benar kasihan padanya, tapi saat ini tak ada hal yang bisa dilakukan selain oleh keputusan Ifa sendiri.
"Jadi, kamu mau maafin aku?" Derry mendadak bertanya dengan penuh rasa bersalah, menyentak kaget Ifa yang sedang tenggelam dalam kegalauannya.
"Ah? Eh…. Nggak!!! Elu musti ikut gue masuk pedepokan, terus jadi sansak hidup gue!" cetus Ifa dengan bengis, lalu kembali ke dalam lamunannya dengan wajah penuh penderitaan.
Derry menunggu dengan kuyu dan pasrah, sebentar kemudian wajah Ifa mulai berubah saat ketenangan dan keputusan mulai meresap sedikit ke dalam pikirannya.
Ia menghela nafas panjang, menggamit bahu Derry. Tangan Derry sejenak menempel di saku celana Ifa—pelan-pelan agar tak ketahuan si empunya.
Sambil berjalan bersama, Ifa berkata, "Elu traktir gue deh di mana aja! Tapi, setelah gue nembak, OK?"
Lalu ia menambahkan setelah empat detik diam saja, "Thanks, Der."
Thanks buat orang yang bikin dia merana dalam lembah hitamnya gosip serta demam derita sebelum menyatakan cinta? Memang Ifa sangat naif! Derry berteriak senang dalam hatinya! Rencananya berhasil secara tak terduga! Mengapa tidak? Ifa tak pernah mengingkari kata-katanya!
Derry nyaris menanyakan, "Kapan??" tapi ia buru–buru meredamnya.
Ia tak boleh terlihat terlalu antusias.
Ia harus hati-hati.
Sangat hati-hati.
Satu rencana telah terpikir olehnya.
"Fa, kamu menyesal..., jatuh cinta?"
Ifa menjawab, setelah merenung cukup lama, "Kadang-kadang…. Tapi, bener–bener kaya petir waktu itu, Der. Rasanya senang sekali…. Aneh…, gue bahkan gak bisa mikir apa-apa. Gue kaga tau lagi ini senang apa susah…." Lalu ia tersenyum kecut sendiri, bengong, getir, berganti-ganti ekspresi dengan cepat sekali, tapi matanya menyorot lembut sekali.
Belum pernah Derry melihat Ifa yang seperti itu.
Derry kadang iri dengan kesederhanaan Ifa. Mungkin kesederhanaan dan tidak terlalu banyak nonton sinetron, atau berkhayal itulah yang membuat jatuh cintanya bisa sebegitu dahsyat dan bermiliar-miliar rasanya. Tak ada cetakan sebelumnya di kepala Ifa atau pedoman apa pun tentang perasaan jatuh cinta sehingga ia murni merasakan fenomenanya bulat-bulat. Tanpa asumsi, tanpa referensi, tanpa khayalan atau imajinasi.
Derry menepuk punggung sahabatnya dengan hangat, penuh simpati.
[Semoga dan HARUS berhasil, Kawan....]
Mohon jangan memberikan PS ya.
Kasih PS saja ke karya utama saya:
Tanril: Telaga Api
https://www.webnovel.com/book/14563516705778305