webnovel

EP. 081 - Peti

Pabrik Kapal Mahajana, Tirtanu, Tahun 1349

"Ini deretan gudang stok makanan kita, kan?" tanya Raja Ehren.

"Benar. Ada yang perlu saya tunjukkan pada, Yang Mulia. Terkadang, apa yang terlihat itu tidak seperti kelihatannya", kata Dawn.

Dawn berjalan dengan tergesa-gesa di depan Raja Ehren. Mereka melewati beberapa gerobak yang terbuka di bagian atasnya. Gerobak itu berisi karung kubis, karung wortel, karung cabai, dan sayuran lainnya. Selain gerobak, ada juga beberapa peti kayu yang masih terpaku rapat. Dawn dan Raja Ehren terus berjalan melewati banyak peti kayu dan gerobak.

Beberapa saat kemudian, Dawn berbelok ke sebuah gudang raksasa. Gudang itu dipenuhi rak-rak raksasa yang berisi sayur, ikan, buah. Ada juga laci kayu seperti yang dipakai penjual sayur yang ada di pasar. Laci kayu itu semuanya penuh. Ada juga beberapa tumpukan karung yang berisi beras, gandum, dan makanan lain di gudang itu. Melihat semua itu, Raja Ehren sangat lega karena stok makanan Tirtanu cukup untuk musim dingin ini.

Dawn berhenti di depan tumpukan peti kayu raksasa setinggi 10 peti. Masing-masing peti kayu berukuran 1x1x1 meter. Dawn memandangi tumpukan peti kayu itu tanpa sepatah kata. Raja Ehren menghampirinya dan berdiri di sampingnya. Raja Ehren bingung Dawn yang terlihat marah sambil memandangi tumpukan peti. Raja Ehren ikut mencermati peti-peti itu. Raja baru sadar kalau beberapa peti ditandai dengan simbol zeta (ζ).

Dawn mengambil pedang dari sarungnya yang terikat di pinggangnya. Dawn menggunakan pedang untuk menghancurkan kunci salah satu peti yang bersimbol zeta. Tentu saja, percobaan pertama tidak berhasil. Dawn terus menerus menetak bagian kunci peti itu dengan pedangnya. Semakin lama, kunci itu semakin rusak dan jatuh. Dawn segera membuka peti setelah kuncinya rusak. Raja Ehren dan Dawn terkejut dengan isi peti kotak itu.

"Apa ini? Bagaimana bisa?" ucap Raja Ehren kaget.

Ternyata peti bersimbol zeta yang dibuka Dawn berisi tiga anak yang duduk sambil memeluk kedua kakinya yang terlipat. Tiga anak itu sudah tidak bernyawa, sepertinya tiga anak itu meninggal karena kehabisan napas. Bayangkan saja, satu anak saja akan merasa pengap jika dimasukkan ke dalam peti kayu kubus berukuran 1x1x1 meter walaupun peti itu sudah dilubangi. Peti 1x1x1 meter langsung penuh jika diisi dua orang anak. Itupun dua anak itu harus benar-benar melipat tubuhnya agar muat dalam peti. Tapi di sini ada tiga anak dalam peti 1x1x1 meter. Bisa dibayangkan betapa tersiksanya tiga anak itu.

Begitu pintu peti terbuka, 1 dari 3 anak itu langsung terjatuh ke kaki Raja Ehren. Raja Ehren sangat kaget. Saking kagetnya, dia hanya bisa diam dengan wajah pucat dan kaki gemetaran. Dawn juga kaget namun dia langsung sadar kembali dan memahami apa yang sedang terjadi. Dawn duduk dan mengangkat tubuh anak laki-laki yang menindih kaki Raja Ehren. Dawn membopong anak itu dan membaringkannya ke lantai di belakang Raja Ehren. Kulit dan bibir anak itu sudah memutih dan dingin. Tak perlu CPR untuk menyadarkannya karena percuma.

Raja Ehren baru tersadar saat Dawn berusaha mengeluarkan seorang anak dari peti yang tadi dibuka. Kini tersisa dua anak yang duduk terlipat di dalam peti. Raja Ehren membantu Dawn untuk mengeluarkan satu anak lagi. Jadi, masing-masing dari mereka membopong satu anak dan membaringkannya ke lantai di sebelah anak pertama. Dengan sigap, Raja Ehren memeriksa napas dan denyut nadi kedua anak itu. Raja Ehren bahkan melakukan CPR pada salah satu anak.

"Percuma melakukan CPR. Mereka sudah lama meninggal. Tubuhnya sudah memutih dan dingin. Sepertinya mereka meninggal karena kehabisan napas setelah dipaksa memasuki peti kecil itu hidup-hidup", kata Dawn.

"Kalau begitu, kita buka semua peti yang ada di sini!" perintah Raja Ehren.

Dawn segera mengambil lagi pedangnya di lantai dan segera menghancurkan kunci dan tutup peti satu persatu. Raja Ehren yang tak membawa senjata apapun segera berkeliling di dalam gudang. Untungnya, Raja Ehren menemukan sebuah kapak yang terjatuh di kolong meja setelah beberapa kali putaran. Raja Ehren segera berlari ke arah Dawn dan membantunya membuka peti kayu yang lain.

Satu per satu peti mulai terbuka. Ada peti yang berisi wortel. Ada peti yang berisi pakaian. Ada peti yang berisi sayuran hijau. Ada peti yang berisi anak-anak. Ada peti yang berisi perempuan dewasa. Ada peti yang berisi seorang pemuda. Ada peti yang berisi perhiasan emas. Ada peti yang berisi ikan. Ada juga peti yang berisi daging. Peti yang berisi barang dibiarkan begitu saja. Raja Ehren dan Dawn fokus mencari peti yang berisi manusia. Semua manusia yang ada di dalam peti segera dikeluarkan dan dibaringkan ke lantai. Semakin lama, semakin banyak jumlahnya.

"Kita harus melakukan sesuatu! Tidak bisa dibiarkan seperti ini", ucap Raja Ehren.

"Kita tandai yang sudah tak bernyawa", kata Dawn.

"Ada wortel dan sayuran hijau. Kita letakkan sayuran hijau di atas warga yang masih ada harapan dan wortel bagi yang sudah tak bernyawa!", kata Raja Ehren.

"Baiklah", ucap Dawn.

Raja Ehren dan Dawn tiba di Mahajana pada malam hari sekitar pukul 21.00. Kini, jam pasir raksasa di ujung ruangan dalam gudang sudah menunjukkan pukul 22.00. Komplek pabrik Mahajana sudah tutup sejak sore hari pukul 17.00. Sekarang, tidak ada satupun manusia yang masih ada di seluruh penjuru Mahajana termasuk gudang makanan kecuali Raja Ehren dan Dawn. Alhasil, tidak ada yang menolong mereka berdua. Jika mereka ingin bantuan, mereka harus berkuda keluar komplek Mahajana yang luasnya satu desa.

Semua peti yang ada di tumpukan tempat anak-anak berada sudah terbuka semua. Bukan hanya anak-anak yang ada di dalam peti, ada pemuda, ada perempuan, bapak-bapak tua juga ada, ibu-ibu tua juga ada. Mereka semua sudah dibaringkan di atas lantai. Raja Ehren dan Dawn mondar mandir ke kanan, kiri, depan, dan belakang untuk mengecek kondisi mereka dan menandai mereka dengan sayuran dan wortel. Mereka yang sudah meninggal jauh lebih banyak dari yang bertanda sayuran hijau.

Raja Ehren dan Dawn berusaha memberi CPR untuk pertolongan pertama. Hasilnya, CPR pertama gagal. Mereka pindah ke warga lain yang masih memiliki harapan hidup untuk memberikan CPR pada mereka. CPR pasien kedua gagal. CPR ketiga juga gagal. Dawn dan Raja Ehren tetap lanjut memberikan CPR pada yang lain. Mereka tidak menyerah. Jika gagal, pindah ke pasien lain.

Akhirnya setelah sekian lama, ada 1 orang yang masih bisa diselamatkan dan berhasil bernapas setelah mendapat CPR walau tipis-tipis. Satu orang yang selamat itu adalah seorang anak perempuan. Orang menyelamatkan anak itu adalah Raja Ehren. Dia menyandarkannya ke sebuah peti agar bisa duduk sendiri. Raja Ehren segera mencari air minum yang berada di rak terdekat.

Ketika Raja Ehren kembali, anak perempuan itu sudah sadar dan membuka mata. Raja Ehren segera berlari ke arah anak perempuan itu untuk memberinya minum agar tidak dehidrasi. Raja Ehren melihat ke arah Dawn, dia masih terlihat sibuk memberikan CPR. Warga yang bertanda hijau semakin lama semakin sedikit. Dawn dan Raja Ehren sepakat untuk menukar sayuran hijau dengan wortel jika orang yang diberi CPR sudah tak bisa ditolong.

Ruang Duka Istana Kerajaan Tirtanu, Tahun 1349

Jenderal Yoshi menggendong Dimas di punggungnya untuk keluar dari klinik kesehatan istana. Mereka menuju ke ruang duka tempat disemayamkannya Xavier sebelum dimakamkan besok pagi. Setelah melewati beberapa lorong dan taman gelap, mereka akhirnya tiba di depan pintu ruang duka yang terbuka. Terlihat sebuah peti dari luar pintu.

"Sudah saatnya kau beristirahat", ucap Jenderal Yoshi pada Raefal.

Merasa dipanggil, Raefal menoleh ke arah pintu. Dia melihat Dimas dan Jenderal Yoshi. Raefal segera berdiri dan menyiapkan tempat duduk untuk Dimas tanpa banyak bicara. Raefal dan Jenderal Yoshi membantu Dimas untuk duduk tepat di samping wajah Xavier. Dimas memandangi wajah Xavier yang pucat dan bahkan bibirnya mulai berair. Terputar kembali semua kenangan saat Dimas masih bisa menjalani hari-hari bersama Xavier.