webnovel

EP. 036 - Mahajana

Tahun 2009

Setelah mengetahui kisah Lucas, Naira semakin bertanya-tanya. Naira menarik napas panjang. Suasana mendadak hening. Keheningan ini membuat Naira merinding dan mengangkat kakinya ke atas kursi.

"Apa reinkarnasi benar-benar ada? Jika benar-benar ada, apakah aku juga manusia yang bereinkarnasi?" pikir Naira.

Tiba-tiba Naira merasa ada yang bergetar. Naira melirik ke samping laptopnya. Ternyata ada telepon masuk dari Elvano. Naira segera mengambil ponselnya.

"Iya. Aku di sini", sapa Naira singkat.

"Aku sudah dapat tiket liburan ke luar negeri. Aku tidak mau pergi ke sana sendirian. Jadi aku ingin berangkat denganmu dan Devan. Kita akan berangkat 2 hari lagi", kata Elvano.

"2 hari lagi?!! Keluar negeri?!! Pak Elvano, aku belum punya paspor, lho. Buat paspor kan butuh waktu", protes Naira.

"Siapa bilang? Kalau tahu caranya, kamu bisa buat paspor dalam sehari. Datang saja ke mall pelayanan publik dengan membawa berkas persyaratan. Di sana antriannya tidak terlalu banyak. Beda dengan kota yang memiliki bandara", jawab Elvano.

Mendengar itu, Naira langsung menutup telponnya. Dia segera mengambil kartu identitas, menyiapkan berkas lainnya, dan paling penting, menyiapkan uangnya. Syukurlah, uangnya masih cukup. Naira melihat jam dinding di kamarnya.

"Masih jam 11, harusnya cukup", kata Naira.

Naira segera bergegas pergi mengurus paspor. Tiba-tiba, dia teringat sesuatu lalu mengambil ponselnya. Dia menelpon seseorang, orang itu adalah Elvano.

"Luar negerinya ke mana?" tanya Naira.

"Kerajaan Tirtanu", jawab Elvano.

"Bukankah di sana sedang ada banyak isu?" tanya Naira.

"Justru karena itulah tiketnya murah. Kita bisa naik kapal biar murah", kata Elvano.

"Busyeet dah! Damaranu ke Tirtanu itu jauh banget dan kita naik kapal? Ok, aku tidak jadi berangkat", ucap Naira kesal.

"Kapal terbang maksudnya", kata Elvano.

"Aish… tidak lucu lho", kata Naira.

2 hari Kemudian, di Pesawat

Naira duduk dengan kedua temannya di kursi ekonomi. Karena ini penerbangan pertamanya, Naira duduk di sebelah jendela. Dia memandang ke arah luar jendela. Tidak ada apa-apa di sana. Yang ada hanyalah hitam dan terkadang ada awan hitam di bawah pesawat karena hari sudah malam.

"Tujuan pertama kita kemana?" tanya Naira ke Elvano yang duduk di sampingnya.

"Tirtanu terkenal dengan musim dinginnya yang indah. Tapi karena ini musim panas, akan menyenangkan jika kita ke pantai dan menaiki kapal terkenal dari Kerajaan Tirtanu", jawab Elvano.

"Ke Tirtanu di musim panas. Bukankah itu keterlaluan", protes Devan.

"Karena itulah tiketnya murah. Lagipula kita memang cuma punya libur di musim panas dan dingin kan?", jawab Elvano tenang.

Pesawat mendarat 9 jam kemudian. Devan, Elvano, dan Naira segera pergi ke hotel tempatnya menginap. Mereka menaiki bus agar lebih irit. Di perjalanan, mereka disuguhi pemandangan pantai yang indah.

Naira hanya memandangi jendela bus. Disamping Naira ada Elvano. Dibelakang mereka ada Devan yang duduk tepat di samping jendela. Tidak ada kata-kata yang terucap di sana, hanya ada suara gas dan rem kendaraan.

"Aku kira hanya Damaranu yang punya pantai cantik. Ternyata pantai Tirtanu juga cantik", ucap Devan takjub.

Devan berusaha untuk memecah kesunyian namun Naira enggan menanggapinya. Naira hanya memandangi pemandangan luar sambil sesekali memotret. Elvano juga terlalu lelah untuk berbincang dengan Devan dan memilih untuk tidur.

Malam sudah berganti pagi. Naira, Devan, dan Elvano bersiap untuk mengunjungi museum kapal. Museum itu adalah milik pabrik kapal terbesar dan tertua di Kerajaan Tirtanu. Nama pabrik itu adalah Mahajana.

Pabrik kapal Mahajana sudah didirikan sejak tahun 1285. Sekarang adalah tahun 2009 yang berarti usianya sudah 724 tahun. Pabrik ini dimiliki dan diwariskan turun temurun pada anggota Kerajaan Tirtanu.

Naira, Devan, dan Elvano sudah tiba di museum. Hal yang pertama kali mereka lakukan adalah berfoto. Mereka berfoto dengan latar belakang kapal-kapal antik dan unik. Ada kapal yang bisa dinaiki karena menempel pada dermaga. Ada juga kapal yang tidak bisa dinaiki karena mengapung cukup jauh dari dermaga.

Tiba-tiba, intuisi Naira meminta Naira untuk berjalan ke sebelah kanan. Naira pun mengikuti intuisinya dan meninggalkan kedua temannya. Setelah berjalan cukup lama, Naira melihat sebuah kapal besar.

Dari desainnya, Naira sudah tahu kalau ini kapal kuno yang usianya tua. Bagian bawahnya sudah dihinggapi teritip. Beberapa orang sedang membersihkan teritip dari kapal. Walaupun kapal ini kuno, kapal ini terlihat besar dan cukup mewah dengan 12 layar.

"Aku kok sepertinya kenal dengan kapal ini. Rasanya kapal ini sangat dekat denganku. Apa yang dejavu?" pikir Naira.

Naira terus memandangi kapal itu. Suara deburan ombak dan bau asin dari air laut, menemani Naira yang melamun di depan kapal sendirian. Naira mulai melangkahkan kaki ke dermaga tempat kapal bersandar.

"BUK! Hayo mau ke mana?" ucap seseorang sambil menepuk pundak Naira.

Naira segera menoleh ke belakang. Ternyata itu Devan. Di belakang Devan ada Elvano yang menyusul dari kejauhan. Elvano tau, Naira dan Devan melihatnya. Saat itulah Elvano melambaikan tangan untuk memanggil mereka berdua.

"Ayo kembali! Pemandu wisata sudah datang", ajak Devan.

"Baiklah", kata Naira.

Dengan berat hati, Naira berjalan meninggalkan kapal 12 layar itu bersama Devan. Beberapa saat kemudian, Naira, Elvano, dan Devan tiba di sebuah tugu untuk berkumpul dengan wisatawan lain. Pemandu wisata sudah berdiri di sana dengan menggendong megaphone.

"Selamat datang di pabrik kapal Mahajana. Pabrik kapal yang terbesar dan tertua", sambut pemandu wisata.

"Yang Anda lihat sekarang di sini adalah koleksi kapal terbaik kami dari yang terbaru hingga yang berusia 700 tahun. Tidak semua kapal koleksi kami berasa di sini. Sebagian kapal sudah rusak, tapi anda bisa melihat fotonya di museum", lanjut pemandu wisata.

"Sepertinya hari ini akan jadi hari yang membosankan. Kenapa kamu pilih wisata museum sih?" bisik Devan.

"Karena ini yang paling murah. Wisata edukasi biasanya jadi yang paling murah tiketnya. Yang penting kita bisa ke luar negeri dan punya koleksi foto estetik", balas Elvano sambil berbisik.

Setelah mendengar pidato penyambutan dari pemandu wisata, wisatawan mulai berkeliling. Mereka melihat koleksi kapal sambil memotret kapal dan selfie. Naira dan kedua temannya juga ikut selfie dan memotret kegiatan mereka.

"Mahajana membuat banyak jenis kapal. Ada kapal nelayan, kapal perang, hingga kapal bajak laut. Ini adalah kapal bajak laut yang masih ada. Kapal ini peninggalan bersejarah yang sudah ada sejak tahun 1300-an. Pada tahun 1340-an, bajak laut Tirtanu sangat terkenal. Mereka menggunakan kapal ini untuk mencari mangsa", kata pemandu wisata.

"Kok aku merasa kapal ini familiar ya?" bisik Naira ke Elvano.

"Apa mungkin di kehidupan sebelumnya, kamu pernah melihat kapal ini?", tanya Elvano balik.

"Entahlah, tapi mungkin aku pernah melihatnya di internet saat belajar sejarah tujuh Kerajaan", jawab Naira untuk menyangkalnya.

Elvano, Devan, dan Naira terus berkeliling bersama pemandu wisata dan wisatawan lain. Entah mengapa, tiba-tiba Naira kedinginan. Padahal tidak ada angin besar yang berhembus di area pelabuhan. Rasa dingin itu membuat Naira mual dan pusing. Lalu dia memutuskan untuk memegang pundak Elvano yang ada di depannya menempelkan wajahnya ke punggung Elvano.

"Ada apa?" tanya Elvano.

"Entahlah, tiba-tiba hawanya dingin dan membuatku pusing", jawab Naira.

Setelah mendengar jawaban itu, Elvano menghentikan langkahnya. Dia membiarkan Naira memeluknya dari belakang. Naira kemudian memejamkan mata.

Begitu mata tertutup, Naira melihat banyak kapal. Kapal itu dikelilingi oleh banyak orang yang memakai aneka baju warna coklat. Baju mereka sederhana. Sepertinya, mereka bukan warga yang tinggal di tahun 2000-an. Orang-orang itu ada yang sedang menurunkan ikan. Ada yang membeli ikan. Ada juga yang mengangkut barang.

"Di mana ini? Mengapa masih ada orang yang berpakaian seperti ini?" batin Naira.

Tiba-tiba Naira mendengar suara laki-laki. Laki-laki itu memanggilnya. Naira memandangi sekelilingnya. Tapi ternyata tidak ada warga yang memanggilnya.

"Naira, bangun! Apa kau baik-baik saja?" ucap Elvano.

Suara Elvano membangunkan Naira. Naira tadi sempat pingsan dan baru bangun. Dia dikelilingi banyak orang termasuk pemandu wisata. Setelah sadar, Devan memberinya air minum botolan.

"Ini minum dulu", pinta Devan.

Naira meraih botol itu dan meminum airnya. Setelah kesadarannya kembali, dia mulai melihat sekelilingnya. Alangkah kagetnya Naira saat dia berada di samping kapal yang tadi ada dalam mimpinya. Dia memandangi kapal itu dari bawah ke atas.

"Dulu layar kapal tidak seperti ini. Dulu kapal ini punya 6 layar tapi patah terkena ombak. Sekarang tinggal 4 tiang layarnya", kata Naira.

"Benar. Darimana anda tahu ini? Padahal informasi ini tidak pernah dibagikan ke publik", kata pemandu wisata keheranan.