webnovel

EP. 034 - Amarah

Flashback Tahun 1311

Saat Raja Cedric masih menjadi Putra Mahkota berusia 22 tahun

Putra Mahkota Andalanu mendapat giliran pertama, semuanya berjalan lancar. Tibalah giliran Pangeran Cedric. Setelah aba-aba mulai, dia langsung menembakkan panahnya. Tiba-tiba, angin datang dan membuat tembakan Pangeran Cedric meleset.

"Mengapa tiba-tiba ada angin? Apa karena waktu saja yang kurang pas?" pikir Putra Mahkota Cedric.

Putra Mahkota Cedric merasa ini hanya kebetulan saja. Dia mengabaikan kehadiran angin aneh pada putaran pertama. Kini tiba giliran putra mahkota Andalanu putaran kedua. Saat itu semuanya berjalan lancar.Sembilan poin berhasil didapatkan oleh putra mahkota Andalanu pada putaran kedua.

Tibalah giliran Putra Mahkota Cedric. Dia mengambil napas terlebih dahulu sebelum menembak. Dia juga memeriksa arah angin. Saat waktunya pas, dia menembak target dengan mantap. Anehnya, angin itu muncul lagi. Angin itu muncul sekejap dan menghempaskan anak panah Putra Mahkota Cedric. Alhasil, dia harus ikhlas menerima 7 poin.

"Ada yang aneh dari angin ini? Apakah ada yang menggunakan sihir untuk mempengaruhi hasil lomba?" pikir Putra Mahkota Cedric.

Pangeran Cedric melihat keadaan disekelilingnya saat pangeran Andalanu mengambil giliran di putaran tiga. Dia melihat seorang perempuan sedang mengucapkan sesuatu dengan pelan. Tidak jelas apa yang diucapkan, hanya gerakan bibirnya yang terlihat.

"Dewan juri yang terhormat, sepertinya ada yang curang dengan ilmu sihir di perlombaan ini", protes Pangeran Cedric sambil melirik ke arah wanita itu.

Dewan juri juga ikut menoleh ke arah tatapan mata Pangeran Cedric. Ternyata, wanita yang dimaksud adalah ibunya Helena. Saat itu ibunya Helena masih komat-kamit.

"Tidak ada yang menggunakan sihir di sini", ucap seorang juri.

"Benarkah? Tadi ada angin aneh yang muncul hanya saat giliran saya. Awalnya, saya mengira ini hanya kebetulan. Anehnya, hal ini terulang dua kali", kata Pangeran Cedric.

Seketika, ibunya Helena langsung diam mendengar hal itu. Ternyata, dia tahu kalau Pangeran Cedric mencurigainya. Saat para juri menoleh ke arah ibunya Helena, dia terlihat memakan kue.

"Mungkin hanya kebetulan saja. Kebetulan yang terjadi dua kali. Sekarang giliranmu memanah!", ucap seorang juri dengan tegas.

Pangeran Cedric mengambil posisi untuk putaran ketiga lomba memanah. Dia menaburkan pasir di udara untuk memeriksa kondisi angin. Dia melakukan itu berkali-kali hingga kondisi angin aman. Saat aman, dia langsung menembak.

Angin aneh datang lagi satu kali. Angin datang tepat sebelum panah mengenai target. Hasilnya, Pangeran Cedric harus puas dengan 6 poin. Kesabaran Pangeran Cedric mulai habis.

"Dewan juri yang terhormat, ini TIDAK ADIL. Ada yang benar-benar menggunakan sihir untuk mencegahku memenangkan pertandingan!" teriak Cedric marah.

"Jika ternyata kau tidak bisa memenangkan pertandingan ini berarti kau harus belajar memanah lagi. Jangan menyangkal. Terimalah itu. Tidak semua keinginanmu bisa terwujud", jawab salah satu juri.

Putra Mahkota Cedric kaget mendengarnya. Itu adalah kata-kata yang tidak disangka keluar dari mulut juri. Cedric tidak terima hal itu. Wajahnya mulai memerah. Dia menggigit bibir bawahnya sambil menarik napas panjang.

Pangeran Cedric berjalan mendekati para juri. Dia menatap mata mereka dengan tajam satu persatu. Awalnya dia berjalan pelan lalu tiba-tiba berlari.

"BBRRAAAK…!" Cedric menggebrak meja juri.

Badan para juri bergetar sejenak karena kaget. Jantung para juri berdetak cepat. Semua mata tertuju pada Putra Mahkota Cedric dan dewan juri.

"Belajar lagi… BELAJAR LAGI!!!" teriak Pangeran Cedric.

"Harusnya kalian memberitahu sejak awal bahwa para peserta harus belajar ilmu sihir sebelum lomba!", lanjut Pangeran Cedric penuh amarah.

"Angin asli dan angin sihir itu berbeda. Kalian mungkin bisa membodohi yang lain tapi tidak denganku. Yang meniupkan angin sihir itu adalah…", kata Cedric sambil memasang anak panah pada busurnya.

Tiba-tiba "wuuusshhhdd", sebuah anak panah melesat dan mengenai gulungan rambut seorang wanita.

"Yang meniupkan angin sihir itu adalah DIA!" Cedric menunjuk seorang wanita dengan tangannya.

Wanita yang ditunjuk dan dipanah adalah ibunya Helena. Semua penonton yang ada di sana menoleh ke ibunya Helena. Ibunya Helena sangat kaget. Keringat dingin mulai mengalir di keningnya. Jantung berdegup kencang.

"BERANINYA KAU MEMANAH PENONTON. Dengan hal ini, Putra Mahkota Cedric dari Kerajaan Tirtanu didiskualifikasi. Kau juga harus dihukum dengan 100 cambukan di sini!" teriak seorang dewan juri.

Sayembara panahan telah usai. Putra Mahkota Andalanu yang menjadi pemenangnya. Dia mendapatkan hadiah teracota 500 tahun dan Helena. Dia pulang bersama Helena 2 hari setelah perlombaan. Seminggu kemudian, mereka menikah di Kerajaan Andalanu.

Seratus cambukan juga sudah diterima Putra Mahkota Cedric. Walaupun begitu, dia masih marah. Dia merasa semuanya tidak adil. Menggunakan sihir untuk memenangkan pertandingan adalah hal yang menyebalkan tapi sulit dibuktikan. Dia pulang ke Kerajaan Tirtanu dengan oleh-oleh luka cambukan.

Dewan juri memang tidak percaya dengan sihir. Namun, semua warga Gaharunu tahu bahwa ibunya Helena adalah penyihir hebat. Sejak kompetisi panahan itu, warga mulai menjauhi Helena dan keluarganya.

Tidak ada warga yang mau berbicara dengan keluarga Helena. Tidak ada warga yang menolong keluarga itu saat kesusahan. Ayah Helena, ibunya Helena, dan Adeline menjadi bahan gunjingan. Bahkan beberapa warga berani menghina dan mempermalukan keluarga Helena di depan umum.

Tahun 1313

Helena tidak tahu apa yang terjadi pada keluarganya di Gaharunu. Setelah menikah, dia tinggal di Andalanu. 2 tahun setelah sayembara, seekor elang datang ke jendela kamar Helena.

Elang itu membawa surat. Untungnya, Helena berada di kamar saat surat datang. Dia segera membuka jendela, mengambil surat, dan menbukanya.

"TIDAAAK…", Helena histeris setelah membaca surat itu.

Ternyata, surat itu dari Adeline. Dia berpamitan pada kakaknya bahwa kini dia pergi dari Gaharunu. Ayah dan ibunya sudah meninggal bunuh diri karena tak kuat lagi menahan diskriminasi dari warga lain.

Sebuah krisis pernah melanda Gaharunu. Banyak hasil panen rusak, air sulit, harga barang naik gila-gilaan. Banyak warga kelaparan. Banyak warga yang dipecat dari pekerjaannya. Banyak usaha yang gulung tikar.

Banyak warga yang berdemo di depan istana. Mereka meminta solusi dari Raja Adhulpus. Tapi Raja Adhulpus cuek saja. Selama makanan enak masih tersedia di mejanya, dia tetap tenang.

Warga yang marah dan kelaparan mulai menjarah rumah orang-orang kaya. Salah satu rumah yang dijarah adalah rumah orang tua Helena. Penjarahan ini terjadi saat orang tua Helena masih hidup.

Adeline adalah gadis yang cerdas. Dia sudah bisa membaca dan menulis saat berusia 5 tahun. Sebelum hal buruk terjadi padanya, dia masih sempat menulis surat untuk Helena di Andalanu.

Adeline tinggal sendirian di rumah tanpa apapun. Tanpa makanan, tanpa uang. Suatu hari dia melihat iklan lowongan kerja sebagai pelayan. Dia langsung daftar, namun sayangnya dia tertipu.

Adeline tidak dipekerjakan sebagai pelayan tapi dijual sebagai budak. Adeline dijual ke wilayah Kerajaan Kepanu. Dia dijual ke warung remang-remang di Kepanu. Karena dia masih terlalu kecil, dia hanya ditugaskan mengambil gelas dan menuangkan minuman.

"PCAARRR", Helena membanting guci teracota yang ada di depannya. Helena sangat marah. Dia tidak terima dengan apa yang terjadi pada semua anggota keluarganya. Dia merasa bahwa semua nasib sial itu datang gara-gara Putra Mahkota Cedric.

"Aku bersumpah akan menghukummu, Cedric! Tunggu saja", ucap Helena.

Tahun 1329

Adeline sudah tumbuh sebagai perempuan yang cantik jelita. Usianya kini sudah 21 tahun. Dia sempat bekerja sebagai kupu-kupu malam pada usia 16-18 tahun. Tapi kini tidak lagi.

Sekarang, Adeline bekerja menemani para bangsawan dan tentara untuk berburu atau berperang. Kesempatan ini Adeline gunakan untuk belajar dan mengenal dunia politik. Dia juga sempat belajar menggunakan senjata dan bela diri dari para pangeran yang jatuh cinta padanya.

Sebagai hadiah, Adeline memasak makanan enak untuk para pangeran. Jika mereka terluka, Adeline yang mengobatinya. Terkadang, Adeline juga membacakan cerita Nina Bobo untuk para pangeran.

Di suatu hari, rombongan dari Kerajaan Tirtanu datang. Mereka akan membahas tentang sistem irigasi dari sungai Isun yang mengalir dari Kepanu ke Tirtanu. Sungai ini sangat panjang. Walaupun panjang dan besar, sungai ini sering menyebabkan banjir saat musim penghujan. Banjir ini banyak menelan korban dari Kepanu dan Tirtanu.

Rombongan Kerajaan Tirtanu membangun perkemahan di dekat sungai Isun. Mereka tidak sendirian. Mereka ditemani oleh beberapa anggota Kerajaan Kepanu. Adeline juga ikut datang di perkemahan itu.

"Namamu Adeline, kan? Tolong jaga kedua anak ini ya", pinta seorang pria.

"Baik Tuan", jawab Adeline.

Dua anak masuk ke dalam tenda Adeline. Satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Adeline langsung tersenyum untuk menyambut mereka.

"Sini, sini, duduk disini", sambut Adeline sambil menepuk karpet yang dia duduki.

"Boleh tahu, nama kalian?" tanya Adeline.

"Namaku Ehren, Ehren Enzi Alsaki", ucap anak laki-laki itu.

"Usiamu berapa Ehren?", tanya Adeline.

"8 tahun", jawab Ehren kecil.

"Kalau si cantik, usia berapa?" tanya Adeline.

"Usiaku 6 tahun", jawab gadis kecil itu malu-malu.

"Namamu siapa, Cantik?" tanya Adeline.

"Alatariel. Alatariel Artanis Rin", jawab gadis kecil itu.