webnovel

EP. 018 - Amnesia

Musim Semi, Tahun 1349

Alatariel masih kesulitan untuk mengingat masa lalunya. Sudah 3 bulan dia mengalami amnesia karena hampir membeku. Hanya ada satu hal yang dia tahu, yaitu anak yang sempat dikandungnya sudah meninggal 3 bulan yang lalu. Sekarang, dia tinggal di rumah sepasang suami istri lanjut usia. Anak dan cucu mereka merantau di kota dan tinggal di sana.

"Nenek, ini desa apa?" tanya Alatariel.

"Ini desa Springhill, di Kepanu. Musim semi di sini sangat indah. Itulah mengapa desa ini dinamakan Springhill", jawab Nenek.

"Bagaimana cara nenek menemukan saya?" tanya Alatariel penasaran.

"Musim dingin kemarin, nenek pergi ke Gunung Neji yang ada di Kerajaan Tirtanu. Di sana sedang musim seladren. Orang Tirtanu biasa menyebutnya seri. Tumbuhan itu penting bagi nenek karena bisa meningkatkan suhu tubuh di musim dingin dan laris manis jika dijual saat itu. Nenek menemukanmu saat seladren yang sudah nenek ambil jatuh ke bawah celah batu. Untungnya nenek bawa banyak seladren sehingga bisa mengobatimu", jawab nenek.

"Terima kasih, nenek. Boleh tahu nama nenek?" tanya Alatariel.

"Hansa, kamu boleh memanggilku Nek Hansa", jawab nenek.

Nenek Hansa melanjutkan pekerjaannya setelah merawat Alatariel. Suami nenek itu bekerja sebagai pencari kayu bakar. Nenek mencari uang dengan cara berburu tumbuhan herbal di hutan dan menjualnya.

Alatariel merasa haus. Dia mencoba untuk bangun. Ternyata dia sudah tidak merasakan adanya tubuh bagian bawah. Dia sudah memerintahkan tangan dan kakinya untuk bergerak tapi gagal. Tubuhnya mati rasa seperti kain ringan yang tergeletak di atas kasur.

Merasa kecewa dan marah, Alatariel memutuskan untuk berbaring lagi di kasur lantai. Tenggorokannya semakin kering dan terasa perih. Dia tidak bisa mengambil air yang ada di teko di atas meja yang hanya berjarak 3 langkah dari kasurnya. Nenek dan Kakek sedang bekerja. Yang dia bisa lakukan sekarang adalah menelan ludah dengan pasrah. Akhirnya, dia kembali tertidur.

Punggung yang sakit, berhasil membangunkan Alatariel dari tidurnya. Dia menggerakkan bola matanya agar bisa melihat ruangan di sekelilingnya. Dia melihat seorang nenek yang sedang meracik obat herbal.

"Oh, kamu sudah bangun?" sapa nenek.

"Saya ada di mana? Nenek siapa?" tanya Alatariel.

"Kamu ada di rumah nenek. Saya nek Hansa. Bukankah tadi pagi kamu sudah menanyakan hal ini? Nenek ingat, tadi pagi kamu tanya nama nenek. Saat nenek bekerja, kamu tertidur. Sekarang nenek pulang dan kamu terbangun", jawab Nenek Hansa.

"Nenek, saya haus", kata Alatariel. Dengan segera, Nek Hansa mengambilkan segelas air minum. Ternyata, Alatariel menghabiskannya dalam satu tegukan. Kasihan karena kehausan, nenek mengambil air lagi satu teko untuk Alatariel dan langsung habis.

"Maaf nenek, saya lupa. Nenek Hansa. Nenek Hansa. Nenek Hansa. Saya harus ingat nama nenek. Terima kasih atas minumnya", kata Alatariel.

"Sama-sama. Nenek senang bisa membantumu", kata Nenek Hansa.

"Nek Hansa, saya tidur berapa lama?" tanya Alatariel.

"Sepertinya kamu tidur saat nenek sudah di luar rumah dan baru bangun sekarang. Jadi kira-kira 8 jam", jawab Nek Hansa.

"Entah mengapa, rasanya saya sudah tertidur selama 3 hari jadi punggung terasa sangat sakit. Nenek, tadi aku mimpi dicium seseorang tapi wajahnya buram. Walaupun itu cuma mimpi, saya sangat senang dan rasa senangnya masih terasa sampai sekarang", kata Alatariel.

"Itu bukan mimpi. Itu mungkin benar-benar terjadi di masa lalu. Rasanya tidak masuk akal jika tiba-tiba kamu hamil tanpa menjalin hubungan dengan orang lain. Nenek masih ingat. Kamu merintih kesakitan saat perutmu pendarahan. Ternyata ada janin tak berbentuk yang akan keluar. Jadi nenek menariknya dan membersihkan perutmu", ucap Nek Hansa.

Seperti itulah kondisi Alatariel selama seminggu setelah sadar. Dia selalu bertanya dengan pertanyaan yang sama berulang kali, setiap hari. Mulai di hari ketiga setelah sadar, Nenek Hansa menulis pertanyaan Alatariel di kertas beserta jawaban dan tanggalnya. Kertas itu diletakkan di samping bantal Alatariel agar dia bisa membacanya sendiri saat penasaran.

Alatariel tidak dapat membedakan antara mimpi, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dia sering tiba-tiba terbangun di tengah malam atau di siang hari. Dia merasa sudah tidur lebih dari 12 jam, tapi sebenarnya hanya tidur selama 2-3 jam. Lelah dengan kondisi seperti ini, dia memutuskan untuk mengingat-ingat masa lalunya. Walau itu membuat kepalanya pusing, pingsan, tidur lagi, dan bangun lagi.

"Nek, sepertinya akan lebih bijak jika saya membantu nenek mencari bahan herbal", kata Alatariel.

"Tentu saja. Kamu boleh mencari bahan herbal kalau sudah bisa berjalan", jawab Nek Hansa.

Jangankan berjalan, bisa tidur miring saja itu sudah seperti keajaiban dunia nomer tujuh. Hampir mustahil, tapi itu mungkin jika nenek mau membantu Alatariel. Hal yang paling menyebalkan dan membuat Alatariel frustasi saat lumpuh adalah gatal.

Tidak masalah jika kaki Alatariel yang terasa gatal karena kakinya masih lumpuh. Alatariel mengalami kelumpuhan dari leher ke bawah. Lalu bagaimana jika yang gatal adalah daerah kepala yang berfungsi normal?

Pipi Alatariel sangat gatal karena digigit nyamuk. Tapi tangannya tidak mau nurut untuk digerakkan. Alatariel sudah berjuang sekuat tenaga, tapi tangannya masih belum bergeser. Rasa gatal semakin parah, pipi semakin panas. Dia menangis dan berteriak. Tapi tak ada yang mendengar karena kakek dan nenek masih bekerja. Tidak ada orang di rumah.

Tidak tahan dengan kondisinya itu, Alatariel meminta bantuan nenek untuk melatihnya. Pertama dia meminta nenek untuk membantunya merubah posisi tidur. Tidak ada rasa sakit yang dirasakan. Dia hanya merasa tubuhnya seperti kain ringan yang tidak bisa berdiri.

Posisi tidur Alatariel sudah berubah. Ada banyak bantal yang mengganjal tubuhnya agar tidak roboh kembali seperti kain. Lalu nenek memijatnya dengan ramuan herbal. Jika sudah 12 jam, Nek Hansa merubah posisi tidurnya lagi. Hal ini berlangsung sekitar 1 bulan. Awalnya, badan Alatariel terasa seperti kain. Namun sekarang, dia sudah bisa merasakan hangatnya ramuan herbal yang dioles ke seluruh badannya.

Untungnya, Nenek Hansa bersedia merawat Alatariel dengan sabar dan ikhlas. Alatariel mulai membaik satu persen setiap harinya. Setelah bisa merasakan rasa hangat, nenek mencoba merubah posisi tidur Alatariel. Saat itu barulah terasa, ternyata rasanya sangat sakit.

Rasanya seperti kaki dan tangan dicengkram banyak tangan lalu dibelah paksa dengan pisau saat sadar. Punggungnya terasa seperti ditusuk puluhan pisau. Itulah yang Alatariel rasakan saat posisi tidurnya dirubah. Sakit, sangat sakit. Tapi harus ditahan jika ingin sehat kembali.

Latihan mengubah posisi tidur yang menyakitkan akhirnya selesai dalam 1 bulan. 1 bulan kemudian, Alatariel berhasil menggenggam koin. Bulan berikutnya, dia berhasil menggerakkan tangan. Lalu berhasil menggerakkan kaki. Akhirnya, Alatariel berhasil menggerakkan semua anggota badannya 1 tahun kemudian. Kemudian, Alatariel bekerja sebagai penjual tumbuhan herbal.

Musim Semi, Tahun 1350

Alatariel, Nenek, dan Kakek sudah berangkat ke gunung pada dini hari yang gelap. Saat matahari terbit, mereka sudah membawa kayu bakar dan banyak tumbuhan herbal. Mereka sudah tiba di pasar sekitar pukul 6 pagi.

"Dipilih… dipilih… dipilih… Dipilih herbalnya ibu-ibu, bapak-bapak. Ada seladren, lobak, namun, gogyo, dan masih banyak lagi", teriak Alatariel.

Ini hari pertama Alatariel bekerja menjual herbal. Dia sangat senang karena dia bisa melihat pemandangan luar setelah setahun lebih mengalami kelumpuhan.

"Sepertinya aku kenal dengan perempuan itu?" kata seorang warga Kepanu di pasar.

"Yang mana?" jawab seseorang yang lainnya.

"Yang menjual seladren dan lobak".

"Iya, ya… Sepertinya aku pernah lihat tapi di mana ya?".

Herbal yang belum laku disimpan lagi ke dalam gentong tanah liat untuk dijual lagi besok. Karena haus, Alatariel mengambil air minum di sebuah kendi. Ternyata kendi itu habis. Dia berniat mengambil air di gentong tapi airnya habis juga.

Alatariel segera mengambil ember untuk ke sumur. Ternyata air sumur tinggal sedikit dan kotor pula. Akhirnya, dia pergi ke sungai terdekat untuk mengambil air.

"Sesulit inilah mencari setetes air?" kata Alatariel.

Di perjalanan, dia melihat ada rombongan tentara kerajaan lewat. Mereka menaiki kuda dan mendahului Alatariel. Namun, Alatariel tidak mempedulikannya. Yang dia pikirkan hanyalah mendapatkan air.