webnovel

EP. 005 - Berbagi

"Kalau begitu kita gantian. Ada tim atas dan tim bawah. Tim bawah bertugas mencari informasi sekalian membawa perbekalan baru sedangkan tim atas menjaga Ratu. Nah… kalau sudah selesai, tim bawah kembali dan menjaga Ratu lalu tim atas yang mencari buah ajaib", usul Ketua Yoshi.

"Boleh, ide bagus itu!" respon Raefal.

Keesokan harinya, Xavier dan Yudanta turun ke bawah gunung untuk mencari perbekalan dan informasi tentang buah ajaib. Ternyata buah ajaib itu tersembunyi di sebuah goa dekat puncak Gunung Neji. Yudanta segera mencatat koordinat lokasinya. Kemudian, mereka berdua kembali ke tenda Gunung Neji.

Sekarang, gantian Ketua Yoshi dan Raefal yang naik ke atas untuk mencari buah ajaib. Alatariel masih belum pulih. Lukanya belum kering, badannya masih sulit digerakkan, namun untungnya sekarang dia bisa berbicara.

"Hati-hati. Terima kasih", ucap Alatariel.

"Baik Yang Mulia", kata Ketua Yoshi.

"Aku sudah bukan ratumu lagi, panggil saja aku Alatariel. Jika kepanjangan, panggil saja aku, Alta", kata Alatariel.

Setelah berpamitan, Yoshi dan Raefal segera berangkat. Mendaki gunung bersalju tidak pernah mudah. Suhu dingin, oksigen tipis, es tebal yang licin dan sulit diinjak, serta longsoran menyertai perjalanan mereka. Namun mereka adalah Tim Akas, tim yang terlatih untuk berada di medan berat dan situasi genting.

Akhirnya, buah ajaib didapatkan dengan susah payah. Hanya ada 1 buah pada 1 pohon. Buah ajaib tidak boleh dibelah dan dibagi. Buah ajaib harus langsung di makan oleh 1 orang saja. Bentuknya seperti buah kesemek tapi ukurannya lebih besar. Setelah mengambil buah tersebut, mereka langsung kembali ke tenda dan memberikannya pada Alatariel.

"Ini silakan dimakan", kata Ketua Yoshi sambil menyuapi Alatariel dengan buahnya.

"Taruh saja di tanganku. Aku mau berlatih makan sendiri. Bisa bantu aku duduk?"kata Alatariel.

Saat itu hari sudah sore. Raefal membantu Alatariel duduk dan Ketua Yoshi meletakkan buah ajaib itu di tangan Alatariel. Tiba-tiba Alatariel teringat kenangan masa lalunya bersama Ketua Yoshi, Yudanta, Xavier, dan Raefal. Alatariel merasa tidak tega jika harus memakan buah ajaib sendirian.

"Ini untukmu saja, Pak Ketua. Anda sudah berjasa banyak bagi Kerajaan Tirtanu", ucap Alatariel sambil memberikan buah pada Ketua Yoshi.

"Untuk Anda saja Bu Alta. Anda lebih membutuhkannya sekarang", jawab Ketua Yoshi.

"Kalau begitu untuk Raefal saja", lalu Alatariel memberikan buah pada Raefal.

"Untuk Bu Alta saja buahnya", jawab Raefal.

"Ok, kalau begitu untuk Xavier saja", Alatariel menberikan buah pada Xavier.

"Sudah, untuk Bu Alta saja. Biar cepat sembuh", jawab Xavier.

"Saya merasa tidak enak dengan kalian. Kalian sudah banyak membantu saya sejak beberapa hari yang lalu. Saya hanya bisa berterima kasih dengan buah ini. Karena sekarang, hanya ini yang saya miliki. Jadi Yudanta, tolong diterima ya!" Alatariel memberikan buah pada Yudanta.

"Untuk Bu Alta saja. Biar cepat sembuh", kata Yudanta.

"Yakin nih? Terima kasih untuk kebaikan kalian", ucap Alatariel.

Saat Alatariel mengangkat tangannya untuk memakan buah. Tiba-tiba tangan Alatariel, Ketua Yoshi, Raefal, Xavier, dan Yudanta terasa sangat dingin. Refleks, mereka langsung mengangkat tangannya yang dingin. Ternyata, muncul buah ajaib masing-masing di tangan mereka. Buah ajaib yang awalnya satu, sekarang memperbanyak diri jadi 5 buah.

"Kok bisa?" tanya Yudanta.

"Ya sudah, karena sekarang buahnya ada 5, mari kita makan bersama. Kalau ternyata setelah digigit buahnya terbakar ya berarti bukan rezeki kita", jawab Alatariel.

"Baiklah, mari kita berdo'a bersama. Berdo'a dimulai", Ketua Yoshi memimpin do'a.

Setelah berdo'a mereka memakan buah ajaib bersama. Ternyata buahnya berwujud seperti buah pada umumnya. Daging buah terlihat setelah digigit dan tidak terbakar. Rasa buahnya enak. Walaupun sedikit, satu buah itu sangat mengenyangkan.

"Ini benar-benar buah, lho! Perutku sudah kenyang walaupun cuma makan satu. Kok bisa begitu ya?" tanya Xavier.

"Waktu dipakai rebutan atau dipotong, buahnya terbakar. Tapi saat mau dimakan Bu Alta, Tiba-tiba jadi banyak dan tidak ada yang menjadi asap", kata Yudanta.

"Apa ini karena Bu Alta sempat membaginya pada kita berlima?" tanya Raefal keheranan.

"Kalau benar-benar begitu, itu artinya buah ini tidak boleh diperebutkan tapi diikhlaskan", jawab Ketua Yoshi.

"Mungkin buah ini ingin perdamaian di Kerajaan Tirtanu, dia tidak ingin masyarakat bertengkar untuk memperebutkannya. Dia ingin kita saling berbagi dan membantu satu sama lain", tambah Alatariel.

Dari kejadian ini mereka belajar bahwa Tuhan tidak menciptakan sesuatu dengan mengambil jatah orang lain. Rezeki kita sudah ada sendiri dan makhluk hidup lain juga punya rezekinya sendiri. Alam semesta itu luas. Kita tidak perlu berkompetisi bahkan hingga berbuat curang hanya untuk mengambil jatah orang lain. Kita tidak perlu menipu orang agar kita mendapatkan hasil yang lebih banyak. Kita hanya perlu menemukan ide baru, peluang baru, dan sumber daya alam baru.

Tahun 2008 di Kerajaan Damaranu...

Seorang gadis berseragam putih ungu sedang duduk sendiri di sebuah ruang kelas 8. Dia sedang mengerjakan soal Fisika dan Matematika. Baginya, lebih baik waktu luang digunakan untuk mengerjakan PR daripada bermain atau pergi ke kantin. Lagipula uang sakunya hanya 2000 damar. Saat itu, 2000 damar cukup untuk membeli 2 bungkus mie air gelas. Bel masuk kelas berbunyi, siswa-siswi yang ada di SMP itu mulai masuk ke kelas setelah istirahat pertama.

"Oh... Tidak! Buku tugasku kenapa bisa ketumpahan tinta?" ucap seorang siswi di kelas itu.

"Iya... Buku juga ketumpahan tinta! Naira, maumu sebenarnya apa sih? Kenapa menyiram bukuku dengan tinta", kata siswi lain.

"Bukan aku yang melakukannya. Sumpah!" jawab Naira.

"Kalau bukan kamu siapa? Hantu? Cuma kamu yang ada di ruang ini saat istirahat!" kata seorang siswa.

"Dari tadi aku mengerjakan PR. Jangankan nyiram! Letak bukumu saja aku tidak tahu!" jawab Naira.

"Halah.... Alesan!", kata seorang siswi. Naira langsung dikeroyok dan dijambak dengan para perempuan di ruang kelas itu. Sampai guru matematika mereka datang.

"Stop... sudah ya berantemnya!" kata Pak Guru Matematika. "Sekarang, kita kumpulkan PR-nya!" lanjut Pak Guru.

"Pak, buku tugasku disiram tinta sama Naira!" kata seorang siswi.

"Naira, kenapa setiap ada masalah namamu selalu muncul?" kata Pak Guru.

"Bukan saya yang melakukannya. Sumpah! Saya memang sendirian di sini, tapi saya tidak melakukan apapun selain mengerjakan PR!", jawab Naira.

Naira mendapatkan hukuman dari gurunya. Selain itu, dia harus meminta maaf dan menyalin tugas teman-temannya yang ketumpahan tinta di buku baru. Wajah, tangan, dan kaki Naira juga terluka dan memar-memar karena dikeroyok tadi pagi. Saat bel pulang sekolah berbunyi, dia masih mengerjakan tugas teman-temannya. Dia baru pulang saat pukul 09.00 malam. Untungnya, dia masih mendapatkan bus malam. Merasa marah dengan semua orang yang ada di sekolahnya, dia memutuskan untuk bolos sekolah. Dia berangkat ke sekolah, lalu belok ke minimarket, dan kembali pulang saat kedua orang tuanya sudah berangkat bekerja. Dia melakukan hal itu setiap hari kecuali pada hari libur.

Suatu hari saat dia duduk di kursi teras minimarket, tiba-tiba ada dua pria berseragam putih ungu menghampiri Naira. Ternyata, dia adalah Devan dan Elvano. Mereka berdua adalah teman sekelas Naira.

"Kalian tidak masuk sekolah?" tanya Naira.

"Lha... kau juga tidak masuk sekolah. Bel sekolah sudah berbunyi 1 jam yang lalu", jawab Elvano.

"Dari mana kalian tahu kalau aku di sini?" tanya Naira heran.

"Bukankah kau selalu di sini selama 2 minggu terakhir di jam yang sama?" jawab Devan.

"Oh, Ya Tuhan... Jangan sampai aku disalahkan orang lagi gara-gara mempengaruhi kalian untuk bolos sekolah", jawab Naira kesal.

"Sebenarnya, kami berdua tahu apa yang terjadi dan kami mendukungmu. Kami berdua ada di pihakmu. Kami juga tahu siapa orang yang selalu membuat ulah di kelas. Sudah jelas kalau itu bukan kau. Akan aneh saja kalau kau sudah bolos sekolah tapi masih ada kejadian aneh di kelas", kata Elvano.

"Walaupun kalian tahu, itu tidak akan merubah keadaan apapun dan aku sudah terlalu lelah untuk bertengkar dengan siapapun. Jadi... sebelum ada razia pelajar, lebih baik kalian berdua pergi dari sini, kembali ke sekolah, atau langsung pulang ke rumah", balas Naira.

"Baiklah, tapi nanti dulu. Ini aku membawa sesuatu untuk lukamu!" kata Devan.

"Lukaku sudah sembuh. Lagian juga ini sudah 2 minggu", jawab Naira

"Tidak apa-apa. Akan tetap aku tempelkan sebagai pengingat bahwa kami ada dipihakmu. Mana tanganmu?" kata Elvano. Devan dan Elvano menempelkan plester pada tangan dan wajah Naira. Mereka juga saling bercerita dan bercanda di pagi itu.