webnovel

Forgive Me, Snow

Dia Little Snow yang harus tinggal bersama dengan ibu tirinya dan juga harus menerima semua banyaknya kebencian orang-orang yang ada di sekitarnya. Kehidupan Snow tak seindah dengan kehidupan Snow yang ada di film Disney. Snow harus berusaha untuk menerima semua kehidupannya yang begitu menyedihkan dan selalu dianggap tak berguna oleh semua orang yang ada di lingkungannya. Snow tak pantang menyerah, dia lebih memilih untuk menerima semuanya dengan ikhlas. Ah... Apakah Snow akan berakhir happy ending sama seperti film Snow White pada film Disney yang dia tonton? *** "Anak sialan! Kamu hanya menumpang di rumah saya, jadi kamu harus bekerja lebih banyak untuk saya!" - Andin Acheyya. "Wanita menjijikkan seperti lo itu nggak pantas untuk ditolong dan dikasihani." - Aldean Pranegara. "Dia adalah Puteri di dunia nyata. Tidak seperti kamu yang berperan sebagai iblis di dunia nyata, Kinara!" - Anggara Arcale "Snow selalu di bawah gue! Dia nggak akan pernah berada di atas gue!" - Kinara Acheyya "Aku tidak butuh harta ataupun sejenisnya, aku hanya butuh kasih sayang dan juga sedikit kebahagiaan. Itu sudah cukup dan sudah banyak bagiku." - Little Snow. *** Ikuti kisah Little Snow di dalam buku ini. Selamat membaca ^^

Fitriani_nstr · Teen
Not enough ratings
134 Chs

Anak Pembawa Sial

Snow menghela nafas panjang saat kakinya sudah menginjak area rumahnya, sesekali dia menghapus keringat jagung yang terjatuh dari keningnya.

Snow baru saja menjalankan perintah dari Aldean dan jujur saja kalau Aldean tidak main-main saat memerintahkan Snow, padahal tadinya Snow bahagia dan menganggap kalau Aldean sudah baik kepada dirinya. Tapi, ternyata semuanya salah, itu cuma ekspektasi saja.

Snow memutar kenop pintu rumahnya, tetapi dia langsung mengerutkan keningnya karena pintu rumahnya itu tak dapat dibuka.

Snow mencoba berkali-kali untuk membuka pintu rumahnya itu, tetapi sama saja karena hasilnya tetap sama. Pintu itu tidak dapat dibuka.

Snow mengetuk pintu berwarna kecoklatan itu berkali-kali dan ini merupakan cara terakhir agar Snow bisa masuk di dalam rumah itu.

"Tuhan ... Kenapa nggak bisa dibuka, sih?" tanya Snow sambil menggigit bibir bawahnya.

Suhu dingin di malam hari itu benar-benar membuat Snow menggigil karena memang waktu sudah memasuki hampir jam sembilan malam. Ya, Aldean mengerjai Snow tanpa ada rasa belas kasihan atau apapun karena dia tidak memandang kalau Snow itu seorang perempuan, Aldean hanya menganggap Snow sebagai mainannya saja.

"Mama! Tolong buka pintunya untuk Snow!" teriaknya dengan sedikit keras dan berharap ada seseorang yang bisa mendengarkan teriakannya itu.

Snow semakin merasa begitu besar karena tidak ada seorang pun yang membuka pintu rumah untuk dirinya dan sesekali gadis mungil itu mengusap-usap kulitnya berkali-kali dan berharap agar rasa dingin pada kulitnya itu menghilang.

Snow kembali mengetuk pintu rumah itu berkali-kali dan bahkan dia memanggil ibu terima berkali-kali untuk membukakan pintu untuk dirinya.

"Apa yang kamu cari di sini anak sialan?!" tanya seorang wanita paruh baya dengan begitu emosi di atas sana sambil menyembulkan kepalanya melalui jendela.

Snow tersenyum dengan begitu lebar saat melihat ibu tirinya tengah menatap kearah dirinya yang artinya sang ibu tiri ternyata tidaklah tidur dan Snow memiliki banyak peluang untuk masuk ke dalam rumah itu.

"Mama, tolong buka pintu untuk Snow," katanya dengan memohon.

Andin tersenyum tipis, lalu kemudian menatap Snow dengan tatapannya yang terlihat begitu meremehkan dan juga tampak tidak peduli.

"Kenapa saya harus membukakan pintu rumah saya untuk anak pemalas seperti kamu?" tanyanya dengan nada suara yang terdengar begitu datar.

"Memangnya kamu kira kalau rumah saya ini tempat menumpang anak nakal seperti kamu?" tanya Andin lagi dengan nada suaranya yang datar.

"Disaat semua anak sekolah sudah pulang dari sekolahnya dan kembali ke rumah untuk bekerja, tetapi kamu malah keluyuran dan kelayapan sampai tengah malam seperti ini! Saya menyekolahkan kamu bukan untuk membuang buang waktu saja!" tegas Andien sambil menatap anak tirinya itu bertangan catatannya yang begitu tajam dan penuh rasa emosi.

"Mama ... Snow tidak pernah sedikitpun kelayapan atau sejenisnya karena Snow-"

"Saya tidak terima alasan dari kamu!" foto Andin, lalu kemudian masuk kedalam rumahnya saat setelah dia menutup pintu jendela kamarnya dengan begitu keras.

Snow tersentak kaget sambil mengelus dadanya dan menatap jendela kamar ibu tirinya dengan tatapan yang terlihat begitu nanar.

"Jadi, aku harus tidur di mana?" tanya Snow dengan sedih sambil mengitari pandangannya untuk mencari tempat nyaman dan aman untuk dia tempati beristirahat malam ini.

***

Waktu berlalu dengan begitu cepat dan bahkan sekarang sudah memasuki waktu pagi.

Suasana di dalam rumah Andin sudah terdengar begitu ricuh dan bahkan Andin berteriak ke sana kemari untuk memanggil seluruh pekerjanya yang ada di dalam rumah itu.

"Bukannya kemarin saya sudah bilang kalau kalian semua harus siap sebelum jam enam pagi, kan?!" tanya Andin emosi sambil menatap pembantunya dan juga beberapa maid lain dengan tajam.

"Maaf, Nyonya. Tadi, saya sibuk untuk membuat makan pagi," kata salah satu pembantu dengan penuh rasa bersalah sambil menundukkan kepalanya karena takut kepada Andin.

Andin menatap pembantunya itu dengan tatapan yang begitu tajam.

"Saya nggak mau kalau perintah saya nggak dijalankan! Kamu tidak akan pernah saya gaji selama satu bulan!" kata Andin dan kalimatnya itu berhasil membuat pembantu tadinya menelan ludah dengan susah.

"Tapi, Nyonya-"

"Atau kamu mau saya langsung pecat kamu aja?" potong Andin dan langsung mendapatkan gilingan kepala yang begitu cepat dari pembantu tersebut.

"Cih ... Kali ini saya tidak ingin membuang banyak waktu saya untuk membentak udik-udik seperti kalian! Lebih baik kalau kalian siap-siap dan buat semua rumah ini terlihat seperti istana karena anak kesayangan saya sudah kembali dari Malaysia!" tegas Andin dengan begitu bahagia karena hari ini dia akan kedatangan anak pertamanya.

Berbeda dengan Andin, para pekerja yang ada di rumah Andin malah merasa begitu ketakutan dan juga merasa begitu ristia saat mendengarkan kalau anak dari nyonya besar rumah itu akan kembali dan menetap di sana.

"Pak Supriyanto antar saya menuju bandara karena putri saya sudah menunggu disana," perintah Andin, lalu kemudian melangkahkan kakinya untuk berjalan keluar dari apartemen dan Pak Supriyanto langsung berlari dengan cepat untuk mengikuti Andin dari belakang.

***

"Astaghfirullah!" pekik pak Supriyanto.

"Pak..." lirih Snow.

"Astaga! Nyonya Snow!" pekik pak Supriyanto karena melihat Snow yang tengah berbaring di dalam ruang jaga satpam.

Tadinya pak Supriyanto ke ruang jaga satpam untuk mengambil sepatunya yang ketinggalan di sana, tetapi dia tidak sengaja melihat Snow yang tertidur di sana dan Snow yang langsung terbangun karena mendengar kan seseorang masuk ke dalam ruang jaga satpam itu.

"Nyonya Snow kenapa bisa ada di sini?!" tanya pak Supriyanto dengan khawatir sambil memegang kening Snow dan dia bisa rasakan kalau kening anak majikannya itu sangat panas.

"Pak ... Dingin..." lirih Snow.

Pak Supriyanto menatap Snow dengan prihatin.

"Mari saya bantu, Nyonya," kata pak Supriyanto menawarkan.

Snow menggigil pelan.

"Eh ... Kamu ngapain?!" tanya Andin saat melihat pak Supriyanto yang baru saja ingin menggendong Snow.

"Ah ... Ini nyonya Snow kedinginan, Nyonya. Saya mau bantu Nyonya Snow untuk digendong masuk ke dalam," kata pak Supriyanto menjelaskan.

Andin memutar kedua bola matanya dengan malas.

"Cih ... Jauh-jauh dari dia! Biarin dia disitu!" kata Andin.

Supir pribadi keluarga Andin itu membulatkan matanya karena kaget.

"Biarkan dia disana karena itu hukuman untuk dia yang kelayapan sampai tengah malam!" kata Andin.

Snow ingin melawan Andin dan menjelaskan semua, tetapi dia hanya bisa menelan niatnya itu karena dia tak bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya yang begitu lemas.

"Tapi Nyonya Snow menggigil, Nyonya. Nyonya Snow butuh selimut," kata pak Supriyanto sambil menatap Andin.

Andin menatap supir pribadinya itu dengan tajam.

"Saya bilang tinggalkan dia dan nggak usah urus anak pembawa sial itu!" kata Andin emosi.