Alona merasa Jeffry sudah pergi. Ia keluar dari kamar kecil, lalu ke ruang tamu. Alona tidak langsung ke ruang tamu, ia mengintip dulu, apakah ada Jeffry atau tidak. Alona mendengar suara Seira.
"Eh, Alona." Seira melambaikan tangannya pada Alona.
Alona menghampiri mereka. "Lu ke mana?" tanya Eylia.
"Aku ke kamar kecil," jawab Alona.
"Karena udah pada dateng semua, kita langsung berangkat, aja." Mereka langsung setuju dengan usulan Nina.
Seira datang dengan taksi online, ia tidak membawa mobil sendiri. Jadi ia ikut naik mobil Nina. Sedangkan Eylia dan Alona, karena Eylia bawa mobil sendiri, jadi mereka berdua tidak ikut naik mobil Nina.
Perjalanan yang memakan waktu sekitar 38 menit itu pun sampai. Eylia dan Nina memarkirkan mobilnya berdekatan agar tidak pusing ketika pulang untuk mencari parkiran dan kebetulan parkiran yang mereka temui, sedang tidak ada yang parkir.
Mereka langsung turun dari mobil dan jalan menuju pintu masuk taman hiburan.
Mata Alona langsung berbinar melihatnya. Ini pertama kali ia ke taman hiburan. Sebenarnya Eylia sudah sering menawarkan ajakan ke taman hiburan pada Alona. Tetapi Alona sering menolak.
"Sebelum naik permainan, kita makan dulu, ya," ajak Seira. Mereka semua mengangguk setuju.
Mereka pergi ke tempat makan yang tersedia di dalan taman hiburan itu. Karena Nina yang mengajak mereka ke taman hiburan, jadi Nina juga yang mentraktir mereka makan dan minum.
"Alona, kamu mau pesen apa?" tanya Nina.
"Samain aja, Kak."
"Oke," jawab Nina. "Lu bedua mau apa?" Nina melihat ke arah Eylia dan Seira secara bergantian.
"Samain, juga," jawab Eylia.
"2-in," jawab Seira sependapat dengan Eylia.
Nina pun berdiri untuk mengantri makanan.
"Alona, lu berani naik wahana?" tanya Seira. Ia hanya ingin tau Alona berani atau tidak, karena melihat ekspresi Alona sekarang, Seira sudah bisa menyimpulkan bahwa ini pertama kali Alona pergi ke taman hiburan.
"Nggak tau." Alona tidak pernah naik wahana, jadi ia tidak bisa menjawab dengan pasti.
"Yah, kalo lu takut, ya, jangan naik," saran Eylia. Ia khawatir dengan Alona yang tidak pernah naik wahana. Alona mengangguk antusias pada Eylia.
Eylia dan Seira saling bertatapan. Mereka langsung tersenyum.
Setelah pesanan diterima Nina, ia langsung ke meja tempat mereka duduk. Mereka memakan makanan yang dipesan oleh Nina. Setelah selesai, mereka langsung keluar dari tempat makan itu dan pergi untuk mencari wahana.
Wahana yang pertama kali mereka naik adalah Ontang-Anting. Mereka langsung berbaris untuk mengantri. Giliran mereka pun tiba. Mereka memilih tempat duduk yang berdekatan. Wahana pun mulai berputar. Alona tidak merasa takut, melainkan merasa senang.
Tidak berhenti di Ontang-Anting, mereka menaiki wahana Pontang-Pontang, Hysteria, Kora-Kora, Kicir-Kicir, Tornado, dan Halilintar. Yah mereka menaiki wahana yang lumayan menantang. Alona yang hanya pemula, tidak merasakan pusing, pucat, dan mual-mual.
"Alona, lu nggak pusing?" tanya Nina. Ia heran dengan Alona yang merasa tenang seperti tidak naik wahana.
"Nggak, kok, malah aku seneng." Alona tersenyum sumringah. Eylia, Seira, dan Nina saling menatap, mereka langsung ikut tersenyum.
Mereka bertiga menarik Alona untuk naik wahana selanjutnya. Mereka memasuki wahana rumah miring.
"Anjir! Anjir! Miring," rutuk Seira.
"Namanya juga rumah miring." Nina menoyor kepala Seira.
"Sumpah! Rasanya gue kayak lagi naik wahana." Nina menatap malas Seira.
"Lu ngomong lagi, gue gampar, yak," final Nina pada Seira.
Nina melihat ke belakang. "Napa pake pegangan tangan lu?" Pertanyaan itu tertuju pada Eylia yang sedang memegang tangan Alona.
"Gue takut kepleset," jawab Eylia.
"Punya sahabat gini amat," ucap Nina. "Ah iya, tapi di pikiran gue, yang bakal pegangan itu malah Alona." Nina sedikit kaget melihat Eylia memegang tangan Alona, bukan Alona yang memegang.
"Ni, anak emang pendiam dan pemalu, tapi pas naik wahana dia kagak bergeming," ucap Eylia. Nina menatap kagum Alona. "Terkadang orang kayak Alona juga bisa jadi penopang, cuy," lanjut Eylia. Alona diam menatap Eylia.
Nina tertawa pelan. "Yah, lu bener."
Seira masih diam menunggu mereka. "Ayo, gc! Jangan malah ngobrol lu bedua! Masih ada orang di belakang." Nina, Eylia dan Alona lanjut jalan.
Setelah melewati perjalanan di dalam wahana rumah miring, akhirnya mereka keluar.
"Keluar juga, njirr!" Seira lega setelah keluar dari wahana rumah miring.
"Takut kepleset gue," ucap Eylia.
"Ya, ya, ya. Btw, kita naik air terjun, kuy," ajak Nina. Eylia dan Seira setuju. Mereka lagi-lagi menarik Alona yang sedang kebingungan.
Mereka berbaris di tempat antrian wahana air terjun. Lumayan lama mengantri, akhirnya mereka mendapat giliran.
Nina duduk paling depan, dan Alona duduk di belakangnya. Di belakang Alona diduduki Eylia, dan Seira ada di paling belakang.
Perahu mulai berjalan. Alona tidak takut saat perahu mulai berjalan. Ia malah merasa senang. Karena ini pertama kalinya ia naik wahana, jadi tidak heran bila Alona terlihat senang. Alona tidak merasa takut saat menaiki wahana yang memang ekstrim. Mungkin bagi orang lain, Alona terlihat yang sudah sering menaikinya, tetapi kenyataannya tidak seperti itu.
Perahu mulai naik dengan pelan. Seira yang berada paling belakang memegang pundak Eylia.
"Takut jatuh gue," ucap Seira.
"Kalo takut, ya, jangan pegang pundak gue bego! Pegang tu perahunya! Kalo lu pegang pundak gue, yah, yang ada gue juga bisa ikutan jatuh!" kesal Eylia.
"Oh iya, hehehe." Eylia benar-benar ingin membanting sahabatnya itu.
Perahu sudah berada di atas dan mulai meluncur ke bawah.
Eylia, Alona dan Seira teriak ketika meluncur. Sedangkan Nina hanya berwajah datar dan tenang. Mereka pun turun dari perahu itu.
"Basah anjir baju gue," gerutu Seira.
"Namanya juga air terjun, pea." Nina mencubit pipi Seira kesal.
"Karena udah basah kayak gini, sekalian aja kita naik Ice Age." Mereka pergi menaiki wahana Ice Age.
Setelah dari wahana Ice Age, mereka lanjut menaiki wahana yang lain. Seperti Turangga-Rangga, Istana Boneka, Arung Jeram, Rajawali, Rumah Jahil, Poci-Poci.
***
Hari sudah mulai gelap. Eylia, Nina, dan Seira, sedang duduk memakan cemilan. Alona sedang memakan es krim yang Nina belikan.
"Capek juga," ucap Eylia.
"Yah, kita udah banyak naik wahana," ucap Nina.
"Habis ini, kita naik wahana apaan?" tanya Seira. Mereka pun berpikir.
Alona yang sedang menyantap es krim, melihat suatu wahana yang sangat tinggi. "Naik itu." Alona menunjuk wahana yang berbentuk lingkaran dan tinggi.
"Ah, lu mau naik Bianglala?" tanya Nina. Ia melihat jari telunjuk Alona yang menunjuk ke arah Bianglala.
Alona mengangguk antusias. "Yaudah. Gue, mah, ayo aja," ucap Eylia.
Mereka membereskan sampah dari cemilan mereka, lalu pergi menuju antrian untuk naik Bianglala. Karena banyak yang mengantri, jadi mereka menunggu lama.
Orang di depan mereka sudah naik, dan sekarang giliran mereka. Alona, Eylia, Nina, dan Seira masuk ke Bianglala. Setelah mereka masuk, Bianglala pun mulai berputar.
"Naik Bianglala, enaknya pas malem, yak," ucap Seira.
"Menurut gue, pas masih cerah, tuh." Nina tidak sependapat dengan Seira.
"Kalo gue, sih, mau pagi, siang, sore, malem, gue ayo aja." Eylia tidak masalah dengan waktu, yang penting ia naik.
"Ayo mulu lu! Entar kalo penculik ngajak jalan, lu bilang ayo aja lagi," ucap Nina.
Alona sedang melihat pemandangan di luar. Alona sudah berada di atas. Ia terkagum melihat pemandangan yang terlihat. Malam yang menjadi saksi kesenangannya. Alona berharap bisa mencapai tinggi mimpi, cita-cita, dan harapan yang ia inginkan. Sama seperti saat Alona bisa mencapai titik tertinggi dari Bianglala.
Ketika ingin mencapai sesuatu, pasti akan ada ujian yang menghampiri. Tidak ada yang instan di dunia ini. Apa yang kita harapkan bisa terwujud, ketika kita berlari dari tempat dan menghancurkan penghalang yang menjadi ujian kita untuk menggapai. Hal ini pun pasti akan terjadi pada Alona, hanya saja kita tidak tau kapan waktunya.