webnovel

Fons Cafe #2

Tatsuya Maruyama is a success lawyer. Alexander Kougami is genius physic teacher. Carlos Takamasa is the womanizer scriptwriter. Leonardo Shibasaki is the cold hand oncology surgeon. David Kajima is the funniest comedian of the year. Kris Aikawa is the funky business man. They all have the same problem about woman. --- Berteman sejak masa sekolah, menjadikan mereka berenam selalu paham satu sama lain, dan hingga pada akhirnya satu per satu di antara mereka pun memutuskan untuk mulai melangkah dan mencari pasangan hidupnya. Setelah Tatsuya, Alex dan Carlos menemukan tulang rusuk mereka. Mungkin kisah ini sudah selesai bagi mereka bertiga. Namun, tidak demikian bagi Leo, David dan Kris! Apakah Leo, David dan Kris mendapatkan kesempatan mereka juga untuk bahagia?

Abigail_Prasetyo · Teen
Not enough ratings
46 Chs

Episode 74

Sebenarnya... ini bukanlah bagian yang Kris sukai. Tapi jadwal pertemuannya hari ini dengan Duta Budaya Jepang bernama lengkap Michiko Nakahara itu disusun oleh Carlos.

Dalam rencana yang sudah di atur oleh David, mereka bersebelas sengaja mengatur 12 kali kencan yang sudah di susun oleh para lelaki kurang kerjaan yang sebenarnya sibuk, dan ibu-ibu muda yang menganggur dan mencari kesibukan untuk mendapat hiburan.

Kencan pertama Kris dan Chiko di susun oleh Carlos sedemikian rupa. Mereka sengaja di buat untuk bertemu di sebuah restoran di hotel berbintang.

"Hei, sepertinya dia tidak akan datang," bisik Alex pesimis, "Kau lihat saja, sekarang jam berapa? Dan batang hidung sahabatmu itu belum datang juga, Los. Harusnya kau membuat kencan di tempat terbuka, bukan di hotel ini!"

"Sst!" Carlos memperingati, sambil menaruh telunjuk kanannya di depan bibirnya. "Kau bisa diam? Mereka akan melabrak kita jika tahu kita membuntuti mereka kemari."

"Ini kan idemu," balas Alex kesal, lalu dia menyesap vodkanya. "Untung saja kau menyediakan ini sebagai imbalannya."

"Ck! Padahal aku sudah tawarkan makan buffet untukmu. Tapi, kau malah lebih memilih vodka sepuasnya," timpalnya. "Sekarang diamlah. Lihat disana! Kris datang!"

-----

Sebuah meja segi empat dengan sisi yang sama dan di desain untuk empat orang seharusnya itu di duduki hanya oleh Chiko, yang sudah lebih dulu mengambil kopi, dan mencampurnya dengan susu rendah lemak, juga gula cair beraroma hazelnut.

Kris.

Nama itu membayang di pikirannya. Dia sendiri tidak punya pikiran dengan apa yang akan di hadapinya. Seperti apakah Kris, dan bagaimana sikapnya. Itulah yang di pikirkan Chiko.

"Nakahara-chan?" Sapa seorang lelaki dengan pakaian ala kadarnya; kaos oblong, kemeja kotak-kotak yang lengannya di gulung sampai bagian siku sebagai luaran, celana jins belel, rambut ikal yang agak panjang, memakai fedora, dan sepatu keds lusuh. "Maaf membuatmu menunggu, aku harus menyelesaikan urusanku dulu di kantor."

Chiko tersenyum. Kesan pertamanya, saat melihat lelaki ini, adalah... mungkinkah dia seniman? "Chiko saja, Aikawa-kun. Tidak perlu bersikap formal."

Kris terkekeh pelan, sembari duduk di hadapan Chiko. "Jangan formal, tapi kau saja memanggil nama keluargaku, bukan nama depanku."

"Itu.. Ya, karena aku baru pertama kali bertemu denganmu."

Kris menghamparkan pandangannya di sekitar area buffet. Mencari makanan lezat yang ingin di masukkannya ke dalam mulut, sebelum akhirnya sampai pada perutnya agar terisi kembali.

Sekedar informasi ringan untuk kalian saja. Kris sama sekali belum mengisi apapun ke dalam perutnya selain kopi, dan air mineral selama dua hari. Jadi, kesimpulannya dia hanya minum, dan tidak makan. Hal ini terjadi karena dia terlalu larut dalam pekerjaannya untuk menyelesaikan sebuah software baru yang di rintisnya setelah Shoucall.

"Kau lapar? Apa kau pernah kemari sebelumnya?" Tanya Kris.

Chiko hanya menjawab pertanyaan Kris yang terakhir, "Belum. Ini pertama kalinya aku kesini."

Kris mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Bagaimana kalau kita makan sambil mengobrol saja? Aku lapar."

"Tapi itu bukan table manner yang baik untuk berbicara sambil makan--"

"Ah, aku lupa," jawab Kris, "Sebagai Duta Budaya Jepang untuk Indonesia, pastinya kau sudah terbiasa untuk makan sesuai dengan tata cara yang benar di meja makan ya? Maaf, aku sudah lama tinggal disini, jadi lupa tentang tata cara makan yang benar."

"Mm... Kalau kau memang ingin bicara sambil makan, akan aku coba lakukan," kata Chiko, "Terkadang, aku bosan untuk makan sesuai aturan yang ada." Seulas senyum terbentuk dari sudut-sudut bibirnya yang terangkat.

Kris tersenyum juga, lalu dia bangkit berdiri. "Ayo, biar aku tunjukkan makanan apa saja yang enak di restoran hotel ini."

-----

Dari sudut lain meja restoran itu, Carlos dan Alex yang sedang mengintai mereka berdua, lalu melaporkan kejadian apa saja yang mereka lihat, ke grup whatsapp yang di isi oleh kesebelas orang yang berusaha menyatukan Kris dengan Chiko. Nama grup itu, Cupid.

David Kaj.

Bagaimana? Smooth?

Lancar tidak? Aku tidak sabar menunggunya!!

Alexander K.

Bukannya kau ada syuting hari ini?

David Kaj.

Tidak jadi. Soalnya cuacanya buruk.

Carlos Takamasa

As I predicted. Pasti Kris membawanya ke Japanese Cuisine.

Leonardo S.

Bukan itu maksudnya, Los!!!

Maruyama Tatsuya

Maksud David itu, Kris dan Chiko sudah sampai sejauh apa tahap pendekatannya?

Carlos Takamasa

Oh, begitu. Yang jelas, dong!!

Tenang saja. Semuanya beres. Aku pastikan mereka pulang sudah memiliki nomor telepon masing-masing.

Rhea Andrina

Kalian tidak ketahuan kan? Kris paling tidak suka diikuti, tahu!

Alexander K.

Sejauh ini belum, doakan saja kami pulang dengan selamat.

-----

"Jadi kau bekerja di rumah?" Tanya Chiko tak percaya, "Hebat sekali!"

"Tidak juga," balas Kris, merendah, "Aku tetap pergi ke kantor jika memang di haruskan untuk kesana. Ah, ya, ngomong-ngomong aku menyukai kimono yang kau pakai saat presentasi di Univesitas."

"Yang mana?"

"Terakhir. Kimono itu terlihat hidup sekali saat kau yang mengenakannya." Kris mengatakan itu bukan untuk memuji Chiko, tapi karena kimono itu terasa indah sekali saat di pakainya. "Kalau boleh tanya--mungkin ini sedikit pribadi--apa kau belum memiliki kekasih?"

Chiko menenggak habis minumannya. Ternyata mengobrol saat makan akan membuat suasana menjadi lebih rileks dan nyaman rupanya. Selama ini, dia selalu makan sesuai dengan aturan table manner Barat.

"Belum, aku sempat memiliki beberapa kekasih saat kuliah di Keio."

Kris terbelalak. "Keio? Kau kuliah di universitas tertua di Jepang itu?"

Chiko mengangguk. "Aku kuliah teknik sebenarnya. Tapi, aku suka belajar bahasa, jadi aku mencoba belajar bahasa Indonesia."

"Sugoi--hebat!"

"Kau sendiri? Apa yang kau lakukan saat kuliah?"

"Its a long story actually," kata Kris. Lelaki itu mengunyah makanannya, setelah di telan, dia baru menjawabnya. "Aku sekolah SMA disini. Tapi, aku kuliah di Jepang seperti kemauan orangtuaku. Kemudian, aku mendaftar ke Keio, sayangnya aku di tolak. Tapi ketika aku mencoba Todai--entah mengapa--aku lulus, dan berhasil untuk masuk jurusan teknik."

"Kebalikannya aku kalau begitu. Aku gagal masuk Todai, makanya kuliah di Keio," balas Chiko. "Tadinya kupikir, kau adalah seniman lepas. Karena melihat dari pakaianmu."

"Don't just a man just from what their wore. Sometimes, they need time to feel relax by wearing something ordinary," jelas Kris.

Chiko tersenyum salah tingkah, "Maafkan aku."

"Bukan masalah," sahut Kris, dan melemparkan senyumnya yang menawan, seperti yang dilakukannya pada Erika dulu.

Asal tahu saja, Kris memang tidak semenarik Carlos yang memang tampan dari lahirnya. Kris juga tidak sebaik Tatsuya ataupun Leo yang memiliki nilai-nilai akademik yang luar biasa, apalagi kalau harus bersaing dengan Alex. Terakhir, Kris tidak memiliki senyum dan sifat yang supel seperti David.

Namun, jika dia sudah mengeluarkan senyum menawan nan tulusnya itu, serta tatapan intens yang di miliki sepasang mata indahnya yang sejuk. Perempuan manapun pasti akan tersentuh.

Erika contohnya. Dan kini, Chiko mulai merasakan efek dari tatapan Kris.

"What's your schedule after this?" Tanya Kris, "Apa kau harus ke Kantor Kedutaan, atau rapat, atau mungkin pergi untuk menemui orang penting lainnya?"

Chiko tersenyum, "Tidak ada sama sekali. Aku bebas, sebebas-bebasnya hari ini."

Kris mengangguk paham. "Mau jalan-jalan denganku?"

Chiko sedikit bingung, alisnya bertautan.

"Aku tidak akan macam-macam. Tenanglah," jawabnya sambil terkekeh.

Chiko mengangguk pelan, namun ragu. "Okay then."