webnovel

Fons Cafe #2

Tatsuya Maruyama is a success lawyer. Alexander Kougami is genius physic teacher. Carlos Takamasa is the womanizer scriptwriter. Leonardo Shibasaki is the cold hand oncology surgeon. David Kajima is the funniest comedian of the year. Kris Aikawa is the funky business man. They all have the same problem about woman. --- Berteman sejak masa sekolah, menjadikan mereka berenam selalu paham satu sama lain, dan hingga pada akhirnya satu per satu di antara mereka pun memutuskan untuk mulai melangkah dan mencari pasangan hidupnya. Setelah Tatsuya, Alex dan Carlos menemukan tulang rusuk mereka. Mungkin kisah ini sudah selesai bagi mereka bertiga. Namun, tidak demikian bagi Leo, David dan Kris! Apakah Leo, David dan Kris mendapatkan kesempatan mereka juga untuk bahagia?

Abigail_Prasetyo · Teen
Not enough ratings
46 Chs

Episode 43

Ayah menutup tokonya. Memang seumur hidupnya hanya dia habiskan untuk bekerja dan membesarkan anak-anaknya.

Leana Mitsue, seorang sekretaris di XV Group. Umurnya sudah 37 tahun, dan masih sendiri. Maksudnya, dia belum menikah. Namun Ayah bersyukur karena kini sudah ada Heru, yang pada awalnya adalah musuhnya Lea, tapi Ayah bersyukur karena Lea dan Heru sekarang sudah bisa akur. Terlebih, kedatangan Heru beberapa hari lalu untuk mengatakan bahwa dia menyukai Lea dalam keadaan mabuk.

Leonardo Shibasaki, dokter yang sukses dengan pekerjaan sebagai ahli onkologi. Ayah selalu ingat Leo yang pintar dan menjadi juara kelas. Ia pun juga mengatakan bahwa ingin menjadi dokter ketika besar, agar tidak membiarkan Ayah sakit. Kini, Leo selalu di sibukkan dengan berbagai operasi yang dilakukannya di Regium Hospital, rumah sakit terbaik, mendapat pengakuan internasional dan tenaga medis terbaik di Indonesia.

Sementara Davies Christopher, anak bungsunya adalah anak yang bisa dikatakan tidak sesukses kakak-kakaknya. Dia memiliki tempramen yang kasar, dan keras, tapi hatinya tulus dan jujur. Juga, Davies memiliki Alita yang baik, dan memiliki kecerdasan sosial yang luar biasa baik. Hanya tinggal menunggu giliran anaknya yang mana yang akan menikah terlebih dulu.

"Ayah, Bibi sudah menyiapkan makan malamnya," kata Lita. Walaupun belum menikah, tapi Lita sudah menganggap Ayah sebagai Ayahnya sendiri, karena dia memang sudah lama menjadi yatim piatu. "Ayah sedang menunggu Kak Leo?"

Ayah tersenyum. Wajah teduhnya benar-benar menunjukkan bahwa dia sangat mencintai damai dan akan melakukan apapun untuk orang yang disayanginya. "Ya. Leo belum pulang juga dari kemarin."

Lita termenung, "Mugkin dia sedang ada banyak kerjaan yang membuatnya tidak bisa pulang untuk saat ini.."

"Mungkin ya.." gumam Ayah. "Kau, masuklah dulu! Kau pasti lapar sudah seharian membersihkan rumah!"

"Ah? Oh, iya, Yah. Aku masuk dulu. Ayah juga cepatlah masuk."

Ayah mengangguk. Ia pun mengawasi kepergian Lita.

Tak berapa lama Ayah melihat Leo berjalan didepan tokonya. Dengan cepat, Ayah membuka rolling door tokonya dan menghampiri Leo. "Apa kau memiliki hari yang berat?"

Leo menoleh ke arah ayahnya. "Tidak. Aku baru pulang setelah bertemu dengan teman-temanku."

Ayah tahu persis siapa yang di maksud dengan teman-teman Leo. Pastinya, antara Tatsuya, Carlos, David, Alex dan Kris.

"Kau pasti lapar! Ayo cepat masuk, Bibi sudah menyiapkan makan malam."

"Aku sudah makan di luar. Ayah saja yang makan." Leo berjalan beberapa langkah untuk masuk lewat pintu gerbang rumahnya, tapi kemudian berbalik. "Oh ya, Presdir ingin bertemu dengan Ayah untuk membicarakan masalah pernikahan."

Ayah pun mengangguk. "Baiklah. Kapan?"

"Besok malam, jam tujuh di Silk Hotel."

Ayah mengangguk lagi. Dia senang bahwa akhirnya salah satu anaknya akan segera menikah. Setidaknya, Leo akan mendapatkan seorang yang baik untuk menjadi istrinya.

-----

Pagi harinya, Leo tiba di rumah sakit pukul delapan. Setengah jam berikutnya dia sudah berada di ruang operasi untuk pengangkatan kanker usus yang sudah menyebar sampai ke tulang belakangnya.

Operasi yang di perkirakan akan memakan waktu lima jam, ternyata dapat di selesaikan oleh Leo dalam waktu tiga jam.

12.05

Leo keluar dari ruang operasi, menuju ruang kerjanya lagi. Di jalan, dia bertemu dengan Cindy. Lorong itu sedang sepi, dan Cindy memeluknya.

"Hei, apa yang sedang kau lakukan? Ini tempat kerjaku!" Seru Leo.

"Dan tempat kerjaku juga!" Balasnya. "Aku mohon, izinkan aku memelukmu seperti ini. Sebentar saja, agar aku bisa merelakanmu dengan mudah."

Leo pun diam dan membiarkannya di peluk oleh Cindy.

Dari sayap kanan lorong itu, ternyata Eugene sedang berjalan, untuk menemui Leo. Namun dia terkejut saat melihat Leo dipeluk oleh perempuan lain.

Eugene memang tipikal gadis yang manis, dan penurut, namun dia tetaplah perempuan yang bisa merasakan cemburu bila ada yang mengambil apa yang menjadi miliknya. Terutama laki-laki yang menjadi calon suaminya itu.

Eugene membalikkan tubuhnya, dia segera keluar dari departemen onkologi, dan memutuskan untuk turun ke lantai 12, menemui seseorang.

dr. Fritz Handoko, Sp. PD-KHOM (K)

Tanpa banyak pikir, panjang, Eugene langsung masuk ke dalam ruangan Dokter Fritz.

"Eugene?"

"Hai Om!!" Serunya riang. Dokter Fritz merupakan sahabat Dadnya, sewaktu kuliah kedokteran, dan menjadi temannya juga sewaktu masih bekerja di rumah sakit lain sebelum akhirnya mereka mengambil dunia spesialisasi yang berbeda.

"Ada apa kau kemari, Eugene?" Tanya Dokter Fritz, "Ku dengar kau akan menikah dengan Leo."

"Wah, sepertinya seluruh rumah sakit sudah tahu..." gumamnya malu.

"Tentu saja. Putri tunggal Presdir akan menikah dengan dokter spesialis onkologi termuda, dan terbaik pula tentunya di rumah sakit ini. Mana mungkin berita itu tidak cepat menyebar?" Katanya sambil tertawa renyah.

Selera humor yang dimiliki Dokter Fritz selalu bisa membuat Eugene senang, dan membuatnya tertawa.

"Hasil tesku sudah keluar belum?"

Senyum dan tawa di wajah Fritz lenyap seketika setelah mendapat pertanyaan dari Eugene.

"Aku sudah melihatnya. Tapi akan aku berikan langsung pada orangtuamu."

"Jangan!" Pintanya, "Dad jangan tahu, Om!"

"Jelas Ferdi harus tahu, Eugene. Ayahmu mana mungkin membiarkanmu terkena penyakit yang membahayakan jiwamu sendiri?"

"Biar aku saja mengatakan padanya, Om. Jadi, Om tidak perlu melakukan apapun. Tapi hasil tesku sudah keluar apa belum?" Tanyanya sekali lagi.

"MRI sudah. Hanya tinggal menunggu PET-Scan yang belum," jawabnya.

Eugene mengangguk paham. "Baiklah, tolong beritahu aku saat hasilnya sudah keluar ya?"

Fritz mengangguk lagi melihat anak sahabatnya ini begitu riang melewati hari-harinya.

"Aku harus balik dulu, karena aku akan makan malam bersama calon suamiku hari ini," kata Eugene, izin pamit. "Om harus datang ke pernikahanku nanti! Sampai tidak, jangan harap aku mau di obati!"

"Ancaman yang mengerikan sekali sepertinya!" Balas Fritz sambil tertawa. "Tenanglah, Om pasti datang ke pernikahanmu, Eugene."

"Baiklah, kalau begitu sampai jumpa!"

-----

Silk Hotel pukul tujuh petang. Dad, Mom, Eugene, Leo, Ayah dan Bibi Linda, sebagai perwakilan karena ibunya sudah tiada.

Kedua orangtua Eugene menunduk memberi hormat pada Ayah dan Bibi Linda. Begitu pula sebaliknya, sehingga mereka memecahkan kecanggungan di antara mereka masing.

"Ku dengar Dokter Leo sudah berhasil melakukan operasi kanker lagi di rumah sakit?" Tanya Isabelle, ibunya Eugene. "Apa kau tidak akan terlalu sibuk untuk menikah, Dokter Leo?"

Leo bergeming, tidak dapat menjawabnya.

"Mom!!" Bisik Eugene, yang merupakan protes dari ocehan ibunya yang sembarangan.

"Dengar, Eugene putus dengan kekasihnha yang dulu, karena dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri, bahkan hampir lupa kalau dia memilki kekasih," lanjut Isabelle.

"Sudah cukup!" Sanggah Presdir. Selama ini, Isabelle dan Presdir memang tak pernah akur. Bahkan di rumah mereka lebih sering lagi bertengkar.

Ayah Leo langsung berbicara, "Leo memang sibuk, tapi aku sangat yakin dia akan bertanggung jawab penuh kepada istrinya juga."

Presdir berdeham. "Baiklah, kita disini untuk memutuskan tanggal pernikahan kedua anak kita ini bukan?"

"Tentu saja," balas Ayah Leo.

"Apa kalian sudah menentukan tanggalnya?" Tanya Presdir.

Eugene beradu pandang dengan Leo. Akhirnya dia tahu kalau Leo memikirkan banyak pikiran lain, sehingga mungkin dia tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana itu.

"Aku tidak tahu, Dad," jawab Eugene. "Apa kau libur minggu depan?"

Leo menggeleng.

"Lalu kapan kau memiliki hari libur? Atau hari dimana kau tidak memiliki jadwal operasi?"

"Sabtu minggu tiga," jawab Leo singkat.

"Baiklah." Eugene tersenyum, melihat Leo lalu berpaling ke Presdir, "Pada hari itu kami akan menikah Dad."