webnovel

1.Flying Flower

Lambaian dedaunan serta bunga-bunga yang terhempas oleh angin sungguh memanjakan mata. Ketenangan dan kedamaian tercipta menyentuh relung hati.

Di kursi panjang yang berada di taman Nadhira terus memfokuskan tatapannya pada warna-warni bunga serta pepohonan hijau yang terus bergerak karena hembusan angin.

Senyumnya kemudian perlahan terukir kala melihat beberapa kupu-kupu dengan corak warna-warninya yang indah mulai mendekat ke arahnya.

"Flying flower, mendekat lah," ucap Nadhira sedikit menjulurkan tangan seraya membuka telapak tangannya menghadap ke atas.

Tanpa disangka seekor kupu-kupu dengan sayap berwarna biru cerah menerima sambutan Nadhira dan mulai mendekat, lalu hinggap di telapak tangannya. Senyum Nadhira kembali terukir dua kali lebih lebar dari sebelumnya.

Tatapannya kini terfokus pada kupu-kupu cantik yang hinggap di tangannya.

"Kita berdua ternyata mirip, kau memulai hidupmu dalam bentuk tak menarik, begitu pula denganku. Aku memulai kehidupanku dengan keadaan tidak baik seperti anak pada umumnya." Nadhira menghela nafas pelan.

Dia kemudian menghentikan kalimatnya sejenak. Semakin intens menatap kupu-kupu yang masih tampak tenang hinggap di atas tangannya.

"Tapi kini kau sudah berhasil tumbuh menjadi sangat cantik," lanjut Nadhira seraya mengembangkan senyumnya.

Kupu-kupu yang hinggap di tangannya secara perlahan mulai menggerakkan sayapnya, lalu tak lama setelah itu mulai melayang. Terbang meninggalkan telapak tangan Nadhira menuju bunga-bunga lalu hinggap di sana bersama dengan beberapa kupu-kupu lainnya.

Nadhira sangat menikmati pemandangan indah yang berada di depannya tersebut.

Sayap-sayap kalian yang indah dan penuh warna bagiku seperti bunga terbang. Aku juga akan bekerja keras untuk pada akhirnya bisa menjadi sangat cantik dan indah sepertimu, tak peduli seberapa buruk awal kehidupanku, dan tak peduli seberapa keras proses menuju cantik itu. Batin Nadhira bergumam dengan pandangan yang terus terarah pada kupu-kupu yang masih setia hinggap di atas kelopak bunga.

Matanya tampak sendu. Nadhira lalu menghela nafas dalam lagi.

"Maaf, aku lama, yah?" Suara yang diiringi tepukkan tangan yang menyentuh pundaknya membuyarkan lamunan Nadhira. Dia menoleh kemudian tersenyum ke arah laki-laki yang kemudian segera duduk di sampingnya.

"Minumlah!" ujar lelaki itu seraya menjulurkan sebotol air putih yang sebelumnya sudah terlebih dulu dibukanya.

Nadhira menerimanya dengan senyuman, lantas segera meminumnya. Sementara lelaki di sampingnya dengan cekatan membuka bungkus roti yang telah dibelinya tadi. Dan tepat setelah Nadhira selesai minum lelaki itu menyodorkan roti itu padanya.

"Makanlah!" ucap lelaki itu dengan tatapan penuh kasih sayang.

Kali ini Nadhira tidak langsung mengambilnya. Dia justru memanyunkan bibirnya sebagai bentuk protes ketidaksukaannya.

"Berhenti melakukan itu. Aku bukan anak kecil lagi," ucap Nadhira kesal seraya mengabaikan roti yang dipegang lelaki itu yang tepat berada di depannya.

Melihat ekspresi Nadhira bukannya marah lelaki itu justru tersenyum seakan di depannya itu adalah hal yang lucu.

"Apa kau tidak mau mengambilnya? Kalau tidak aku akan menyuapi mu."

Tanpa berpikir lama setelah kalimat itu selesai diucapkan lelaki di sampingnya, Nadhira segera mengambil alih roti yang ada di tangan lelaki itu. Segera membawanya ke dalam mulutnya hingga sontak menciptakan gelak tawa dari lelaki di sampingnya.

Nadhira tak mengacuhkan lelaki itu. Meski dengan rasa kesal yang tampak di wajahnya dia tetap memakan rotinya. Sedangkan lelaki di sampingnya masih terus tertawa.

Setelah beberapa lama barulah lelaki di samping Nadhira menghentikan tawanya, lalu kemudian mengambil sebotol air putih yang terletak di samping tempat duduknya. Dia kemudian membukanya, lantas menenggaknya hingga tersisa setengah.

Beberapa saat suasana menjadi hening. Tatapan mereka sama-sama terarah ke depan. Barulah setelah beberapa lama lelaki di samping Nadhira berdehem untuk memecah keheningan sekaligus kecanggungan yang beberapa saat lalu tercipta akibat godaannya yang membuat Nadhira kesal.

"Aku tahu sekarang usiamu sudah dua puluh satu tahun, tapi satu hal yang kamu tahu tidak akan pernah berubah, yaitu rasa sayangku padamu," ucap lelaki itu masih dengan tatapan lurus ke depan, namun berhasil menghentikan Nadhira saat akan menggigit roti yang sudah masuk ke dalam mulutnya.

"Kau bahkan tahu sekarang rasa sayangku kini telah berganti dari seorang kakak kepada adiknya menjadi dari seorang pria terhadap wanita. Lebih dalam dari sebelumnya."

"Dan aku pun tahu, kau merasakan hal sama, bukan?" Lelaki itu menoleh ke arah Nadhira yang tampak melepaskan gigitannya dan menarik kembali roti yang dipegangnya jauh dari mulutnya.

Tanpa mampu menoleh mata Nadhira berkaca-kaca.

Ya, lelaki di sampingnya seperti malaikat pelindung yang Tuhan kirim untuknya. Dialah Ilham.

Ilham Saputra. Sebuah nama yang sangat spesial di hatinya. Sangat berarti bagi Nadhira.

Dialah sosok pelipur lara nya, penghiburnya, penyemangat nya. Selalu ada saat suka mau pun duka. Dalam hal segalanya.

Bahkan Ilham berubah menjadi cinta baginya. Cinta yang sudah tertanam sejak lama di dalam hatinya.

Tapi meskipun Nadhira mencintainya, dia mempunyai prinsip bahwa empat tahun ke depan hingga ia berusia dua puluh lima tahun, itu adalah waktunya bagi dia untuk fokus mengejar impiannya. Nadhira tidak ingin menjalin sebuah hubungan.

Tentang itu Ilham menghormati keputusan yang sudah menjadi prinsip Nadhira.

Baginya itu tidak masalah. Bagi Ilham, dia hanya perlu menunggu seraya terus mensupport nya, bahkan jika bisa juga membantunya. Sebuah pernyataan yang sungguh membuat Nadhira semakin jatuh cinta.

"Kamu tidak lupa dengan kalimat yang pernah aku ucapkan, bukan?" ucap Ilham lagi saat Nadhira sudah menoleh ke arahnya.

"Jangan pikirkan apa pun, fokuslah pada impianmu. Aku sedikit pun tidak punya keluhan terhadapmu. Berada di sampingmu dan tahu bagaimana perasaanmu itu sudah lebih dari cukup bagiku. Aku sangat bahagia," lanjut Ilham dengan senyum lebarnya.

Kalimat yang sekali lagi membuat Nadhira terharu hingga membuatnya menangis tersedu-sedu. Hal yang pada akhirnya membuat Ilham lelah dan frustasi karena harus bersabar menunggu Nadhira berhenti menangis.

Itulah kebiasaan buruk Nadhira. Jika ia sudah menangis, dia akan menangis lumayan lama.

Ilham hanya bisa menepuk-nepuk pundaknya untuk menenangkan. Sekali lagi prinsip Nadhira menghalanginya untuk mendekapnya meskipun ia sebenarnya sangat ingin.

Tapi sekali lagi itu tidak masalah bagi Ilham. Bahkan baginya itu merupakan hal yang membuat Nadhira semakin spesial.

Angin terus berhembus menyapa kulit. Memberikan kedamaian.

Istirahat yang niat awalnya hanya sebentar sekadar untuk melepas lelah setelah lari pagi harus menjadi lebih lama karena Nadhira menangis.

"Berhenti menangis dan lihatlah ke depan, di sana ada beberapa kupu-kupu yang terbang terlihat sangat indah dengan sayap warna-warninya," ucap Ilham berusaha menghentikan tangis Nadhira. Namun Nadhira bergeming, tetap saja menangis dengan menelungkupkan kedua tangan ke wajahnya.

"Ayolah, berhenti dan lihatlah! Aku tahu kau sangat suka dengan kupu-kupu. Lihat, mereka sangat indah," lanjut Ilham seraya mencondongkan wajahnya ke arah Nadhira yang tertutup kedua telapak tangannya.

Tidak ada sahutan. Meski tangisnya sudah mereda tapi isaknya masih terdengar dan sepertinya sulit dihentikan.

"Lihat Flying Flower itu mendekat ke arahmu. Ayolah lihat, itu tampak menakjubkan." Ilham bicara penuh semangat saat melihat tiga kupu-kupu mendekat ke arah Nadhira. Ilham tidak mau menyerah begitu saja. Namun usahanya lagi-lagi gagal, Nadhira masih tetap bergeming.

Ilham menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi taman. Menatap ke depan. Lalu menghela nafas frustasi. Dia tidak tahu lagi harus dengan cara apa untuk bisa membuat Nadhira berhenti menangis.

"Flying flower. Kupu-kupu memang sangat indah. Dia benar-benar sangat sukses merubah dirinya menjadi sangat menarik dan indah dari awal hidupnya yang tidak menarik," gumam Ilham saat menyaksikan kupu-kupu yang terus terbang di depannya.

Ia kemudian menghela nafas dalam saat melihat Nadhira belum juga bisa berhenti dari isak tangisnya.

"Ayo, buatlah dirimu terbang tinggi dan tampak indah bersama impianmu. Kamu pasti bisa menjadi seperti flying flower. Aku pasti akan membantumu untuk mewujudkannya," Ilham berkata tulus dengan tatapan masih terarah ke depan.

Kalimat yang seketika itu juga sukses membuat tangis Nadhira pecah lagi dan membuat Ilham terkejut sekaligus semakin frustasi hingga memejamkan mata seraya mengacak-acak rambutnya dengan kedua tangannya. Lalu kemudian menghela nafas dalam.

"Baiklah, baiklah, sepertinya aku harus diam saja, kalau tidak aku pasti akan membuatmu menangis lebih lama lagi." Ilham semakin frustasi.

"Hah, kenapa sulit sekali membuat mu berhenti menangis?" gumam Ilham lirih kemudian tersenyum lucu seraya melihat ke arah Nadhira yang masih menelungkupkan wajahnya di atas ke dua telapak tangannya.

Ilham akhirnya menyerah. Tetap diam membiarkan Nadhira menangis. Dia hanya menepuk-nepuk pundaknya dan menunggu Nadhira untuk berhenti menangis sendiri.