Masih beberapa langkah lagi untuk sampai di depan pintu utama rumah Axel, sudah ada salah satu dari entah berapa banyaknya jumlah asisten rumah tangga di rumah mewah itu yang membukakan pintu dengan mengenakan mukena lengkap.
"Masuk!"
Lova tidak menjawab, tidak juga menganggukan kepalanya. Hanya terdiam mengikuti kemana Axel akan membawanya. Mengangguk kecil sebagai sebuah bentuk sopan santun ketika melewati asisten rumah tangga laki-laki itu yang tampaknya berusia lebih tua dari dia.
Axel melepaskan genggaman tangannya dan berbalik badan menghadap Lova. "Gue mandi. Lo tunggu di sini dulu."
Lova hanya mengangguk tanpa melihat Axel. Matanya bergerak ke sana kemari memperhatikan ruang tamu rumah laki-laki itu.
Axel berdecak pelan. Tangannya terulur memegang kedua bahu Lova membuat gadis itu langsung menatapnya dan pelan-pelan mendorongnya ke bawah hingga Lova duduk di atas sebuah sofa besar yang ada di ruang tamu rumahnya. "Duduk. Gue mandi bentaran doang."
Lova menggembungkan kedua pipinya. "Iya-iya. Lova gak apa-apa, kok Axe. Axe mandi aja udah. Lova gak mungkin hilang di rumah Axe. Kesasar-- mungkin?" Lova mengedikan bahunya sebelah.
Axel terkekeh pelan sambil memainkan kedua pipi Lova gemas. Ada-ada saja pacarnya itu. Tingkahnya itu sukses membuat asisten rumah tangganya melongo dengan raut wajah terkejut yang tidak dapat disembunyikan.
Axel mengalihkan pandangan pada asisten rumah tangganya yang masih terbengong berdiri tak jauh darinya. Lalu berdecak keras. "Lo ngapain bengong di situ, hah?! Bikinin pacar gue minum, sana!" titah Axel sambil mengibaskan satu tangannya.
"Ba-bai--" belum selesai menjawab ucapannya sudah dipotong suara mengaduh majikannya itu.
"Aduh! Apaan, sih my Lov!" Axel mengaduh sambil mengusap-usap bagian perutnya yang bekas dicubit Lova dengan sedikit keras.
"Yang bener, dong minta tolongnya, Axe." tegur Lova dengan suara pelan. Lova menatap asisten rumah tangga Axel tidak enak.
Axel berdecak keras. "Dahlah! Gue mau mandi." kata Axel tak ingin ambil pusing dengan ucapan Lova. Axel berjalan menuju lift yang ada di dalam rumahnya. "Kalau lo butuh apa-apa minta sama si Anisa aja, my Lov."
Lova hanya mengangguk patuh dan memperhatikan Axel hingga hilang dibawa kota besi bergerak yang tersedia di rumah laki-laki itu. Lova berdecak kagum dalam hati. Lalu mengalihkan pandangannya pada perempuan dua puluh tahunan yang tadi Axel kenalkan sebagai Anisa.
Lova tersenyum manis ketika Anisa menunduk sopan. "Jangan sungkan sama saya, umm--?"
"Non, bisa panggil saya Anisa."
Lova menggeleng. "Saya panggil Kak Anisa. Karena Kakak kayanya lebih tua dari saya, ya?"
Anisa mengangguk. "Itu-- tapi Non, kan--"
Lova menggeleng tegas. "Kak Anisa, titik. Jangan sungkan sama saya gitu dong, Kak. Saya yang jadinya gak enak sendiri kalau Kak Anisa kaya gitu."
Anisa hanya tersenyum kikuk sambil mengangguk kecil. Manatap Lova kagum. Kagum dengan sikap yang ditunjukan gadis yang notabene sebagai pacar dari majikannya yang pasti juga berasal dari keluarga kaya.
"Oh, iya?" Lova melepaskan tas punggung serta jaketnya. Lalu beranjak berdiri dari posisi duduknya dan berjalan pelan mendekati Anisa.
"Kenalin, nama saya Lova, Kak." kata Lova sambil mengulurkan tangan kanannya.
"O-oh. Iya, Non." jawab Anisa canggung. Anisa buru-buru hendak menerima uluran tangan Lova dengan kedua tangannya. Namun kedua tangannya malah tersangkut di ujung atasan mukena. Anisa dengan panik menyampirkan ujung depan mukena warna putih itu ke bahunya. Lalu menyambut tangan pacar majikannya itu.
Lova tertawa kecil sambil mengusap lengan atas Anisa sebelah kanan. "Ya ampun, Kak Anisa. Santai aja. Wajah saya ini nyeremin apa gimana, sih Kak? Jangan kaya yang takut gitu, ah?!" kekeh Lova sambil mengibaskan satu tangannya tak acuh.
Anisa meringis dan menatap Lova tidak enak. Memperhatikan lamat-lamat wajah cantik blasteran Lova di depannya yang sedang menatap pada jam yang melingkar di pergelangan tangan pacar majikannya itu sebelah kiri.
Lova mengangkat wajahnya memperhatikan penampilan Anisa sejenak. "Ini-- Kak Anisa pakai mukena begitu, baru mau atau udah sholat isya?" tanya Lova sambil menunjuk Anisa dari atas sampai bawah lalu ke atas lagi.
"Saya baru mau sholat, Non."
Lova membulatkan mulutnya membentuk huruf O ambil manggut-manggut. "Kak Anisa mau sholat isya dimana memangnya? Saya boleh ikutan sholat sekalian sama Kak Anisa gak?"
Anisa mengangguk-anggukan kepalanya. Dia semakin dibuat kagum saja dengan sikap Lova. "Boleh, Non. Boleh sekali. Saya sholat di paviliun belakang, berjamaah dengan yang lainnya."
"Tapi Kak, ngomong-ngomong saya boleh pinjam bajunya Kak Anisa gak, ya? Seragam saya sudah saya pakai dari tadi pagi. Pasti udah kotor sama bau banget. Saya belum mandi soalnya." aku Lova sambil cengengesan.
"Baju saya?" tanya Anisa tidak yakin sambil menunjuk dirinya sendiri.
Kening Lova mengerut samar. "Iya baju, Kakak. Baju siapa lagi?"
"Oh? Itu-- tapi, Non it--"
Lova menggeleng pelan. "Baju apa aja, Kak. Yang daster juga gak apa-apa, kok. Yang penting bersih buat saya pakai sholat."
Anisa menggeleng. "Buk--"
"Udah. Saya gak apa-apa, kok. Gak ada masalah pakai bajunya Kakak. Ayo, deh, Kak. Pasti Kak Anisa udah ditungguin sama yang lainnya." kata Lova sambil menggamit tangan Anisa sebelah kanan tanpa merasa risih atau sungkan.
Anisa hanya terdiam. Menurunkan pandangan pada tangannya yang sedang digamit oleh tangan super halus milik Lova yang sangat berbeda sekali dengan tangannya yang kasar. Anisa perlahan mengepalkan kedua tangannya.
"Kak Anisa?" panggil Lova halus sambil melongok wajah manis Anisa dan mengibas-ngibaskan tangan kirinya pelan.
Anisa terkesiap sedikit. "O-o-oh. Mari-mari, Non." jawab Anisa gelagapan.
Lova tersenyum kecil. "Terus, ini kita jalannya ke arah mana, kak? Saya gak tahu sama sekali, lho ini." Lova menatap Anisa yang masih menatapnya terbengong-bengong.
Anisa menelan salivanya kasar. Tanpa menjawab pertanyaan Lova, Anisa langsung mengiring pacar dari majikan mudanya itu menuju ke paviliun yang letaknya ada di bagian paling belakang, terpisah dengan rumah utama milik majikannya itu. Tempat dimana dia bersama dengan beberapa asisten rumah tangga yang lainnya beristirahat.
-firstlove-
Ting!
Wajah Axel yang lebih segar dan santai dengan mengenakan ripped jeans warna hitam dengan kaos oblong warna putih polos ditambah blue denim jacket dan sneakers shoes senada dengan warna celana jeansnya langsung terlihat ketika pintu lift terbuka. Axel berjalan pelan keluar dari kotak besi yang berukuran tidak terlalu besar itu dengan tangan kiri yang dimasukan ke dalam saku celana. Sementara tangan kanannya sedang mengutak atik ponsel.
Axel memasukan ponselnya ke dalam saku celana dan perlahan mengangkat wajah melihat ke sekeliling ruang tamu. Keningnya mengerut dalam ketika tidak menemukan keberadaan Lova di ruangan yang detail dindingnya akan mengingatkan pada rumah klasik ala Eropa dengan warna dinding, langit-langit, dan lantai yang didominasi warna putih. Chandelier, cermin-cermin antik, dan permadani bercorak melengkapi tampilan ruang tamu itu.
Axel berjalan menuju sofa merah dengan list emas yang tadi sempat diduduki oleh Lova sambil celingak celinguk. Tasnya masih ada. Yang punya pergi kemana? Axel bertanya-tanya dalam hati sambil menatap tas Lova.
"Axe?"
Axel dengan cepat berpaling ke arah asal sumber suara merdu yang memanggil namanya dengan lembut. Kedua alisnya langsung terangkat ke atas ketika melihat penampakan Lova yang berbeda sambil memutar posisi berdirinya ke samping menghadap gadis itu.
"Lo pake apaan itu, my Lov?"
Kening Lova mengerut samar. Perlahan menundukan kepala memperhatikan pakaian yang sedang dia kenakan. Merasa tidak ada yang salah dengan penampilannya, Lova mengangkat kepalanya menatap Axel.
"Lova pakai daster punya Kak Anisa." terang Lova enteng. Lova melupakan Anisa yang tadi berjalan di belakangnya sudah menghentikan langkah gadis itu dan kini sedang berdiri memperhatikan dia dan Axel dengan perasaan ketar ketir yang sangat kentara.
Sebelah alis Axel naik. "Daster? Kak Anisa?"
Lova menganggukan kepalanya sedikit bingung. "Lova tadi itu, kan mau ikut sholat isya. Karena seragam Lova udah pasti kotor, jadi pinjem bajunya Kak Anisa yang bersih. Kenapa, deh, Axe?" tanya Lova heran sambil berjalan menghampiri Axel.
Axel berkacak pinggang. Memandangi Lova dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, lalu naik ke wajah gadis itu yang tetap saja cantik walau hanya mengenakan daster lusuh. Axel menundukan kepala sambil mengulum bibirnya agar tidak tersenyum.
"Apaan, sih?! Kok, kaya gitu banget Axe lihat Lova-nya? Kenapa, sih?" tanya Lova setelah sudah berdiri di hadapan Axel. "Axe?" panggil Lova pelan sambil menarik-narik kecil ujung lengan blue denim jacket laki-laki itu.
Axel berdehem kecil sambil perlahan mengangkat kepalanya. Langsung terkekeh kecil ketika melihat wajah Lova yang sudah berubah menjadi cemberut membuat Anisa menghembuskan nafas lega melihatnya.
Merasa dirinya sudah terselamatkan dari amukan Axel berkat adanya Lova, Anisa segera berbalik badan dan berjalan meninggalkan sepasang kekasih itu menuju ke dapur. Membiarkan Lova dan Axel berdua-duaan. Dia juga malas kalau harus jadi obat nyamuk.
Axel mengulurkan tangannya menangkup kedua pipi Lova dan menekannya dengan gemas hingga bibir gadis itu maju ke depan membuat Lova melebarkan kedua mata menatapnya kesal.
"Leupaashh!"
"Hah?" Axel mendekatkan telinganya di depan bibir Lova. "Apa, my Lov? Ngomongnya yang rada jelas coba."
Lova mendorong pelan dada Axel dengan kedua tangannya. "Lepas, ih!" kata Lova dengan suara sedikit keras dengan raut wajah kesal yang tidak dapat disembunyikan membuat Axel tergelak puas.
Axel meraih tangan kiri Lova dan mengaitkan jari tangannya ke sela jari tangan gadis itu. Lalu mencium punggung tangan Lova sekilas. "Harusnya lo bilang sama gue tadi. Lo bisa pakai baju gue, my Lov. Daripada lo pakai daster lusuh kaya gitu."
"Gimana Lova mau bilang sama Axe, coba? Tadi itu Lova lagi dalam mode kagum sama rumah Axe yang kaya istana ini." Lova mengerucutkan bibirnya.
Axel terkekeh geli. "Ganti pakai baju gue aja, ya. Pakai lagi rok seragam lo, my Lov."
Lova mengangguk patuh dan tangan kanannya terulur meraih paper bag di atas sofa yang tadi diberikan oleh Anisa untuk menyimpan seragamnya.
"Udah?" tanya Axel singkat sambil mengambil alih paper bag dari tangan Lova.
Lova hanya mengangguk singkat.
Axel ikut mengangguk. Lalu menarik pelan tangan Lova agar gadis itu ikut berjalan menuju ke kamarnya.
Tbc.
Creation is hard, cheer me up!
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!
Like it ? Add to library!
I tagged this book, come and support me with a thumbs up!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.