webnovel

Chapter 29

Setelah pertempuran yang luar biasa melelahkan melawan Corrupted Spirit, Loki Familia akhirnya kembali ke kemah mereka di lantai 50. Malam telah turun, dan mereka semua duduk di sekitar api unggun, merasakan kehangatan api yang kontras dengan dinginnya udara Dungeon. Wajah-wajah mereka masih mencerminkan kelelahan, tetapi juga ada perasaan lega dan kemenangan yang mengisi suasana.

Shirou, meskipun masih dalam proses pemulihan, duduk bersama yang lain di sekitar api unggun. Dia tidak bisa menghindari perhatian yang tertuju padanya. Malam ini, mereka semua ingin membicarakan pertempuran tadi, terutama tentang kontribusi besar Shirou dalam mengalahkan musuh yang begitu kuat.

Tiona adalah yang pertama memecah keheningan dengan senyum lebar di wajahnya. "Shirou, kau benar-benar luar biasa tadi! Serangan-seranganmu... aku belum pernah melihat yang seperti itu sebelumnya!" katanya dengan antusias.

Shirou tersenyum tipis, menggaruk belakang kepalanya dengan canggung. "Aku hanya melakukan yang bisa kulakukan. Tanpa kalian semua, aku tidak akan bisa melakukannya sendirian."

Bete, yang biasanya sinis, mengangguk setuju, meskipun dia tidak banyak bicara. "Kau melakukannya dengan baik, Emiya. Jangan terlalu merendah."

Riveria, yang duduk tak jauh dari Shirou, menatapnya dengan mata berbinar. Ada kekaguman yang jelas terlihat di wajahnya. "Shirou, aku ingin tahu tentang perisai yang kau projeksikan tadi... Rho Aias. Itu sangat kuat, bahkan jauh lebih kuat dari sihir barrier yang biasa aku gunakan. Apa kau bisa ceritakan lebih banyak tentangnya?"

Shirou menatap Riveria sejenak, sebelum mengangguk pelan. "Rho Aias adalah perisai yang dimiliki oleh Ajax, seorang pahlawan dari masa lalu. Menurut legenda, perisai itu terbuat dari tujuh lapisan kulit banteng, masing-masing lapisan memberikan perlindungan luar biasa. Rho Aias dikenal sebagai perisai yang tidak bisa ditembus oleh senjata biasa. Hanya serangan yang sangat kuat yang bisa menghancurkannya."

Finn yang mendengarkan dengan seksama, mengangguk penuh penghargaan. "Tidak heran perisai itu mampu menahan serangan yang begitu kuat. Kau benar-benar membawa sesuatu yang luar biasa ke pertempuran tadi, Shirou."

Tiona kemudian mengangkat tangannya dengan antusias. "Dan bagaimana dengan panah yang kau tembakkan ke langit tadi? Itu juga luar biasa! Hujan panah yang menghancurkan segalanya di jalannya—aku penasaran, apa itu?"

Shirou tersenyum sedikit lebih lebar, merasa lebih nyaman saat membicarakan senjata-senjata legendaris yang dia kenal. "Itu adalah serangan yang disebut Phoebus Catastrophe. Panah yang kutembakkan itu adalah milik Atalante, seorang pemburu legendaris dari masa lalu. Atalante dikenal sebagai salah satu pemanah terbaik yang pernah ada. Serangannya, Phoebus Catastrophe, mampu menciptakan hujan panah yang mematikan dari satu anak panah."

Tione, yang mendengarkan dengan penuh perhatian, mengangguk dengan kagum. "Tidak heran itu bisa menghancurkan begitu banyak musuh sekaligus. Kau benar-benar memiliki banyak trik, Shirou."

Finn, yang biasanya tenang dan penuh pertimbangan, menatap Shirou dengan rasa ingin tahu yang mendalam. "Shirou, aku harus mengatakan bahwa aku sangat kagum dengan kemampuanmu. Kau bisa memproyeksikan senjata legendaris dari pahlawan masa lalu. Bagaimana kau bisa melihat atau mengetahui semua senjata legendaris itu?"

Shirou terdiam sejenak, merenungkan pertanyaan Finn. Dia tahu bahwa pertanyaan ini mungkin akan mengarah pada penjelasan yang lebih dalam tentang dirinya dan kemampuannya, sesuatu yang dia belum siap untuk dibagikan sepenuhnya. Namun, sebelum dia bisa menjawab, Finn dengan cepat melanjutkan, menyadari kesulitan Shirou.

"Tapi kau tidak perlu menjawab itu jika kau merasa tidak nyaman, Shirou. Setiap petualang memiliki rahasia mereka sendiri. Yang penting adalah kita bisa saling percaya dan bekerja sama." Finn tersenyum hangat, menunjukkan bahwa dia tidak akan memaksa Shirou untuk membuka diri lebih dari yang dia mau.

Shirou tersenyum dengan rasa syukur, merasa lega bahwa Finn mengerti. "Terima kasih, Finn. Aku menghargai itu. Mungkin suatu hari nanti, aku akan menceritakan semuanya kepada kalian. Tapi untuk saat ini... biarkan ini menjadi bagian dari perjalanan kita bersama."

Riveria menatap Shirou dengan penuh pengertian. "Kapan pun kau siap, kami akan mendengarkan, Shirou. Tapi kau tidak perlu terburu-buru. Yang penting adalah kita semua kembali dengan selamat."

Aiz, yang selama ini lebih banyak diam, juga memberikan anggukan singkat kepada Shirou, sebagai tanda bahwa dia juga menghormati keputusan Shirou.

Tiona kemudian tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Yah, apa pun rahasiamu, Shirou, kami semua sangat beruntung bisa bertarung bersamamu. Kau membuat pertempuran tadi menjadi sedikit lebih... epik!" katanya sambil tersenyum lebar.

Shirou merasa hatinya hangat dengan dukungan dan pengertian yang ditunjukkan oleh rekan-rekannya. "Aku juga beruntung bisa berada di sini bersama kalian. Mungkin saat kita kembali ke Twilight Manor, aku akan menceritakan lebih banyak. Bersama Loki."

Semua orang di sekitar api unggun mengangguk setuju, merasa bahwa meskipun tantangan besar menunggu mereka di masa depan, mereka telah memperkuat ikatan mereka sebagai satu tim. Malam itu, di tengah kehangatan api unggun, mereka semua merasa sedikit lebih dekat satu sama lain, dengan keyakinan bahwa tidak peduli apa yang akan datang, mereka akan menghadapinya bersama-sama.

Malam itu, setelah semua orang di kemah Loki Familia tertidur, Aiz tetap terjaga. Meskipun tubuhnya lelah setelah pertempuran sengit melawan Corrupted Spirit, pikirannya terus dipenuhi dengan rasa penasaran tentang Shirou. Ada sesuatu tentang Shirou yang membuatnya ingin tahu lebih dalam—bukan hanya tentang kekuatannya, tetapi juga tentang siapa dia sebenarnya.

Setelah beberapa saat merenung, Aiz memutuskan untuk keluar dari kemahnya. Udara malam di lantai 50 Dungeon terasa dingin dan sunyi, namun tidak membuat Aiz ragu. Dia melangkah keluar, dan tak butuh waktu lama sebelum dia menemukan Shirou yang duduk sendirian, menatap langit-langit Dungeon yang gelap. Cahaya api unggun yang mulai redup menerangi wajahnya dengan lembut, menciptakan bayangan yang menambah kesan misterius pada pemuda itu.

Aiz ragu sejenak sebelum mendekatinya. "Shirou...," panggilnya pelan, agar tidak mengejutkannya.

Shirou menoleh dan tersenyum tipis saat melihat Aiz. "Aiz, kau belum tidur?" tanyanya, meskipun dia sudah bisa menebak alasannya.

Aiz menggeleng pelan. "Aku... tidak bisa tidur," jawabnya jujur. Dia kemudian duduk di samping Shirou, ikut menatap langit-langit Dungeon. "Ada banyak hal yang ingin kutanyakan... tentang ceritamu. Bolehkah kau ceritakan sedikit?"

Shirou terdiam sejenak, merenungkan permintaan Aiz. Dia tahu bahwa ceritanya sangat sulit dipercaya, bahkan untuk seorang petualang seperti Aiz. "Ceritaku... mungkin sulit untuk dipercaya, Aiz. Aku tidak yakin kau akan memahaminya."

Namun, Aiz menatap Shirou dengan serius, lalu dengan lembut memegang tangannya. "Aku akan percaya... apa pun yang kau ceritakan, Shirou," kata Aiz dengan suara penuh keyakinan, mata emasnya bersinar dalam kegelapan.

Shirou terkejut oleh ketulusan Aiz. Tidak ada tanda-tanda keraguan di wajahnya. Setelah beberapa saat, Shirou akhirnya tersenyum nakal, merasa bahwa mungkin ini saatnya untuk mengungkapkan sedikit rahasia yang dia simpan selama ini.

"Baiklah, Aiz," kata Shirou dengan nada yang ringan namun jujur. "Aku berasal dari dunia lain."

Mendengar kata-kata itu, mata Aiz melebar, dan mulutnya terbuka sedikit. "Dunia lain...?" tanyanya dengan suara bingung, mencoba memproses apa yang baru saja dikatakan Shirou. "Bagaimana mungkin...?"

Shirou tersenyum kecil, melihat reaksi Aiz yang sepertinya tidak bisa memahami konsep tersebut. "Aku tahu, ini terdengar aneh, bahkan tidak masuk akal. Tapi itu kebenarannya. Dunia yang kukenal sangat berbeda dari yang ini."

Aiz terdiam sejenak, mencoba menghubungkan apa yang baru saja dia dengar. Meskipun sulit dipercaya, dia tahu Shirou tidak akan berbohong padanya. Namun, sebelum dia bisa merespon lebih jauh, Shirou tiba-tiba menatapnya dengan serius.

"Tapi...," Aiz melanjutkan dengan wajah sedikit memerah, "Aku juga punya sesuatu untuk diakui."

Shirou mengangkat alisnya, sedikit penasaran dengan apa yang akan dikatakan Aiz. "Oh? Dan apa itu, Aiz?"

Aiz menatap Shirou dengan mata yang penuh kejujuran dan sedikit malu. "Aku... berumur lebih dari 1000 tahun."

Kata-kata itu membuat Shirou terkejut. "Tunggu... apa?!" serunya, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Serius...?"

Aiz mengangguk pelan, ekspresi seriusnya tidak berubah. "Iya, aku sudah hidup sangat lama... lebih lama dari yang bisa diingat kebanyakan orang."

Kini giliran Shirou yang terdiam, berusaha memproses informasi yang mengejutkan itu. "Lebih dari 1000 tahun...?" gumamnya, masih tidak sepenuhnya yakin dia mendengar dengan benar.

Melihat reaksi Shirou yang terkejut, Aiz akhirnya tersenyum dan mulai tertawa kecil. "Kau kaget, kan?" katanya, mencoba menahan tawanya.

Shirou, yang biasanya tenang, kini terlihat benar-benar bingung. "Ini... ini gila...," ujarnya sambil menggaruk kepalanya, mencoba memahami situasi ini. "Aku tidak menyangka akan mendengar sesuatu seperti itu dari siapa pun."

Aiz, yang sekarang merasa sedikit lebih lega setelah mengungkapkan rahasianya, menatap Shirou dengan senyuman yang lembut. "Kita sama-sama punya cerita yang sulit dipercaya, Shirou. Mungkin ini alasan kita bisa saling memahami."

Shirou, yang awalnya kaget, akhirnya tertawa kecil bersama Aiz. "Mungkin kau benar, Aiz. Dunia ini memang penuh kejutan."

Mereka berdua akhirnya berbaring di samping satu sama lain, menatap langit-langit Dungeon yang gelap. Aiz, yang sekarang merasa lebih tenang, menatap Shirou dari sudut matanya.

"Mungkin... sebaiknya kita menunggu sampai kita kembali ke Twilight Manor untuk mendengar lebih banyak ceritanya," kata Aiz dengan suara lembut, merasa bahwa ada banyak hal yang harus mereka ceritakan satu sama lain.

Shirou mengangguk, setuju dengan saran Aiz. "Iya, itu ide yang bagus. Masih banyak yang perlu kita bicarakan, tapi untuk saat ini, mari kita nikmati ketenangan ini."

Dengan keheningan yang nyaman di antara mereka, Shirou dan Aiz berbaring berdampingan, merasa lebih dekat satu sama lain setelah berbagi sebagian dari rahasia mereka. Malam itu, di tengah kegelapan dan keheningan Dungeon, mereka berdua merasa bahwa mereka telah menemukan seseorang yang benar-benar bisa mereka percayai, meskipun dunia mereka berbeda.

Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, Loki Familia dan Hephaestus Familia akhirnya tiba di lantai 18, salah satu zona aman di Dungeon. Meskipun ini adalah tempat yang lebih aman dibandingkan lantai-lantai lainnya, mereka tidak sepenuhnya terbebas dari masalah. Dalam perjalanan menuju ke sini, beberapa anggota level rendah mereka terinfeksi racun berbahaya dari Poison Vermis yang mereka temui di tengah perjalanan.

Sesampainya di lantai 18, kedua Familia segera mendirikan kemah untuk memberikan waktu bagi anggota mereka yang terluka untuk beristirahat dan pulih. Namun, banyak dari anggota yang terbaring lemah, menderita karena racun yang menyebar dengan cepat di dalam tubuh mereka.

Shirou dan Lefiya, yang memiliki sedikit pengetahuan dalam pengobatan dan sihir penyembuhan, langsung berusaha membantu anggota yang terbaring kesakitan. Lefiya berlutut di samping salah satu anggota, memeriksa tanda-tanda racun di tubuh mereka dengan ekspresi cemas.

"Racunnya sangat kuat...," gumam Lefiya sambil meletakkan tangan di atas luka salah satu korban dan mulai merapal mantra penyembuhan. "Kita harus mengurangi efeknya sampai Bete kembali dengan antidote."

Shirou berada di dekatnya, mempersiapkan ramuan dan perban, membantu semampunya. "Jangan khawatir, Lefiya," kata Shirou sambil memberikan sebotol ramuan penyembuh kepada Lefiya. "Kita bisa mengatasi ini. Yang penting kita harus menjaga mereka tetap stabil sampai Bete kembali."

Lefiya mengangguk, matanya penuh tekad. "Iya, aku akan melakukan yang terbaik." Dengan konsentrasi penuh, Lefiya melanjutkan mantra penyembuhannya, memastikan bahwa sihirnya memberikan efek yang maksimal untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan para korban.

Di sisi lain kemah, Finn dan Gareth memantau situasi dengan cermat. Finn, yang selalu tenang, tetap memperhatikan semua yang terjadi di sekitar mereka.

"Bete bergerak cepat," kata Finn sambil menatap ke arah jalan keluar menuju permukaan. "Dia akan kembali dengan antidote secepat mungkin. Sementara itu, kita harus memastikan tidak ada hal lain yang terjadi di sini."

Gareth mengangguk setuju, tangannya tetap memegang kapak besar yang siap digunakan jika ada ancaman lain yang muncul. "Kita harus waspada. Lantai 18 mungkin aman, tapi kita tidak bisa lengah."

Di dekat mereka, Tiona dan Tione juga sibuk membantu dengan cara mereka sendiri, memberikan semangat kepada anggota yang terluka dan membantu mendistribusikan ramuan penyembuh yang mereka miliki.

"Kalian harus bertahan, oke?" kata Tiona dengan senyum penuh semangat kepada salah satu anggota yang tampak lemah. "Bete pasti segera kembali dengan antidote. Sementara itu, kita akan menjaga kalian tetap aman."

Tione yang berdiri di sampingnya menambahkan dengan nada serius, "Ingat, kita adalah Loki Familia. Kita tidak akan meninggalkan siapa pun. Bertahanlah sedikit lebih lama."

Shirou melanjutkan tugasnya dengan tenang, tetapi dia tidak bisa menyembunyikan rasa cemas yang perlahan-lahan mulai merayap di dalam hatinya. Dia tahu bahwa waktu adalah kunci dalam situasi ini. "Lefiya, bagaimana keadaan mereka?" tanya Shirou sambil memeriksa anggota lain yang juga terkena racun.

Lefiya menghela napas pelan, sedikit kelelahan setelah merapal mantra berulang kali. "Mereka masih bertahan, tapi racun ini sulit diatasi. Aku bisa memperlambat penyebarannya, tapi tanpa antidote, kita hanya bisa menunda yang tak terelakkan."

Mendengar hal itu, Shirou menatap ke arah pintu masuk Dungeon, berharap melihat tanda-tanda kembalinya Bete. "Bete pasti bergerak secepat mungkin. Kita harus percaya padanya."

Beberapa waktu kemudian, suara langkah cepat terdengar dari arah pintu masuk lantai 18. Bete muncul, berlari dengan kecepatan yang luar biasa, membawa beberapa botol antidote di tangannya. Wajahnya menunjukkan bahwa dia telah berjuang keras untuk kembali secepat mungkin.

"Aku sudah kembali!" teriak Bete dengan suara lantang, menarik perhatian semua orang di sekitar.

Finn segera bergerak mendekati Bete. "Bagus, Bete. Berikan antidote itu kepada Shirou dan Lefiya."

Bete dengan cepat menyerahkan botol-botol antidote kepada Shirou dan Lefiya, yang segera mulai memberikan dosis kepada anggota yang terinfeksi racun.

"Minum ini," kata Shirou dengan lembut saat dia membantu salah satu anggota minum antidote. "Kau akan merasa lebih baik segera."

Lefiya melakukan hal yang sama, memastikan semua yang membutuhkan mendapatkan antidote mereka secepat mungkin. "Ini akan membantu mengeluarkan racun dari tubuhmu. Bertahanlah, kau akan segera sembuh."

Perlahan-lahan, efek racun mulai mereda, dan anggota Loki Familia yang sebelumnya terbaring kesakitan mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Wajah-wajah yang sebelumnya dipenuhi dengan penderitaan kini mulai tampak lega.

"Terima kasih, Bete," kata Finn dengan nada penuh penghargaan. "Kau datang tepat waktu."

Bete hanya mengangguk, meskipun wajahnya tetap datar, jelas dia senang bahwa usahanya membuahkan hasil.

Shirou tersenyum kecil, merasa lega melihat anggota yang terluka mulai pulih. "Kau melakukan pekerjaan yang luar biasa, Lefiya," katanya, mengakui kerja kerasnya.

Lefiya tersenyum malu-malu. "Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan... tapi kita berhasil."

Dengan semua anggota yang terinfeksi kini mulai pulih, malam itu di lantai 18 menjadi lebih tenang.

Setelah Bell, Lily, dan Welf mulai pulih dan meninggalkan kemah Loki Familia untuk menuju ke Rivira, suasana di sekitar perkemahan menjadi lebih santai. Tiona, yang melihat Bell tadi, masih terkesan dengan kemajuan pemuda itu.

"Aku benar-benar tidak menyangka Bell sudah sampai di lantai 18," kata Tiona sambil tersenyum. "Anak itu benar-benar cepat berkembang."

Tione, yang duduk di dekatnya, mengangguk sambil mengunyah sepotong buah. "Iya, dia memang punya semangat yang luar biasa. Tidak banyak petualang yang bisa berkembang secepat itu."

Lefiya, yang mendengarkan percakapan itu, tiba-tiba terlihat bingung. "Kenapa kau memanggil Bell dengan sebutan Argonaut, Tiona? Apakah itu julukan khusus?" tanyanya penasaran.

Tiona tertawa kecil, senang bisa berbagi cerita. "Ah, kau belum tahu ya, Lefiya? Bell dijuluki Argonaut karena dia mengalahkan Minotaur sendirian. Itu adalah momen yang sangat heroik, seperti cerita pahlawan Argonaut di legenda. Setelah kejadian itu, dia naik ke level 2. Bayangkan, seorang pemula yang baru saja memulai petualangan sudah berhasil mengalahkan Minotaur dan naik level secepat itu!"

Mendengar itu, Lefiya terkejut, matanya melebar. "Apa? Bell sudah level 2? Dan dia mengalahkan Minotaur sendirian? Itu... luar biasa! Aku tidak menyangka dia bisa mencapai hal itu."

Tione, yang selalu senang mencandai Lefiya, melihat kesempatan itu dan tersenyum nakal. "Kenapa kau kaget, Lefiya? Padahal kau sendiri sudah melihat Shirou saat dia masih level 1 bisa melukai Revis, yang level 6. Ingat bagaimana dia melindungi kita waktu itu?"

Lefiya tersentak, ingatannya kembali ke momen yang sangat menegangkan itu. Dia mengingat Shirou dengan jelas, mengenakan topeng Assassin-nya, memanah Revis dengan Magic Arrow, dan melukai musuh yang sangat kuat itu dengan Kanshou dan Bakuya. Semua itu dilakukan untuk menyelamatkan Aiz dan dirinya, yang saat itu terluka parah setelah diserang oleh Revis.

"Iya...," gumam Lefiya, teringat bagaimana Shirou dengan keberanian dan keahliannya melawan Revis tanpa ragu, meskipun perbedaan kekuatan antara mereka sangat besar. "Shirou memang luar biasa... tapi dia berbeda dengan Bell. Shirou sudah sangat terlatih dan memiliki pengalaman yang luar biasa bahkan sejak dia masih level satu. Bell... dia masih pemula. Jadi perbandingan mereka... rasanya tidak adil."

Tione tersenyum melihat Lefiya yang tampak serius memikirkan hal ini. "Mungkin kau benar, Lefiya. Tapi justru itu yang membuat Bell semakin mengesankan, bukan? Meski masih pemula, dia memiliki potensi yang sangat besar. Kau sendiri yang bilang, Shirou sudah ahli sejak level satu, dan itu benar. Tapi Bell juga menunjukkan tekad dan keberanian yang luar biasa."

Tiona mengangguk setuju, wajahnya penuh semangat. "Iya, Lefiya! Bell mungkin masih pemula, tapi dengan semangat seperti itu, siapa tahu seberapa jauh dia bisa melangkah. Aku benar-benar penasaran akan jadi apa dia di masa depan. Mungkin dia bisa menjadi pahlawan seperti Argonaut yang asli."

Lefiya mendengarkan dengan cermat, meskipun hatinya tetap berpendapat bahwa Shirou adalah sosok yang tidak bisa dibandingkan dengan Bell. Namun, dia juga tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Bell telah melakukan sesuatu yang sangat mengesankan untuk seorang pemula.

"Kau benar, Tiona," kata Lefiya akhirnya. "Bell memang menunjukkan keberanian yang luar biasa. Meskipun masih pemula, dia sudah melakukan hal-hal yang tak terbayangkan. Aku berharap dia bisa terus berkembang dan mencapai potensi penuhnya."

Tione menepuk bahu Lefiya dengan lembut, tersenyum hangat. "Itu semangat yang bagus, Lefiya. Dan kau tahu? Dengan teman-teman seperti kita di sisinya, Bell pasti akan terus tumbuh menjadi petualang yang hebat."

Mereka semua tertawa kecil, merasakan kehangatan persahabatan di antara mereka. Meskipun mereka berbicara tentang orang-orang yang berbeda, ada satu hal yang jelas—baik Shirou maupun Bell, mereka adalah petualang yang memiliki potensi besar dan masa depan yang cerah.

Malam itu, di perkemahan Loki Familia, mereka semua merasa lebih yakin bahwa dengan tekad, keberanian, dan kerja sama, tidak ada tantangan yang terlalu besar untuk dihadapi. Baik itu Bell, Shirou, atau siapa pun di antara mereka, mereka semua memiliki peran penting dalam perjalanan ini, dan bersama-sama, mereka akan terus melangkah maju menghadapi segala rintangan yang ada.

Setelah beberapa saat, ketika suasana di perkemahan Loki Familia mulai kembali tenang, sekelompok orang tiba-tiba muncul di kejauhan, mendekati kemah. Rombongan ini terlihat terburu-buru, seolah-olah mereka sedang mencari seseorang yang sangat penting bagi mereka. Saat rombongan itu semakin mendekat, Shirou yang sedang berjaga di sekitar perkemahan segera mengenali beberapa wajah yang familiar.

Hermes, dengan senyum tipis yang selalu menghiasi wajahnya, berjalan di depan kelompok itu. Di sampingnya, Hestia tampak sangat cemas, matanya penuh dengan kekhawatiran. Bersama mereka, ada Asfi dan beberapa anggota Takemikazuchi Familia, yang semuanya tampak berusaha keras untuk mengejar rombongan yang telah meninggalkan mereka sebelumnya.

Begitu mereka tiba di perkemahan, Hestia langsung berlari ke arah Shirou, tanpa ragu-ragu. "Bell! Di mana Bell?!" teriak Hestia dengan nada cemas, matanya mencari-cari sosok pemuda yang sangat dia sayangi.

Shirou menatap Hestia dengan tenang, mencoba menenangkan kekhawatiran yang tampak jelas di wajahnya. "Jangan khawatir, Hestia," kata Shirou dengan suara lembut namun meyakinkan. "Bell baik-baik saja. Dia sedang berada di dalam kota Rivira bersama teman-temannya, Welf dan Lily. Mereka sedang beristirahat dan pulih setelah pertempuran yang berat."

Mendengar itu, Hestia menghela napas lega, meskipun masih ada sedikit kekhawatiran di wajahnya. "Syukurlah...," gumamnya, matanya mulai sedikit bersinar karena rasa syukur. "Aku sangat khawatir tentang Bell. Terima kasih, Shirou, sudah menjaga mereka."

Shirou hanya tersenyum tipis, merasa lega bisa memberikan kabar baik. "Tidak perlu berterima kasih. Kami semua hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan."

Sementara itu, Hermes melangkah maju, senyum liciknya tetap terpampang di wajahnya. "Ah, Shirou Emiya, kau selalu ada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat," katanya sambil memandang Shirou dengan tatapan penuh arti. "Aku yakin Bell berada di tangan yang tepat."

Shirou mengangguk, tetapi saat dia berdiri lebih dekat dengan Hermes dan Hestia, dia tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. Ada aroma yang khas yang tercium olehnya, sesuatu yang berbeda dari bau biasa yang ada di sekitar Dungeon.

Dari Hestia, Shirou bisa mengendus bau perapian hangat yang memberikannya perasaan nyaman dan terlindungi—bau yang sangat berbeda dari bau-bauan Dungeon yang lembab dan dingin. Bau itu seperti aroma rumah yang menyambut seseorang setelah perjalanan panjang. Sedangkan dari Hermes, ada bau yang mirip dengan bulu burung, mungkin dari burung pengantar pesan yang sering terlihat bersamanya. Tapi yang lebih menarik adalah bau lain yang terasa mirip dengan yang pernah dia rasakan dari Syr dan Loki—bau yang bisa dia gambarkan sebagai aroma ilahi.

"Bau khas...," gumam Shirou dalam hati, mulai menyadari bahwa orang-orang di hadapannya ini tidak seperti manusia biasa. Bau yang sama ini pernah dia endus dari Syr dan Loki, membuatnya sadar bahwa Hermes dan Hestia juga merupakan entitas yang jauh lebih kuat daripada yang terlihat.

Namun, Shirou tidak mengatakan apa-apa tentang pengamatannya. Sebaliknya, dia hanya mengangguk dengan sopan, menyadari bahwa yang dia hadapi bukan hanya dewa-dewi biasa, tetapi sosok-sosok yang sangat berpengaruh.

Asfi, yang berdiri di belakang Hermes, melihat Shirou dengan sedikit rasa ingin tahu. "Kau memiliki kemampuan yang luar biasa untuk berada di tempat yang tepat dan membantu orang lain, Shirou," katanya dengan nada yang lebih serius. "Aku senang kita bisa mengandalkanmu untuk menjaga Bell dan yang lainnya."

Shirou membalas tatapan Asfi dengan senyum kecil. "Terima kasih, Asfi. Aku hanya mencoba melakukan yang terbaik. Lagipula, dalam Dungeon ini, kita semua perlu saling menjaga."

Hestia, yang masih tampak sedikit cemas, akhirnya tersenyum lebih lebar. "Aku harus segera menemui Bell. Terima kasih lagi, Shirou. Kau adalah orang yang baik," katanya dengan tulus.

Shirou hanya tersenyum dan mengangguk. "Aku akan mengantar kalian ke Rivira. Bell pasti senang melihat kalian."

Dengan itu, Shirou memimpin Hestia, Hermes, dan anggota rombongan lainnya menuju Rivira, memastikan mereka bisa bertemu dengan Bell dan yang lainnya dengan aman. Sementara mereka berjalan, pikiran Shirou tetap terfokus pada aroma ilahi yang dia endus tadi, sebuah pengingat bahwa dunia yang dia tempati sekarang penuh dengan misteri dan kekuatan yang jauh melampaui pengetahuannya.

Setelah memastikan bahwa Bell sudah aman di Rivira, Hermes mendekati Shirou dengan senyum yang penuh arti di wajahnya. "Shirou, sebelum aku kembali, bisakah kau mengantarku ke Finn? Aku ingin mendiskusikan beberapa hal dengannya."

Shirou menatap Hermes dengan mata penuh perhatian. Dia sudah bisa menebak ke mana arah percakapan ini akan menuju. "Tentu, Hermes," jawab Shirou dengan tenang. "Aku akan membawamu ke Finn."

Saat mereka mulai berjalan bersama menuju lokasi Finn di perkemahan, Hermes mulai berbicara dengan nada yang seolah-olah mereka sedang membahas hal-hal sepele. "Kau tahu, Shirou, aku sudah mendengar banyak hal tentangmu akhir-akhir ini," kata Hermes sambil menatap langit-langit Dungeon. "Terutama tentang bagaimana kau sudah mencapai level 3 sebelum bergabung dengan Loki Familia. Itu cukup mengesankan, kau tahu?"

Shirou tersenyum tipis, menduga bahwa Hermes pasti telah mendengar informasi ini dari Loki sendiri, yang memang suka bermain-main dengan informasi palsu untuk mengguncang situasi. "Ah, begitu ya? Aku rasa informasi itu agak terlalu... berlebihan," jawab Shirou dengan nada ringan, mencoba menghindari jebakan yang mungkin sedang dipasang Hermes.

Hermes mengangkat alisnya, tertawa kecil. "Oh? Jadi kau mengakui bahwa informasi itu mungkin tidak sepenuhnya akurat?" tanyanya, matanya berkilat dengan rasa ingin tahu yang tajam.

Shirou menahan senyum, menyadari bahwa Hermes sedang mencoba mengorek lebih banyak informasi darinya. "Yah, aku tidak bisa memastikan dari mana informasi itu berasal, tapi aku bisa mengatakan bahwa bisa saja yang anda dengar itu salah," jawabnya dengan bijak, memberikan jawaban yang tidak mengungkapkan terlalu banyak.

Hermes mengangguk dengan senyum licik, tapi tidak menyerah. "Tentu, tentu. Kau selalu penuh misteri, Shirou. Dan aku yakin ada banyak cerita menarik dari ekspedisi kalian di lantai 59. Finn pasti akan memiliki banyak cerita untuk dibagikan. Tapi, mungkin kau bisa memberikan sedikit bocoran? Aku yakin ada banyak hal yang terjadi di sana, kan?"

Shirou tetap tenang, meskipun dia tahu bahwa Hermes mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi selama ekspedisi mereka di lantai 59. "Ekspedisi itu memang berat, dan kami menghadapi banyak tantangan. Tapi Finn adalah orang yang tepat untuk menceritakan semua detailnya. Aku hanya memainkan peran kecil di sana," jawab Shirou dengan nada merendah, namun masih memberikan jawaban yang samar-samar.

Hermes tertawa kecil lagi, mengagumi cara Shirou menghindar dengan begitu elegan. "Kau benar-benar pandai menghindar, Shirou. Aku suka itu. Tapi kau tahu, para dewa punya cara mereka sendiri untuk mencari tahu apa yang ingin mereka ketahui."

Shirou menyadari bahwa meskipun Hermes terlihat santai, dia sebenarnya sangat serius dalam upayanya mencari informasi. Namun, Shirou juga tahu bahwa mencoba berbohong atau memberikan informasi yang salah kepada seorang dewa adalah hal yang berbahaya. "Aku tidak meragukan itu, Hermes," kata Shirou dengan nada jujur. "Itulah sebabnya aku memilih untuk jujur dalam hal yang bisa kubicarakan, dan untuk hal lain, aku lebih baik menyerahkannya kepada Finn. Dia lebih berpengalaman dalam hal ini."

Hermes menatap Shirou dengan tatapan penuh pertimbangan, seolah-olah menilai apakah dia akan melanjutkan usahanya untuk mengorek informasi lebih jauh. Namun, setelah beberapa saat, dia hanya tersenyum lagi, kali ini dengan lebih lembut. "Kau benar, Shirou. Kadang-kadang lebih baik menunggu dan mendengar langsung dari sumber utama. Finn memang sangat bisa diandalkan."

Shirou mengangguk, merasa lega bahwa Hermes tidak terlalu menekan lebih jauh. "Aku yakin Finn akan dengan senang hati menceritakan semua yang ingin kau ketahui," kata Shirou sambil melirik ke arah perkemahan di mana Finn berada.

Saat mereka mendekati perkemahan Finn, Shirou menoleh kepada Hermes dan berkata dengan sedikit humor, "Kau tahu, Hermes, aku rasa aku masih punya banyak yang harus kupelajari tentang berhadapan dengan dewa-dewi seperti kalian. Tapi aku akan terus berusaha melakukan yang terbaik."

Hermes tersenyum lebar, mengangguk dengan penuh pengertian. "Itu sikap yang bagus, Shirou. Dan kau sudah melakukannya dengan sangat baik sejauh ini. Aku yakin kau akan terus membuat kami semua terkesan."

Shirou tersenyum kembali, lalu memandu Hermes menuju Finn. "Mari kita temui Finn. Dia pasti akan senang berbicara denganmu."

Dengan itu, mereka berdua akhirnya tiba di tempat Finn berada. Hermes dan Finn segera mulai berbicara, sementara Shirou berdiri sedikit di belakang, menyadari bahwa meskipun dia telah berhasil menghindari pertanyaan-pertanyaan sulit, dia tetap harus waspada. Para dewa mungkin bermain dengan aturan mereka sendiri, tetapi dengan tekad dan kecerdikan, Shirou tahu bahwa dia bisa menghadang dunia yang penuh tantangan ini.

Setelah Shirou mengantar Hermes untuk berbicara dengan Finn, dia merasa lega bisa lolos dari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin lebih rumit dari yang dia harapkan. Dengan niat untuk kembali ke kemah dan beristirahat sejenak, Shirou memutuskan untuk mengambil jalan yang lebih sepi agar bisa memikirkan hal-hal yang baru saja terjadi.

Namun, di tengah jalan, dia melihat sosok yang dikenalnya—Filvis Challia. Filvis tampak berdiri sendirian di bawah bayang-bayang pohon besar, seolah-olah sedang menunggu seseorang. Melihatnya berdiri di sana, Shirou memutuskan untuk menyapanya.

"Filvis," panggil Shirou dengan suara lembut, mendekati gadis Elf itu. "Apakah kau sedang mencari Lefiya? Aku bisa membantumu mencarinya jika kau mau."

Filvis menoleh, terkejut sejenak melihat Shirou. Dia mengangguk pelan, sedikit tersenyum. "Iya, aku memang ingin bertemu dengan Lefiya. Tapi... aku juga ingin berbicara denganmu sebentar, Shirou."

Shirou menatap Filvis dengan rasa ingin tahu. "Tentu, Filvis. Ada yang ingin kau tanyakan padaku?" Dia bisa melihat ada sesuatu yang lebih dalam di balik mata Filvis, sesuatu yang membuatnya merasa bahwa percakapan ini akan lebih serius dari biasanya.

Filvis terdiam sejenak, seolah-olah sedang mencari kata-kata yang tepat. Akhirnya, dia berbicara dengan nada yang hati-hati, "Dulu, kau pernah bercerita tentang seorang pria bernama Kiritsugu yang menyelamatkanmu saat tragedi api itu terjadi. Aku... ingin tahu lebih banyak tentang dia."

Shirou terdiam sejenak, kenangan tentang Kiritsugu yang penuh dengan rasa sakit dan rasa hormat segera muncul di benaknya. "Kiritsugu adalah... seseorang yang sangat berarti bagiku. Dia adalah orang yang menyelamatkanku dari api yang menghancurkan Fuyuki. Dia membawaku keluar dari kehancuran itu dan memberiku kehidupan baru."

Mata Filvis menatap Shirou dengan penuh perhatian, tetapi ketika dia mendengar nama Kiritsugu, ekspresinya berubah menjadi lebih serius. "Dan... di mana Kiritsugu sekarang?" tanyanya, suaranya pelan seolah-olah dia tahu jawabannya akan menyakitkan.

Shirou menatap tanah sejenak, sebelum akhirnya mengangkat pandangannya kembali ke Filvis. "Kiritsugu sudah lama meninggal," jawabnya dengan tenang, meskipun ada sedikit rasa sakit yang tersirat dalam suaranya.

Mata Filvis membelalak, terlihat jelas bahwa berita itu mengejutkannya. "Aku... aku minta maaf, Shirou," katanya dengan nada penuh penyesalan. "Aku tidak tahu... aku tidak bermaksud untuk mengingatkanmu tentang luka lama itu."

Shirou tersenyum tipis, menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, Filvis. Kenangan tentang Kiritsugu selalu ada dalam hatiku, dan meskipun dia sudah tiada, aku tahu dia tetap hidup dalam prinsip yang dia wariskan kepadaku."

Filvis menundukkan kepalanya sejenak, lalu berbicara dengan suara yang lebih serak. "Aku mengerti perasaan itu...," katanya pelan. "Aku juga pernah diselamatkan, oleh Dionysus-sama. Tapi... aku sering merasa ada kekosongan di dalam hatiku. Kau tahu, Shirou... bagaimana kau mengisi kekosongan itu?"

Shirou menatap Filvis, menyadari bahwa pertanyaan ini lebih dari sekadar rasa ingin tahu biasa. "Mengisi kekosongan...," gumamnya, merenungkan pertanyaan itu. "Filvis, aku tidak pernah berpikir untuk mengisi kekosongan itu dengan sesuatu yang spesifik. Aku hanya mencoba menjalani hidupku sesuai dengan harapan Kiritsugu. Dia selalu ingin menjadi seorang Pembela Kebenaran, dan aku bertekad untuk mewujudkan harapannya itu."

Filvis terdiam mendengar jawaban Shirou. Ada sesuatu dalam kata-kata itu yang tampaknya menyentuh hatinya. Dia menatap Shirou dengan intensitas yang dalam, seolah-olah mencoba memahami setiap kata yang diucapkannya. Lalu, tiba-tiba, dia tertawa kecil—sebuah tawa yang terdengar sedikit histeris, namun juga dipenuhi dengan keputusasaan yang tersembunyi.

"Jadi... kita berdua sama, ya?" kata Filvis dengan senyum yang pahit. "Kita... hanya ingin mewujudkan keinginan mereka yang telah menyelamatkan kita. Kau dengan Kiritsugu... dan aku dengan Dionysus-sama."

Shirou terdiam, menyadari bahwa Filvis benar dalam pengamatannya. "Mungkin kita memang sama, Filvis," jawabnya pelan, menatap gadis itu dengan penuh pengertian. "Tapi yang penting adalah bagaimana kita menjalani harapan itu. Kita tidak hanya hidup untuk mereka... kita hidup untuk diri kita sendiri juga."

Filvis menatap Shirou sejenak, lalu menghela napas panjang. "Kau benar, Shirou. Tapi... kadang-kadang aku merasa sulit untuk menemukan tujuan selain keinginan Dionysus-sama. Kau... lebih kuat dariku. Kau punya prinsip yang jelas. Sementara aku...," suaranya menghilang, dan dia menatap tanah dengan ekspresi penuh kebingungan.

Shirou mendekati Filvis, menempatkan tangan dengan lembut di pundaknya. "Filvis, kita semua mencari tujuan dalam hidup kita. Itu tidak selalu mudah, dan itu tidak selalu jelas. Tapi kau tidak sendirian. Kita semua punya jalan masing-masing, dan kita bisa saling mendukung di sepanjang jalan itu."

Filvis menatap Shirou, mata mereka bertemu, dan dalam momen itu, ada pemahaman yang mendalam antara mereka. "Terima kasih, Shirou," kata Filvis akhirnya, suaranya lebih lembut dan lebih tenang. "Kau benar... kita tidak perlu berjalan sendirian."

Shirou tersenyum dan mengangguk. "Benar. Kita tidak perlu berjalan sendirian."

Mereka berdiri di sana dalam keheningan sejenak, sebelum akhirnya Filvis tersenyum kecil, kali ini lebih tulus. "Aku harus mencari Lefiya sekarang," katanya sambil berbalik untuk pergi. "Dan mungkin, lain kali, kita bisa berbicara lebih banyak."

"Tentu, Filvis," jawab Shirou, merasa lega melihat Filvis sedikit lebih tenang. "Aku selalu ada jika kau butuh seseorang untuk diajak bicara."

Dengan itu, Filvis berjalan pergi, meninggalkan Shirou sendirian di tengah hutan yang tenang. Namun, Shirou tidak merasa sendirian. Dia tahu bahwa ada banyak orang seperti Filvis yang juga berjuang dengan beban mereka sendiri, dan dia bertekad untuk membantu mereka sejauh yang dia bisa. Sebagai Pembela Kebenaran, dia tahu bahwa tugasnya bukan hanya melawan kejahatan, tetapi juga mendukung mereka yang berada di jalan yang sulit.

Setelah perbincangan dengan Filvis, Shirou memutuskan untuk mengambil beberapa peralatan masak yang telah digunakan untuk membuat makanan dan pergi ke arah air terjun di dekat perkemahan. Air terjun itu adalah tempat yang ideal untuk mencuci peralatan karena airnya yang jernih dan bersih. Namun, saat mendekati lokasi, dia melihat Lefiya berdiri berjaga di dekat jalur menuju air terjun.

"Lefiya?" panggil Shirou dengan nada heran. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Lefiya segera menoleh dan wajahnya sedikit memerah saat melihat Shirou mendekat. "Ah, Shirou...," jawabnya dengan suara agak canggung. "Aku sedang menjaga area ini... karena sekarang anggota perempuan sedang mandi di air terjun."

Shirou langsung memahami situasinya dan menghentikan langkahnya. "Oh, maaf. Aku tidak tahu. Aku hanya berniat untuk mencuci peralatan masak ini," katanya, mengangkat peralatan di tangannya untuk menunjukkan niatnya.

Lefiya tersenyum kecil, lega bahwa Shirou tidak mengambil situasi ini dengan salah. "Tidak apa-apa. Kalau kau tidak keberatan, aku bisa mencucikan peralatan masak itu nanti saat giliran mandiku tiba," tawarnya dengan ramah.

Shirou merasa berterima kasih atas tawaran Lefiya. "Terima kasih, Lefiya. Kau sangat membantu," katanya dengan senyum. "Aku akan kembali ke kemah dulu, jadi jangan terburu-buru. Ambil waktumu."

Lefiya mengangguk, tersenyum penuh pengertian. "Jangan khawatir, Shirou. Aku akan mengurusnya setelah ini."

Dengan itu, Shirou berbalik dan mulai berjalan kembali ke arah kemah, membiarkan Lefiya menjaga area tersebut. Namun, dalam perjalanan pulang, Shirou tiba-tiba mendengar suara langkah kaki yang sangat pelan dan hati-hati dari arah semak-semak di dekatnya. Nalurinya langsung memberitahu bahwa ada sesuatu yang mencurigakan, dan saat dia melihat lebih dekat, dia mendapati Hermes yang sedang menyelinap ke arah air terjun dengan senyum nakal di wajahnya.

Di belakangnya, Bell mengikuti dengan ekspresi bingung, jelas tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Hermes? Bell?" panggil Shirou dengan nada curiga, segera menghentikan langkah mereka. "Apa yang kalian lakukan di sini?"

Hermes melompat kaget sejenak, tetapi dengan cepat mengembalikan senyum nakalnya. "Oh, Shirou...! Kami hanya ingin... err... menikmati pemandangan yang indah di sekitar air terjun. Bukan begitu, Bell?" jawab Hermes dengan nada ringan, meskipun jelas ada niat tersembunyi di balik ucapannya.

Bell, yang tampaknya tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi, hanya mengangguk dengan canggung. "Um, ya... Hermes-sama bilang akan menunjukkan sesuatu yang menarik...," katanya, masih bingung.

Shirou segera mengerti niat sebenarnya Hermes, dan tanpa ragu dia berdiri di depan mereka berdua, memblokir jalan ke arah air terjun. "Hermes, aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, tapi aku tidak bisa membiarkan kalian pergi ke sana sekarang," kata Shirou dengan tegas. "Anggota perempuan Loki Familia sedang mandi di sana. Kau tidak akan diizinkan untuk mendekat."

Mendengar itu, wajah Bell langsung memerah saat dia menyadari situasi sebenarnya. "A-Apa?! Aku... aku tidak tahu! Maafkan aku!" seru Bell dengan suara panik, langsung mundur beberapa langkah dan membungkuk dalam-dalam sebagai permintaan maaf.

Hermes, di sisi lain, hanya mendesah dan menatap Shirou dengan ekspresi jengkel. "Ah, Shirou... dasar kau ini membosankan sekali," katanya sambil meludah ke samping, jelas kecewa karena rencananya digagalkan. "Sedikit kesenangan tidak akan membunuhmu, kau tahu."

Shirou tidak terpengaruh oleh komentar Hermes dan tetap berdiri teguh di tempatnya. "Ini bukan masalah kesenangan, Hermes. Ini tentang menghormati privasi orang lain. Jika kau ingin menikmati pemandangan, ada banyak tempat lain di Dungeon yang bisa kau jelajahi," jawab Shirou dengan tegas.

Bell, yang masih sangat malu, terus meminta maaf. "Aku benar-benar tidak tahu... Maafkan aku, Shirou-san!" katanya, merasa sangat bersalah karena ikut serta tanpa memahami situasinya.

Shirou menepuk bahu Bell dengan lembut, memberikan senyum pengertian. "Tidak apa-apa, Bell. Aku tahu kau tidak punya niat buruk. Tapi ingatlah untuk selalu berhati-hati dan bertanya lebih dulu sebelum mengikuti seseorang, terutama jika dia adalah Hermes," katanya dengan nada sedikit bercanda, mencoba meredakan rasa malu Bell.

Bell mengangguk dengan cepat, masih terlihat malu tetapi sedikit lega bahwa Shirou tidak marah padanya.

Hermes, meskipun sedikit kesal, akhirnya menyerah dan mengangkat tangan dengan isyarat pasrah. "Baiklah, baiklah. Kau menang kali ini, Shirou. Aku akan mencari kesenangan di tempat lain," katanya sambil berbalik untuk pergi. "Ayo, Bell. Mari kita kembali sebelum ada yang lain muncul."

Bell mengikuti Hermes dengan enggan, masih merasa sangat malu. "Terima kasih, Shirou-san...," katanya pelan saat mereka berjalan pergi.

Shirou menghela napas panjang setelah mereka pergi, merasa lega bahwa dia berhasil mencegah insiden yang tidak diinginkan. "Hermes benar-benar harus lebih bertanggung jawab," gumamnya pada dirinya sendiri sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke kemah.

Meskipun insiden itu kecil, Shirou merasa bahwa dia telah melakukan hal yang benar. Bagi Shirou, menjaga kehormatan dan privasi orang lain adalah hal yang sangat penting, dan dia senang bahwa Bell, meskipun tidak sengaja, juga belajar sesuatu dari kejadian ini.

Beberapa hari telah berlalu dengan cepat, dan seluruh anggota berlevel rendah dari Loki Familia yang sempat terluka akhirnya pulih sepenuhnya. Suasana di kemah di lantai 18 kini lebih ringan, dengan semua orang bersiap untuk melanjutkan perjalanan kembali ke permukaan. Namun, sebelum Loki Familia berangkat, Bell Cranel datang untuk berpamitan.

Shirou dan Aiz sedang berdiri di tepi kemah ketika Bell mendekati mereka, ditemani oleh Lily dan Welf. Wajah Bell menunjukkan sedikit kesedihan karena harus berpisah, tetapi juga semangat untuk melanjutkan petualangannya sendiri.

"Shirou-san, Aiz-san," panggil Bell, menarik perhatian mereka. "Aku... aku hanya ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi untuk semua yang kalian lakukan. Tanpa kalian, aku dan teman-temanku mungkin tidak akan bisa bertahan di sini."

Shirou tersenyum hangat, menepuk bahu Bell dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Bell. Kau sudah melakukan hal yang luar biasa sendiri. Kau punya potensi besar, dan aku yakin kau akan terus berkembang menjadi petualang yang hebat."

Aiz mengangguk setuju, wajahnya yang biasanya tenang menunjukkan sedikit senyum. "Bell, kau sudah kuat. Teruslah berlatih dan jangan menyerah. Dunia ini penuh tantangan, tapi aku yakin kau bisa menghadapinya."

Bell merasa tersentuh oleh kata-kata mereka, dan dia membungkuk dengan penuh rasa hormat. "Terima kasih, Shirou-san, Aiz-san. Aku akan melakukan yang terbaik!" katanya dengan suara penuh tekad.

Lily dan Welf juga mengucapkan terima kasih kepada Shirou dan Aiz. "Kami berutang budi padamu, Shirou," kata Welf dengan nada serius. "Kau telah membantuku dan teman-temanku di saat yang paling penting."

Lily juga tersenyum manis, matanya penuh dengan rasa syukur. "Benar. Terima kasih banyak, Shirou-san. Aku berharap suatu hari nanti, kami bisa membalas semua kebaikanmu."

Shirou hanya tersenyum kecil dan menggelengkan kepala. "Kita semua berada di Dungeon yang sama, dan saling membantu adalah hal yang seharusnya. Tapi aku yakin, kalian akan menjadi lebih kuat dari ini. Jaga dirimu baik-baik, Bell. Dan kalian juga, Lily, Welf."

Setelah berpamitan, Bell, Lily, dan Welf berjalan kembali menuju Rivira, sementara Loki Familia bersiap untuk melanjutkan perjalanan mereka ke permukaan. Saat mereka mulai bergerak, Shirou menatap ke arah Bell yang semakin menjauh. "Semoga perjalananmu aman, Bell," gumamnya pelan sebelum mengalihkan perhatiannya ke tugas yang ada.

Perjalanan kembali ke permukaan berjalan lancar. Di lantai 17, mereka dihadapkan pada monster rex Goliath, yang merupakan salah satu tantangan terbesar di lantai itu. Namun, dengan kekuatan dan pengalaman yang mereka miliki, Loki Familia dengan mudah mengalahkan Goliath. Finn memimpin serangan dengan strategi yang tepat, sementara Bete, Tiona, dan Tione mengerahkan kekuatan penuh mereka untuk menghancurkan Goliath dalam waktu singkat.

"Kerja bagus, semua," kata Finn setelah pertempuran usai. "Mari kita lanjutkan perjalanan. Kita sudah hampir sampai di permukaan."

Aiz menghapus keringat dari dahinya, menatap Goliath yang telah jatuh. "Pertarungan ini terasa lebih mudah sekarang," katanya kepada Shirou, yang berdiri di sampingnya.

Shirou mengangguk setuju. "Benar. Kita semua telah menjadi lebih kuat. Dan dengan kerjasama seperti ini, tidak ada yang bisa menghentikan kita."

Dengan semangat yang tinggi, Loki Familia melanjutkan perjalanan mereka. Mereka bergerak dengan cepat dan penuh semangat, dan akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, mereka tiba di depan Twilight Manor.

Bangunan besar yang megah itu menyambut mereka dengan kehangatan, memberikan perasaan lega karena akhirnya mereka kembali ke rumah setelah ekspedisi yang berat di dalam Dungeon.

Loki, yang telah menunggu di depan pintu masuk bersama beberapa anggota lain yang tidak ikut dalam ekspedisi, melompat kegirangan saat melihat mereka kembali. "Akhirnya kalian pulang juga!" serunya dengan senyum lebar di wajahnya. "Aku yakin kalian punya banyak cerita menarik dari perjalanan ini."

Finn mengangguk, tersenyum pada Loki. "Itu benar. Tapi yang terpenting, kita semua kembali dengan selamat. Ekspedisi ini berjalan dengan baik berkat kerja sama semua orang."

Loki kemudian menatap Shirou dengan senyum penuh arti. "Dan kau, Shirou... Aku dengar kau benar-benar menunjukkan kemampuanmu kali ini. Aku tidak sabar untuk mendengar semua cerita dari ekspedisi ini."

Shirou tersenyum tipis, mengangguk pada Loki. "Aku hanya melakukan yang terbaik, Loki. Dan aku yakin ada banyak hal yang bisa kita diskusikan nanti."

Mereka semua tertawa kecil, merasakan kegembiraan karena akhirnya bisa kembali ke rumah dengan selamat. Dengan senyum di wajah mereka, Loki Familia memasuki Twilight Manor, siap untuk beristirahat dan bersiap untuk petualangan berikutnya yang pasti akan datang.

Setelah tiba di Twilight Manor dan beristirahat sejenak, Shirou memutuskan untuk mengunjungi Loki di ruangannya. Ada sesuatu yang telah mengganggu pikirannya sejak ekspedisi, dan dia tahu bahwa dia perlu berbicara dengan Loki, terutama mengenai perasaannya terhadap para anggota Familia.

Saat Shirou memasuki ruangan Loki, dia melihat dewi itu sedang duduk di kursi yang nyaman, tampak lebih santai dari biasanya. Loki tersenyum lebar saat melihat Shirou memasuki ruangan.

"Shirou! Akhirnya kau datang juga!" seru Loki dengan nada riang. "Aku dengar kau melakukan pekerjaan yang luar biasa selama ekspedisi. Terima kasih banyak telah melindungi anggota lain."

Shirou berdiri di ambang pintu sejenak, memandang Loki dengan mata yang penuh pemikiran. Dia merasa ada sesuatu yang mendesak yang harus dia tanyakan, sesuatu yang sangat penting baginya untuk memahami perasaan Loki yang sebenarnya terhadap anggota Familianya.

"Loki," kata Shirou pelan, sambil melangkah lebih dekat. "Boleh aku bertanya sesuatu yang mungkin... agak sensitif?"

Loki menatap Shirou dengan sedikit penasaran, meskipun masih ada senyum di wajahnya. "Tentu saja, Shirou. Kau bisa bertanya apa saja," jawabnya, nada suaranya lebih lembut.

Shirou mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Selama aku berada di sini, aku telah melihat bagaimana kau berinteraksi dengan anggota Familia. Kau selalu ceria dan penuh energi. Tapi... aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir... Apakah kau benar-benar menyayangi mereka? Atau apakah kami hanya dianggap sebagai mainan bagimu? Maksudku, para dewa hidup selama-lamanya, sementara kami... umur kami sangat sebentar dibandingkan dengan kalian."

Mendengar pertanyaan itu, ekspresi Loki langsung berubah. Senyumnya memudar, dan matanya menunjukkan kilatan emosi yang jarang terlihat. Ada kemarahan yang muncul di dalam dirinya, tetapi lebih dari itu, ada rasa terluka.

"Shirou," kata Loki dengan suara yang sedikit bergetar, menahan amarah yang mulai naik. "Kau benar-benar berpikir seperti itu? Bahwa aku menganggap kalian semua sebagai mainan? Bagaimana mungkin kau bisa berpikir seperti itu setelah semua yang kita lalui bersama?"

Shirou terdiam, merasa sedikit tertekan oleh reaksi Loki, tetapi dia tetap ingin mendengar jawabannya dengan jujur.

Loki berdiri dari kursinya, menatap Shirou dengan serius, ekspresi wajahnya penuh dengan emosi yang biasanya tersembunyi di balik senyumnya yang nakal. "Kalian bukan boneka bagiku, Shirou! Kalian adalah keluargaku! Setiap anggota Familia adalah seseorang yang sangat berarti bagiku. Mungkin umur kalian jauh lebih pendek dibandingkan dengan kami, tapi justru karena itulah waktu yang kuhabiskan dengan kalian begitu berharga. Aku menikmati setiap momen bersama kalian, dan aku merasa bahagia bisa melindungi kalian, membantu kalian tumbuh dan melihat kalian mencapai impian kalian."

Mata Shirou melebar mendengar kata-kata Loki, merasakan ketulusan dan rasa sakit di balik kata-katanya. Dia tidak menyangka Loki akan bereaksi dengan begitu kuat.

"Aku... aku tidak bermaksud menyakitimu, Loki," kata Shirou pelan, menundukkan kepalanya sedikit. "Aku hanya... Aku hanya ingin memastikan bahwa kami berarti bagimu. Karena terkadang, sangat sulit untuk memahami perasaan seorang dewa yang hidup selama-lamanya."

Loki menatap Shirou dengan ekspresi yang melunak, meskipun masih ada bekas kemarahan di matanya. "Aku mengerti mengapa kau bisa meragukannya, Shirou. Tapi percayalah, aku benar-benar peduli pada kalian. Kalian semua adalah alasan mengapa aku turun ke dunia ini. Tanpa kalian, kehidupan abadi di surga tidak ada artinya bagiku."

Shirou terdiam mendengarkan Loki, dan dalam hatinya, dia mulai membandingkan Loki dengan dewa-dewi dalam legenda Norse dari dunianya dulu. Dalam cerita-cerita itu, Loki sering digambarkan sebagai sosok yang licik dan tidak bisa dipercaya. Namun, Loki yang berdiri di depannya saat ini berbeda. Dia merasa bahwa Loki benar-benar tulus dalam perasaannya terhadap anggota Familia.

Setelah beberapa saat hening, Shirou akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap Loki dengan penuh ketulusan. "Terima kasih, Loki. Aku merasa lebih baik mendengar langsung darimu. Dan aku ingin kau tahu bahwa aku percaya padamu. Aku percaya bahwa kau peduli pada kami, dan aku menghormati perasaan itu."

Loki tersenyum kembali, kali ini dengan senyum yang lebih hangat dan tulus. "Itu lebih baik, Shirou. Dan aku juga percaya padamu. Aku tahu kau membawa banyak beban di bahumu, dan aku menghargai semua yang kau lakukan untuk melindungi yang lain."

Shirou merasa lega mendengar itu. "Loki... ada sesuatu yang perlu kukatakan padamu. Sesuatu yang sangat penting. Tapi... mungkin tidak sekarang. Aku butuh waktu untuk mempersiapkan diriku. Tapi aku janji, aku akan mengatakannya padamu suatu saat nanti."

Loki menatap Shirou dengan rasa ingin tahu, tetapi dia mengangguk dengan pengertian. "Aku tidak akan memaksamu, Shirou. Kau bisa mengatakannya kapan pun kau siap. Aku akan menunggu."

Shirou tersenyum tipis, merasa lebih tenang setelah percakapan ini. "Terima kasih, Loki. Aku akan terus melakukan yang terbaik untuk Familia ini."

Loki menepuk bahu Shirou dengan lembut, menunjukkan rasa sayangnya. "Dan aku akan selalu mendukungmu, Shirou. Kita ini keluarga, dan keluarga selalu mendukung satu sama lain."

Dengan hati yang lebih ringan, Shirou meninggalkan ruangan Loki. Meskipun masih ada banyak hal yang harus dia ungkapkan, terutama tentang masa lalunya dan rahasia-rahasia yang dia simpan, Shirou merasa bahwa Loki adalah seseorang yang bisa dia percayai. Dan mungkin, suatu hari nanti, dia akan merasa siap untuk membuka diri sepenuhnya kepada dewi yang tidak hanya menjadi pemimpin Familia, tetapi juga seseorang yang benar-benar peduli padanya.

Setelah percakapan yang cukup mendalam dengan Loki, Shirou merasa sedikit lebih lega. Namun, dia tahu bahwa tujuan utamanya ke ruangan Loki kali ini adalah untuk memperbarui statusnya setelah ekspedisi yang sukses di Dungeon. Dengan tenang, Shirou duduk di kursi yang telah disiapkan, sementara Loki bersiap-siap untuk memulai proses pembaruan status.

"Baiklah, Shirou," kata Loki dengan nada ceria, berusaha mengembalikan suasana santai setelah percakapan serius mereka. "Ayo kita lihat seberapa jauh kau berkembang setelah ekspedisi ini!"

Shirou mengangguk, dan tanpa banyak bicara, dia membuka bagian belakang bajunya, memperlihatkan punggungnya agar Loki bisa menempelkan kertas status.

Loki meletakkan tangannya di punggung Shirou, dan segera memulai proses pembaruan status dengan kekuatan ilahinya. Tiba-tiba, dia berhenti dan mata dewinya melebar karena terkejut.

"Eh? Tunggu sebentar...," gumam Loki, sedikit bingung saat melihat perubahan yang terjadi pada kertas status. Dia memeriksa lagi, memastikan apa yang dia lihat benar.

Lalu, tanpa bisa menahan diri, dia berteriak dengan suara penuh kegembiraan, "Level up!"

Shirou, yang belum bisa melihat statusnya, menoleh sedikit dengan ekspresi terkejut. "Apa? Level up?" tanyanya, merasa heran karena tidak menyangka perkembangannya akan secepat itu.

Loki tersenyum lebar, jelas sangat bangga dengan apa yang dia lihat. "Iya, kau dengar itu dengan benar, Shirou! Kau sudah naik ke level 4 sekarang!" katanya dengan penuh semangat. "Dan lihat ini, kau mencapai rank SSS lagi di beberapa atributmu! Kau benar-benar luar biasa, Shirou!"

Shirou merasa sedikit bingung tapi juga senang mendengar berita itu. "Aku... Aku tidak menyangka akan mencapai level 4 secepat ini," katanya dengan nada sedikit merendah, meskipun dalam hatinya dia merasa bangga atas pencapaiannya.

Loki, yang sekarang tampak sangat bersemangat, menunjukkan kertas status yang baru saja diperbarui kepada Shirou. "Lihat ini, Shirou! Atributmu benar-benar naik pesat selama ekspedisi itu. Dan sekarang, kau punya kesempatan untuk memilih Development Abilities di level 4!"

Shirou memandangi kertas statusnya dengan mata yang fokus, membaca rincian kemajuannya dengan cermat. Dia memang telah bekerja keras selama ini, dan melihat hasilnya sekarang memberinya kepuasan tersendiri.

Loki melanjutkan dengan nada penuh antusiasme. "Sekarang, kau punya beberapa pilihan untuk Development Abilities. Kau bisa memilih sesuatu yang cocok dengan gaya bertarungmu atau sesuatu yang bisa memperkuat kemampuan unikmu. Jadi, apa yang kau pikirkan?"

Shirou merenung sejenak, mempertimbangkan pilihannya dengan hati-hati. Setiap Development Ability memiliki potensi besar untuk memperkuat dirinya lebih jauh, tetapi dia ingin memastikan bahwa pilihannya benar-benar sejalan dengan tujuannya.

"Hmm...," gumam Shirou, berpikir keras. "Aku ingin sesuatu yang bisa memperkuat kemampuan proyeksiku, mungkin sesuatu yang bisa meningkatkan daya tahan atau kemampuan seranganku. Apa ada yang cocok dengan itu, Loki?"

Loki mengangguk, dengan senyum penuh kebanggaan di wajahnya. "Tentu saja, ada beberapa pilihan yang cocok untukmu. Misalnya, ada Forge, yang bisa meningkatkan kemampuanmu dalam menggunakan senjata atau membuat senjata lebih kuat. Atau mungkin Mage, yang akan meningkatkan kekuatan sihirmu lebih jauh. Kau juga bisa memilih Strong Body untuk memperkuat daya tahan fisikmu di medan pertempuran."

Shirou merenung sejenak lagi, mempertimbangkan semua opsi yang diberikan. Dia tahu bahwa kemampuan proyeksi dan penggunaan senjatanya adalah hal yang sangat penting dalam pertempuran. Forge terdengar seperti pilihan yang ideal, tetapi Mage juga bisa sangat berguna mengingat dia sering menggunakan sihir dalam pertarungan.

Akhirnya, setelah berpikir sejenak, Shirou membuat keputusannya. "Aku rasa... Forge akan menjadi pilihan yang tepat. Itu akan membantuku memperkuat proyeksi senjata dan membuat senjata-senjata yang kugunakan menjadi lebih efektif di medan pertempuran."

Loki tersenyum lebar, setuju dengan pilihan Shirou. "Pilihan yang bagus, Shirou! Forge akan benar-benar memperkuat kemampuan unikmu. Dengan itu, senjata-senjata yang kau proyeksikan akan menjadi lebih kuat dan lebih tahan lama."

Shirou mengangguk dengan penuh keyakinan. "Terima kasih, Loki. Aku akan memastikan untuk menggunakan kemampuan ini sebaik mungkin."

Loki menepuk bahunya dengan bangga. "Itu semangat yang kuharapkan dari anggota terbaikku! Kau telah membuat langkah besar, Shirou, dan aku tidak sabar melihat apa lagi yang akan kau capai ke depannya."

Shirou tersenyum hangat, merasa lega dan bersemangat untuk tantangan berikutnya. Meskipun perjalanannya masih panjang, dia tahu bahwa dengan kemampuan barunya, dia akan bisa melindungi orang-orang yang dia sayangi dan terus mengejar impiannya sebagai Pembela Kebenaran.

Status Shirou

Level 3:

Strength: C(634) -> SSS(1342)

Endurance: C(657) -> SSS(1490)

Dexterity: B(700) -> SSS(1423)

Agility: C(632) -> SSS(1234)

Magic: B(721) -> SSS(1599)

Archer: I -> H

Magic Resistance: I -> G

Magic:

- Magecraft

Skills:

Underdog :Mengurangi excelia yang diterima saat melawan musuh yang lebih lemah, dan meningkatkan excelia saat melawan musuh yang lebih kuat.

************

Setelah pembaruan status selesai dan berita tentang pencapaian mereka menyebar, Loki memutuskan untuk mengadakan perayaan besar di Twilight Manor. Suasana Manor dipenuhi dengan kegembiraan, tawa, dan kegembiraan yang meluap-luap, terutama setelah ekspedisi yang sukses dan kemajuan yang luar biasa yang dicapai oleh anggota Loki Familia.

Di dalam aula utama, meja-meja penuh dengan makanan dan minuman, sementara anggota Familia berkumpul untuk merayakan pencapaian mereka. Loki, dengan segelas anggur di tangannya, melompat ke atas salah satu meja dan memanggil perhatian semua orang.

"Hei, semuanya! Mari kita rayakan kemenangan besar kita kali ini!" seru Loki dengan suara lantang, senyumnya lebar. "Bukan hanya karena kita berhasil menyelesaikan ekspedisi, tetapi juga karena beberapa dari kita telah mencapai tonggak penting!"

Sorakan riuh langsung terdengar dari seluruh ruangan. Bete, Tiona, dan Tione, yang baru saja naik ke level 6, tampak sangat bangga dan penuh energi. Tiona bahkan melompat-lompat dengan penuh semangat, tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.

"Aku masih tidak percaya kita akhirnya mencapai level 6!" teriak Tiona sambil mengangkat tinjunya ke udara. "Ini luar biasa!"

Tione tersenyum, lebih tenang tetapi tidak kalah bangga. "Kerja keras kita akhirnya terbayar. Dan yang terbaik dari semuanya, kita semua melakukannya bersama-sama."

Bete, dengan ekspresi yang sedikit lebih santai dari biasanya, menyeringai. "Hmph, tentu saja aku akan naik level. Itu tidak perlu diragukan lagi. Tapi aku senang melihat kalian semua tetap bisa mengimbangiku," katanya, meskipun jelas dia juga bangga dengan pencapaiannya sendiri.

Di sisi lain, Shirou dikerumuni oleh anggota Familia lainnya yang juga ingin memberikan selamat kepadanya karena naik ke level 4. Meski tidak terbiasa menjadi pusat perhatian, Shirou tersenyum hangat dan menerima ucapan selamat mereka dengan rendah hati.

"Terima kasih, semuanya," kata Shirou sambil membungkuk sedikit. "Aku tidak akan bisa mencapainya tanpa bantuan dan dukungan kalian semua."

Aiz, yang berdiri di samping Shirou, menatapnya dengan senyum tipis. "Kau telah bekerja keras, Shirou. Kau pantas mendapatkannya."

Shirou menoleh ke Aiz dan mengangguk. "Terima kasih, Aiz. Tapi aku juga tahu bahwa ini baru permulaan. Masih banyak yang harus dilakukan."

Saat perayaan terus berlangsung, Lefiya mendekati Shirou, wajahnya sedikit bingung meskipun ada senyum kecil di bibirnya. "Shirou-san... Aku juga ingin memberi selamat atas pencapaianmu. Kau benar-benar luar biasa," katanya dengan suara lembut.

Shirou menatap Lefiya dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Lefiya. Aku mendengar kau juga membuat banyak kemajuan selama ekspedisi ini."

Lefiya mengangguk, tetapi ada sedikit keraguan dalam pandangannya. "Sebenarnya... aku juga bisa naik ke level 4 sekarang. Tapi aku memutuskan untuk menunggu," kata Lefiya pelan.

Shirou sedikit terkejut mendengar itu. "Menunggu? Mengapa kau memutuskan untuk menunggu, Lefiya? Kau sudah bekerja sangat keras."

Lefiya tersenyum tipis, meskipun ada sedikit rasa frustrasi di wajahnya. "Aku... Aku ingin status Magic-ku naik ke rank S terlebih dahulu sebelum naik ke level 4. Aku merasa itu penting, terutama karena sihir adalah kekuatan utamaku. Jika aku bisa mencapai rank S di Magic, aku akan merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan berikutnya."

Shirou mengangguk dengan penuh pengertian. "Itu keputusan yang bijak, Lefiya. Kau tahu apa yang terbaik untuk dirimu sendiri, dan tidak ada yang salah dengan menunggu hingga kau merasa benar-benar siap. Aku yakin kau akan segera mencapai rank S, dan saat itu tiba, kau akan lebih kuat dari sebelumnya."

Lefiya tampak sedikit lebih lega mendengar dukungan dari Shirou. "Terima kasih, Shirou-san. Kata-katamu benar-benar memberiku semangat. Aku akan terus berlatih dan berusaha mencapai targetku."

Shirou tersenyum hangat. "Aku percaya padamu, Lefiya. Dan jika kau butuh bantuan atau dukungan, kau tahu kau selalu bisa mengandalkan kami semua."

Lefiya mengangguk dengan semangat baru. "Aku akan ingat itu, Shirou-san. Terima kasih sekali lagi."

Dengan semangat yang tinggi dan perasaan kebersamaan yang kuat, malam itu diisi dengan perayaan dan kebahagiaan. Semua orang di Loki Familia merasakan rasa pencapaian yang luar biasa, tetapi mereka juga tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir. Masih ada banyak tantangan di depan, dan mereka siap untuk menghadapinya bersama-sama, sebagai sebuah Familia yang kuat dan tak terkalahkan.

Setelah pesta perayaan selesai, suasana di Twilight Manor mulai mereda. Anggota Loki Familia yang mabuk berat akibat kegembiraan dan minuman mulai tertidur satu per satu, tersebar di seluruh aula utama dan di lorong-lorong manor. Seperti biasa, Shirou dan Riveria yang tetap sadar dan tidak mabuk mengambil tugas untuk membantu mereka yang tidak bisa berjalan sendiri kembali ke kamar mereka.

Shirou dengan tenang mengangkat Tiona yang setengah sadar dan membantu membawanya ke kamarnya. Riveria berjalan di sampingnya, membawa Finn yang tersenyum lebar dalam keadaan mabuk sambil menggumamkan pujian tentang betapa hebatnya tim mereka. Ketika mereka akhirnya meletakkan Finn dengan hati-hati di tempat tidurnya, Riveria menoleh ke Shirou dan tersenyum.

"Kau benar-benar tidak pernah mabuk, ya, Shirou?" tanya Riveria dengan nada bercanda.

Shirou hanya menggeleng dengan senyum tipis. "Aku lebih suka menjaga kesadaran, terutama dalam situasi seperti ini. Lagipula, seseorang harus memastikan semuanya kembali dengan selamat," jawabnya dengan nada santai.

Setelah beberapa saat hening saat mereka melanjutkan tugas mereka, Riveria menatap Shirou dengan tatapan penuh pertimbangan. "Kau tahu, Shirou... Jika kabar tentangmu yang naik ke level 4 hanya dalam waktu tiga bulan tersebar ke publik, kau akan menjadi selebriti mendadak di Orario. Semua orang akan membicarakanmu."

Shirou mengerutkan kening, memikirkan hal itu sejenak. Dia bisa membayangkan betapa beratnya tekanan yang akan dia hadapi jika tiba-tiba menjadi pusat perhatian semua orang. "Itu terdengar seperti mimpi buruk bagiku, Riveria," kata Shirou sambil tersenyum masam. "Aku tidak ingin hidup di bawah sorotan semua orang. Aku lebih suka bekerja dari bayangan, melakukan apa yang perlu dilakukan tanpa menarik perhatian."

Riveria tertawa kecil mendengar jawaban Shirou, lalu melanjutkan, "Kau selalu merahasiakan kekuatanmu, Shirou. Apakah itu kebiasaan seorang Magus? Kau sepertinya sangat terbiasa menyembunyikan apa yang sebenarnya bisa kau lakukan."

Shirou terdiam sejenak, memikirkan pertanyaan Riveria. Magus memang dikenal karena kebiasaan mereka menyembunyikan kekuatan dari orang biasa, menjaga rahasia sihir dengan ketat. Namun, dia menyadari bahwa kebiasaannya ini mungkin lebih terkait dengan pengaruh Archer, yang selalu berpegang teguh pada prinsip bahwa informasi adalah kekuatan.

"Mungkin," jawab Shirou akhirnya, tanpa mengungkapkan lebih banyak detail. "Menyembunyikan kekuatan bisa menjadi keuntungan dalam banyak situasi. Lagipula, lebih baik musuh tidak mengetahui semua yang bisa kita lakukan."

Riveria menatap Shirou sejenak, mencoba menilai seberapa banyak dia bersedia untuk berbagi. Namun, dia hanya tersenyum tipis, tidak memaksanya untuk mengatakan lebih banyak. "Kau benar, Shirou. Dalam dunia ini, informasi memang merupakan kekuatan yang sangat berharga. Tapi...," dia berhenti sejenak, menatap Shirou dengan lembut, "bagaimana dengan teman-temanmu? Kau pikir mereka juga perlu dibiarkan dalam gelap?"

Shirou terdiam, merasa kata-kata Riveria menyentuh sesuatu yang mendalam dalam dirinya. Selama ini, dia telah berusaha melindungi orang-orang di sekitarnya dengan cara menyembunyikan kekuatannya, tapi dia juga tahu bahwa kepercayaan dan kerjasama adalah kunci untuk bertahan dalam dunia yang penuh bahaya seperti ini.

"Mungkin kau benar, Riveria," kata Shirou pelan setelah beberapa saat. "Mungkin aku perlu lebih terbuka kepada mereka yang kupercaya. Kekuatanku tidak seharusnya hanya menjadi rahasiaku sendiri."

Riveria tersenyum lembut, merasa puas dengan jawaban Shirou. "Itulah gunanya teman, Shirou. Kami semua ada di sini untuk mendukungmu, seperti halnya kau mendukung kami. Jika kau merasa nyaman, biarkan kami berbagi beban itu. Dengan begitu, kekuatanmu akan menjadi kekuatan kita semua."

Shirou merenung sejenak, menyadari kebenaran dalam kata-kata Riveria. Dia mengangguk, merasa lebih tenang setelah percakapan itu. "Aku akan memikirkannya, Riveria. Terima kasih atas nasihatmu."

Riveria menepuk bahu Shirou dengan ramah. "Itu yang teman lakukan, Shirou. Kita semua ada di sini untuk satu sama lain."

Malam itu, setelah menyelesaikan tugas mereka, Shirou kembali ke kamarnya dengan pikiran yang lebih tenang. Dia tahu bahwa di masa depan, ada banyak hal yang perlu dia ungkapkan kepada teman-temannya di Loki Familia. Tapi untuk saat ini, dia merasa damai dengan keputusannya untuk perlahan-lahan membuka diri, dimulai dengan orang-orang yang paling dia percayai. Dengan keyakinan baru ini, Shirou tertidur dengan senyum kecil di wajahnya, siap menghadapi hari esok dengan tekad yang lebih kuat.

Pagi itu, Shirou terbangun di kamarnya di Twilight Manor. Sinar matahari pagi yang lembut masuk melalui jendela, menyinari ruangan dengan kehangatan yang menenangkan. Namun, meski tubuhnya segar setelah istirahat malam, pikirannya masih dipenuhi dengan perenungan tentang percakapan yang dia miliki dengan Riveria tadi malam.

Shirou duduk di tepi tempat tidurnya, menatap ke luar jendela. Pikirannya kembali melayang ke masa lalu, memikirkan tentang Archer—versi masa depannya yang telah dia temui dalam perang Holy Grail. Archer adalah seseorang yang selalu bekerja sendiri, memilih untuk merahasiakan kekuatannya karena dia percaya bahwa informasi adalah kekuatan. Dia selalu menyimpan jarak dari orang lain, tidak pernah benar-benar membuka diri, karena dia tahu bahwa dalam dunianya, kepercayaan adalah hal yang rapuh dan bisa dengan mudah dihancurkan.

"Archer...," gumam Shirou pelan, mengingat wajah yang begitu mirip dengannya, tetapi dengan pandangan mata yang penuh dengan kelelahan dan sinisme. "Kau memilih untuk berjalan sendirian karena kau percaya itu yang terbaik, karena kau tidak bisa mempercayai siapa pun selain dirimu sendiri."

Shirou menghela napas panjang, memikirkan nasib yang menimpa Archer. Archer, seorang pahlawan yang menyelamatkan banyak orang, namun akhirnya dikhianati oleh mereka yang dia selamatkan. Ini membuatnya pahit dan kehilangan kepercayaan pada kemanusiaan, sehingga dia memilih untuk menempuh jalan yang sendirian dan penuh kegelapan.

"Aku bisa mengerti mengapa kau melakukan itu," lanjut Shirou, berbicara seolah-olah Archer bisa mendengarnya. "Kau disakiti, dikhianati oleh mereka yang seharusnya kau lindungi. Jadi kau memutuskan untuk tidak lagi membuka hatimu kepada siapa pun. Tapi...," Shirou berhenti sejenak, matanya beralih ke arah pintu kamarnya, di mana dia tahu teman-temannya sedang memulai hari baru mereka di luar.

"Tapi aku tidak harus mengikuti jalan yang sama," Shirou melanjutkan, kali ini dengan nada suara yang lebih yakin. "Aku punya rekan-rekan yang bisa kupercayai. Riveria, Aiz, Tiona, Tione... bahkan Loki. Mereka semua telah membuktikan bahwa mereka peduli padaku, bahwa mereka adalah keluarga yang tak akan meninggalkanku."

Shirou terdiam sejenak, merenung tentang betapa beruntungnya dia dibandingkan dengan Archer. Meskipun dunia di mana dia berada penuh dengan bahaya, dia tidak perlu menghadapinya sendirian. Dia memiliki teman-teman yang selalu ada di sisinya, yang siap mendukungnya apa pun yang terjadi.

"Archer mungkin merasa dia harus menyembunyikan kekuatannya, karena dia selalu sendirian," lanjut Shirou dalam pikirannya. "Tapi aku berbeda. Aku memiliki orang-orang yang bisa kupercayai, yang tidak akan mengkhianatiku. Mereka adalah keluargaku di dunia ini, dan aku tidak perlu menyembunyikan siapa diriku sebenarnya dari mereka."

Shirou berdiri dari tempat tidurnya, merasa bahwa tekadnya semakin kuat. Dia tahu bahwa untuk melindungi mereka yang dia sayangi, dia harus menjadi lebih terbuka dan mempercayai teman-temannya. Dengan kepercayaan itu, mereka semua bisa menjadi lebih kuat bersama.

"Archer," kata Shirou dengan suara yang hampir seperti doa, "kau memilih jalanmu sendiri, tapi aku akan memilih jalanku. Aku tidak akan menyendiri seperti dirimu. Aku akan berjalan bersama mereka yang kupercaya, dan aku yakin mereka akan selalu ada di sisiku."

Dengan pemikiran itu, Shirou merasa beban di hatinya sedikit terangkat. Dia siap untuk menghadapi hari ini dengan keyakinan bahwa dia tidak perlu berjalan sendirian, bahwa dia memiliki keluarga yang akan selalu bersamanya.

Shirou kemudian berjalan menuju pintu, membuka lembaran baru dalam hidupnya di dunia ini. Sambil tersenyum, dia meninggalkan kamarnya, siap untuk menghadapi tantangan apa pun yang datang, dengan teman-temannya di sisi dan kepercayaan penuh di dalam hatinya.

Pagi itu, Shirou merasa bahwa waktunya telah tiba. Setelah perenungan yang mendalam, dia menyadari bahwa sudah saatnya membuka rahasia masa lalunya kepada Loki Familia, terutama kepada orang-orang yang telah mendukungnya selama ini. Dengan langkah tegas, dia berjalan menuju ruang rapat di Twilight Manor, tempat di mana Loki dan anggota inti Familia sering berkumpul untuk membahas strategi dan rencana.

Begitu Shirou masuk ke dalam ruangan, Loki sedang bersandar di kursinya, menikmati segelas anggur dengan santai. Saat melihat Shirou, dia tersenyum nakal, tetapi ada juga perhatian yang tersirat di matanya. "Ah, Shirou! Apa yang membuatmu datang pagi-pagi sekali? Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?"

Shirou menatap Loki dengan tekad yang kuat. "Loki... aku sudah siap. Aku ingin membuka masa laluku. Kurasa ini saat yang tepat untuk menceritakan semuanya kepada kalian."

Mendengar hal itu, senyum Loki berubah menjadi lebih serius. Dia tahu bahwa Shirou jarang berbicara tentang asal-usulnya, dan hal ini pasti sangat penting. "Oh? Baiklah, kalau begitu. Ini pasti akan menarik. Aku akan panggil yang lain."

Tak butuh waktu lama, Finn, Bete, Gareth, Riveria, Aiz, Lefiya, Tiona, dan Tione segera berkumpul di ruangan itu. Mereka duduk dengan sikap tenang, meski beberapa dari mereka tampak penasaran dengan apa yang akan dibicarakan.

Shirou menggaruk kepalanya, tak tahu harus memulai dari mana, meskipun dialah yang memanggil mereka. Menyadari kebingungan Shirou, Riveria tersenyum lembut dan berkata, "Tak perlu terburu-buru, Shirou. Kami akan menunggumu."

Shirou tersenyum mendengar kata-kata Riveria yang memberikan ketenangan. Dengan hati yang lebih ringan, dia mulai berbicara. "Aku sengaja memanggil kalian semua untuk mendengar masa laluku sebelum aku tiba di Orario." Lalu, dia menunjuk ke arah Loki. "Aku sengaja tidak bercerita di lantai 50 karena ceritaku sangat sulit dipercaya. Dan Loki bisa memverifikasi kebenaran ceritaku karena manusia fana tidak bisa berbohong pada dewa."

Loki mengangguk, tertarik dengan arah pembicaraan. "Jadi, apa ceritamu sampai kamu perlu seorang dewa untuk membenarkanmu?" tanyanya, matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang dalam.

Shirou menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Dia mengulang kata-kata yang pernah dia ucapkan pada Aiz di lantai 50. "Aku berasal dari dunia lain. Dunia yang kukenal tidak seperti ini."

Ruangan rapat menjadi hening sesaat. Semua orang memproses informasi yang baru mereka dengar, kecuali Aiz yang sudah mengetahuinya sebelumnya. Shirou sendiri merasa jantungnya berdebar, menunggu reaksi mereka.

Loki adalah yang pertama bereaksi. Matanya melebar dan dia segera mendekat ke arah Shirou. "APA? Dunia lain? Maksudmu dunia paralel atau semacamnya?"

Shirou menganggukkan kepalanya. "Bisa dibilang begitu. Apakah dewa-dewi tahu tentang hal ini?" Shirou mengambil kesempatan untuk mencari tahu batas kekuatan dewa di dunia ini.

Loki menggaruk dagunya, berpikir sejenak. "Walau setiap dewa memiliki Arcanum yang unik, aku belum pernah mendengar ada yang bisa mempengaruhi batas dimensi dunia." Lalu, senyum nakalnya kembali. "Apa di duniamu ada seorang dewa yang kau buat kesal hingga mereka menendangmu ke sini?"

Shirou tersenyum kecut dan menjawab dengan informasi yang tak kalah mengejutkan. "Di duniaku, zaman para dewa telah berakhir. Tidak ada dewa yang berjalan di muka bumi. Aku berasal dari zaman manusia."

Tiona yang tidak bisa menahan rasa terkejutnya segera bertanya, "Apa? Bagaimana kalian mengalahkan monster tanpa bantuan para dewa?"

Shirou tersenyum pahit dan menjelaskan, "Tidak ada monster. Tidak ada dwarf, tidak ada elf, tidak ada makhluk cerdas lainnya selain manusia."

Bete menyeringai dan berkata dengan nada mengejek, "Setidaknya kalian hidup damai, kan? Tidak ada monster yang bisa menyerang kalian setiap saat."

Shirou hanya bisa mengangguk, meski di dalam hati dia tahu bahwa di dunia aslinya, warga sipil di daerah perang khawatir akan sesuatu yang lebih mengerikan daripada monster—bom yang bisa jatuh dari langit kapan saja, menghancurkan segalanya.

Finn menaikkan alisnya, bertanya tentang hal yang paling penting di pikiran mereka semua. "Jadi, bagaimana bisa kamu tiba di dunia ini?"

Shirou menghela napas panjang sebelum menjawab. "Singkat cerita, itu semua disebabkan oleh sebuah artefak yang disebut Holy Grail. Sebuah artefak yang bisa mengabulkan permohonan apa pun."

Loki tampak terkejut, pandangannya penuh rasa ingin tahu. "Apa itu Holy Grail?" tanyanya, jelas tertarik pada benda yang terdengar sangat kuat itu.

Shirou mulai menjelaskan. "Holy Grail adalah benda mistis yang menjadi pusat dari sesuatu yang disebut Holy Grail War. Di dalam perang ini, para penyihir memanggil Heroic Spirit, roh para pahlawan legendaris, untuk berperang demi menguasai Holy Grail. Namun, ada harga yang harus dibayar—para pahlawan itu dikorbankan demi terwujudnya keinginan para peserta."

Aiz, yang mendengar istilah Heroic Spirit, tampak bingung. "Apakah mereka seperti Corrupted Spirit yang kita lawan di lantai 59?"

Shirou menggelengkan kepalanya. "Tidak, itu berbeda. Heroic Spirit adalah roh orang-orang yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah dunia. Mereka dipanggil untuk berperang sebagai pahlawan, tetapi mereka tidak korup seperti yang kita lawan. Mereka adalah legenda yang hidup dalam ingatan umat manusia."

Riveria, yang mendengarkan dengan cermat, menatap Shirou penuh rasa ingin tahu. "Kalau begitu, kenapa kau mengikuti Holy Grail War, Shirou? Apakah kau punya keinginan yang ingin dikabulkan oleh Grail?"

Shirou menggeleng pelan, tersenyum sedikit lelah saat mengingat kembali masa-masa itu. "Sebenarnya, aku tidak sengaja terlibat. Aku terseret ke dalam perang itu ketika tanpa sengaja memanggil Servant Saber saat aku dikejar oleh Servant Lancer. Aku sendiri tidak punya keinginan yang perlu dikabulkan oleh Holy Grail. Sebaliknya, aku ingin Holy Grail War berakhir tanpa memakan korban jiwa."

Mendengar jawaban itu, Riveria mengangguk pelan, merasa puas dengan penjelasan Shirou. Jawaban itu sesuai dengan karakter Shirou yang selama ini dia kenal—seseorang yang selalu berusaha melindungi orang lain, bahkan di dunia yang bukan miliknya.

Gareth, yang duduk dengan tangan terlipat, bertanya dengan nada penasaran. "Servant? Saber? Lancer? Apa mereka?"

Shirou menghela napas sejenak, mencoba menjelaskan konsep yang rumit dengan cara yang sederhana. "Servant adalah Heroic Spirit—roh pahlawan legendaris yang dipanggil untuk berperang. Mereka dibagi menjadi tujuh kelas, yaitu Saber, Lancer, Archer, Rider, Caster, Assassin, dan Berserker. Setiap Servant memiliki kekuatan unik berdasarkan legenda mereka. Mereka bertarung sebagai Servant bagi para Magus yang memanggil mereka, yang disebut Master."

Tiona, yang selalu penuh semangat, tampak sangat tertarik. "Wah, pahlawan legendaris ya! Lalu, siapa Saber yang kau panggil, Shirou?"

Shirou tersenyum kecil. "Biasanya, Servant menyembunyikan identitas aslinya. Itu karena jika identitas mereka terungkap, kekuatan dan kelemahan mereka dapat diketahui dari legenda mereka. Tapi, aku bisa memberitahu kalian sedikit. Saber yang kupanggil adalah salah satu pahlawan paling terkenal di sejarahku... Raja Arthur. Tapi, di duniaku, dia bukan pria. Saber adalah seorang wanita."

Ruangan kembali hening untuk sesaat, memproses informasi baru yang menakjubkan itu.

Lefiya kemudian bertanya dengan nada penasaran. "Bagaimana dengan Servant yang lain? Ada pahlawan lain yang kau temui?"

Shirou mengangguk, mengingat setiap Servant yang dia temui. "Ya, ada beberapa lagi. Salah satunya adalah Berserker, yang merupakan roh dari pahlawan terkenal Heracles putra dewa Zeus. Lalu, ada Caster, penyihir kuat yang sebenarnya adalah Medea, penyihir dari mitologi Yunani. Dan... Archer, yang merupakan pahlawan legendaris pertama, Gilgamesh putra dewi Ninsun, raja yang memiliki segala sesuatu di dunia. Yang senjatanya banyak kusalin" Dalam hati, Shirou merasa sedikit enggan untuk menjelaskan Archer Emiya, versi masa depannya yang penuh rasa pahit dan akan menambah pertanyaan yang berbelit.

Loki tiba-tiba tampak kaget, matanya membesar. "Tunggu, tunggu! Di duniamu, dewa-dewi bisa punya anak biologis seperti Heracles dan Gilgamesh?"

Shirou mengangguk, sedikit tersenyum melihat reaksi Loki yang terkejut. "Iya, di zaman itu, dewa-dewi sering berinteraksi langsung dengan manusia. Beberapa dari mereka memiliki anak dengan manusia, seperti Heracles yang merupakan anak dari dewa Zeus."

Tione, yang duduk bersandar, tiba-tiba bertanya dengan nada serius. "Jadi, apakah kau tiba di sini karena keinginan orang lain pada Holy Grail?"

Shirou tertawa kecil, menggeleng. "Tidak, sebenarnya Holy Grail yang terlibat dalam perangku mengalami malfungsi. Alih-alih mengabulkan permohonan, ia menciptakan portal yang membawaku ke dunia ini."

Semua orang mengangguk, memahami situasi yang aneh dan rumit yang dialami oleh Shirou. Meskipun aneh, mereka mulai memahami alasan mengapa Shirou tidak pernah berbicara banyak tentang masa lalunya sebelumnya.

Setelah Shirou selesai menceritakan kisahnya, semua anggota Loki Familia yang hadir berterima kasih atas keterbukaannya. Mereka mengerti bahwa berbagi cerita ini tidaklah mudah bagi Shirou.

Loki, yang biasanya ceria dan nakal, tiba-tiba mendekat dan mengacak rambut Shirou dengan lembut. "Hei, kau sudah melalui banyak hal, ya? Aku bisa membayangkan betapa beratnya itu. Bukan hanya meninggalkan duniamu, tapi juga keluarga dan teman-teman yang kau kenal di sana."

Shirou terdiam sesaat, merasa kehangatan dari perhatian Loki. Dia tahu bahwa Loki benar. Kehilangan dunianya berarti meninggalkan orang-orang yang dia sayangi, tetapi sekarang, dia memiliki orang-orang baru yang bisa dia percayai.

Dalam hati, Shirou merasa yakin bahwa dia benar telah memutuskan untuk mempercayai Loki dan anggota Familia ini. Mereka adalah keluarganya sekarang, dan dia tidak lagi sendirian di dunia yang asing ini.