webnovel

Fatal Twin

Cerita berpusat pada seorang petualang muda yang bernama Ash Vioni. Dikarenakan penampilannya itu, orang-orang sering mengiranya sebagai seorang perempuan. Itu mungkin disebabkan ia memiliki seorang saudara kembar, yakni seorang adik kembar yang bernama Ashe. Mereka berdua memutuskan untuk pergi dari desa tempat mereka tinggal dengan tujuan mendapat pengalaman hidup yang baru. Dengan itu, mungkin mereka dapat mendapatkan teman-teman baru dan juga mungkin... Dan pertemuan Ash dengan seorang gadis mengawali petualangannya di dunia yang menakjubkan ini.

Azumi_Fuyuka · Fantasy
Not enough ratings
9 Chs

Chapter 7: Aku dan Nina

Sore hari ini, aku dalam perjalanan pulang dari guild. Aku pergi kesana untuk melaporkan quest yang kuambil hari ini. Sebenarnya aku sedikit terlambat dalam melaporkannya sebab tadi terjadi sedikit masalah.

Sebelum kuberitahu tentang masalah apa, kuberitahu bahwa quest yang kuambil ini sederhana. Aku hanya diminta mencari beberapa buah tanaman. Tanaman ini pun cukup mudah untuk ditemukan di area field. Tak perlu mencari jauh kedalam area field, di area luarnya saja tanaman ini sudah bisa didapat.

Namun di perjalanan pulang tadi, sekelompok Slime menghalangi jalanku. Mereka mungkin hanyalah makhluk cebol pucat yang membosankan, namun mereka tetap saja merepotkan. Mau bagaimana lagi, aku harus menyingkirkan mereka terlebih dahulu.

Merekalah yang membuatku sedikit terlambat melaporkan quest ini. Aku harus pulang terlebih dahulu ke rumah untuk membersihkan tubuh. Mereka menempel ke tubuhku dan meninggalkan lendir yang menjijikan dan juga bau.

Setelah sampai di kota, untuk sampai rumah pun aku harus sembunyi-sembunyi. Jika tidak, aku harus siap menahan rasa malu, membayangkannya saja aku sudah tak kuat. Selain itu, aku juga bisa mengganggu orang-orang—dengan bau dari lendir ini. Aku tidak mau hal itu terjadi.

Selain itu aku takut membuat orang tuaku malu, terutama ayahku. Ayahku merupakan seorang walikota di kota ini. Jika aku yang merupakan anak seorang walikota, dengan tubuh yang dipenuhi oleh lendir yang menjijikan, entah bagaimana reaksi orang-orang. Oleh karena itu aku memilih jalan aman.

Lalu, bayaran dari quest ini memang tidak terlalu besar. Meskipun sedikit ini sangat berarti bagiku. Saat ini aku sedang mempunyai sesuatu yang ingin kubeli.

Meskipun sekarang masih musim semi dan musim panas masih sekitar sebulan lagi, aku ingin sekali membeli baju renang baru.

Beberapa hari yang lalu, ketika melewati sebuah toko pakaian renang, aku melihatnya. Sebuah baju renang model bikini yang berwarna putih. Aku benar-benar menyukainya.

Ternyata harganya mahal. Meskipun sedikit demi sedikit, perlahan tapi pasti, uangnya pasti akan terkumpul serta setelah musim panas tiba, aku sudah mempunyai baju renang baru.

Sebenarnya bisa saja aku meminta kepada orang tuaku. Namun kuputuskan untuk membelinya dengan usahaku sendiri, dengan uangku hasil kerja kerasku. Sesekali aku ingin mandiri dan tak merepotkan mereka.

Selain itu, disisi lain aku juga senang bisa menyelesaikan quest ini. Kalau tak salah, yang memasang quest ini dari pihak klinik. Jadi mereka menggunakannya sebagai obat bagi para pasien. Aku senang bisa membantu mereka.

Aku teringat kejadian lain tadi siang. Selain kejadian slime itu, ada kejadian lain yang sedikit menarik perhatianku. Kedua orang itu masih terbayang di pikiranku. Mereka sepertinya saudara kembar. Penampilan keduanya terlihat persis. Mereka berdua memiliki wajah yang manis dan kulit putih yang indah serta rambut panjang yang berwarna violet. Meskipun mereka berdua sama-sama perempuan sepertiku, kemampuan mereka cukup hebat.

Tetapi, aku tak mengenal mereka. Apakah mereka berasal dari kota ini? Sebab field itu biasanya hanya didatangi oleh para petualang yang berasal dari kota ini. Tetapi, ada kemungkinan mereka hanyalah petualang yang lewat.

Pikiranku buyar ketika ada suara seseorang yang memanggilku.

"Cerise."

Aku langsung mengetahui darimana suara itu berasal. Suara itu berasal dari arah depanku.

Tak jauh dari tempatku berdiri, kulihat seorang gadis melambaikan tangannya padaku. Ia tersenyum padaku. Seorang gadis berambut hitam panjang. Ia mengenakan sebuah pakaian santai, sebuah gaun pendek selutut berwarna abu-abu. Saat ini ia tengah berdiri didepan sebuah toko kecil.

Aku mengenal gadis itu dan menghampirinya.

"Nina, selamat sore."

"Selamat sore juga."

Gadis ini bernama Nina. Nina Argenta. Dia merupakan sahabatku. Dia seumuranku dan kami sudah lama saling mengenal.

Kami sudah saling mengenal kira-kira setahun yang lalu. Ia pindah ke kota ini seorang diri. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia bekerja sebagai seorang pelayan disebuah kafe yang dikelola oleh bi Sella.

"Nina, tumben kita bisa bertemu disini. Nggak kerja?"

Aku bertanya seperti itu, sebab pada waktu seperti saat ini, Nina biasanya masih bekerja di kafe.

"Sekarang 'kan sudah akhir pekan."

"Oh, iya. Aku lupa."

Aku sampai lupa kalau sekarang sudah akhir pekan. Diakhir pekan yakni hari Sabtu dan hari Minggu, Nina libur alias tidak bekerja. Bukan karena kafenya tutup, tetapi karena bi Sella membebaskannya mau bekerja atau tidak.

Hidungku mencium aroma yang begitu menggoda. Dari aromanya saja, sudah pasti itu sesuatu yang enak. Membuat perutku terasa lapar. Aroma dari roti yang sedang dibakar.

Toko yang ada dihadapan kami ini merupakan sebuah kedai roti bakar. Seorang paman berwajah ramah menjaga kedai ini. Aku memang jarang lewat sini namun aku tahu kedai roti bakar ini cukup terkenal.

"Paman, roti bakarnya lagi satu."

"Siap. Mau rasa apa?"

Nina mengalihkan pandangannya padaku.

"Cerise, kamu pilih saja rasa yang kamu suka."

"Eh, tapi..."

"Tenang saja, biar aku traktir."

"Ah, gapapa. Kebetulan aku baru pulang dari guild habis melaporkan quest. Jadi aku bisa beli sendiri."

Bukannya aku menolaknya, aku hanya tidak enak hati padanya.

"Jangan sungkan. Kayak ke siapa aja."

Sepertinya aku tak punya pilihan lain selain menerima tawarannya. Jika menolaknya bisa saja malah menyakiti hatinya.

"Iya deh."

Kemudian, pandanganku tertuju pada sebuah kertas yang tertempel. Disana tertulis berbagai macam rasa yang dapat kita pilih. Ada coklat, keju, stroberi, dan banyak rasa lainnya. Aku bingung harus memilih yang mana.

"Rasa apa ya.... Kalau Nina, pilih rasa apa?"

"Stroberi."

"Stroberi ya, umm.... "

Stroberi mungkin sedikit asam. Daripada asam, aku lebih menyukai yang manis. Jadi kuputuskan untuk memilih rasa coklat saja.

"Mungkin rasa coklat saja."

"Rasa coklat, siap. Kalian berdua tunggu ya."

Sambil menunggu, kami memutuskan untuk duduk disebuah kursi panjang yang terletak disamping kedai itu.

"Oh iya, tadi pagi aku pergi ke rumahmu. Tapi, kata ibumu kamu sudah berangkat."

"Aku minta maaf."

Diakhir pekan, aku memang biasanya tak mengambil quest dari guild. Aku dan Nina biasanya pergi jalan-jalan berdua. Tapi, demi baju renang itu, aku harus lebih giat.

"Gapapa. Terus gimana? Apa berjalan dengan baik?"

"Questnya cukup mudah, hanya saja..."

"Memangnya kenapa?"

Wajah Nina penuh dengan tanda tanya.

"Diperjalanan pulang tadi, ada sekelompok slime yang menggangguku."

Kemudian, kuceritakan padanya kejadian tadi siang. Kejadian tentang slime tadi. Ia prihatin dengan apa yang menimpaku.

"Besok Cerise mau ngambil quest?"

"Rencanya sih iya, tapi kenapa?"

"Apa boleh aku ikut denganmu?"

"Tentu saja boleh. Malahan aku senang. Tapi memangnya dibolehin?"

"Tenang saja. Selama aku bersama dengan seseorang, bi Sella pasti mengijinkan. Selain itu, aku sudah lama tidak pergi ke field. Aku benar-benar ingin melakukannya lagi."

Aku sangat senang mendengarnya. Aku senang ada yang menemaniku.

Meskipun Nina bekerja di kafe, terkadang kami berdua membentuk grup. Ia bisa menjadi pendukung yang bisa diandalkan.Namun, entah kenapa ia harus meminta izin pada bi Sella, pemilik kafe tempatnya bekerja. Mungkin karena ia satu-satunya orang yang bertanggung jawab terhadap Nina.

Nina tinggal sendirian. Jujur saja, aku tak mengetahui seperti apa masa lalunya. Darimana ia berasal, tentang orang tuanya, sama sekali tak ada yang kuketahui. Ia tidak menceritakan apapun tentang masa lalunya. Jika aku meminta padanya untuk bercerita ia malah terlihat sedih. Sepertinya ia memiliki sesuatu ta yang tak bisa ia ungkapkan. Oleh karena itu aku tak pernah lagi menyinggungnya.

"Benar juga. Nina mau minuman apa? Yang ini biar kutraktir. Jus jeruk gapapa 'kan?"

Sebagai ganti Nina yang mentraktir roti bakar padaku, kuputuskan untuk mentraktirnya minuman. Jus jeruk merupakan salah satu minuman favoritnya.

Sebelum Nina menanggapinya, aku langsung bergegas ke sebuah toko lain yang ada didepan tempat kami berdua duduk.

* * *

"Nina, ini."

Aku menyerahkan sebuah cup (gelas) berisi jus jeruk sesuai dengan yang Nina. Cup ini memiliki penutup berbentuk parabola dan terdapat lubang ditengahnya sebagai tempat sedotan. Sedangkan minuman punyaku, minuman coklat karamel yang kusukai.

"Padahal gak perlu lho."

"Jangan dipikirkan. Ini gak seberapa."

"Kalau gitu, aku terima. Makasih ya."

Aku tersenyum dan mengangguk. Nina menerima jus jeruknya.

"Ini, roti bakar milikmu."

Kata Nina sambil menyerahkan sepotong roti bakar padaku. Aku menerimanya dan duduk kembali disamping Nina.

"Wah, udah matang."

Rori bakar ini pada dasarnya hanyalah sepasang roti tawar biasa. Namun diantara lapisan roti itu diberi selai yang dapat kita pilih sesuai selera. Kemudian diolesi mentega dan dibakar diatas bara api.

"Kita langsung makan saja."

Sebelum makan, kami tak lupa mengucapkan do'a didalam hati sebagai bentuk ucapan terimakasih kepada Tuhan.

Aku menggigit rotinya. Dari gigitan pertama rasanya langsung lumer di mulut. Perpaduan selai coklat, meses, dan tentu juga rotinya benar-benar menyatu sempurna.

"Enak."

* * *

"Aku kenyang."

Kami telah selesai makan. Roti bakar ini benar-benar enak. Pantas saja kedai roti bakar ini cukup terkenal.

"Roti bakarnya benar-benar enak."

"Iya, mungkin aku akan sering mampir kesini."

Saat hendak menyeruput minumanku, pandanganku tertuju pada payudara Nina yang besar. Benar-benar besar. Saat itu, dengan reflek aku menyentuh dadaku dengan tangan kiriku.

Berbeda jauh sekali. Kalimat yang pantas untuk menggambarkannya. Dibanding payudara Nina, payudaraku jauh lebih kecil. Sampai usiaku yang sudah 17 tahun ukurannya masih saja segini. Sepertinya sudah tak ada harapan lagi.

Lebih dari itu, aku iri padanya. Setidaknya, aku ingin ukurannya lebih besar, sedikit saja.

Nina ternyata menyadari tatapanku. Ia hanya tersenyum. Seperti biasa, ia selalu cepat dalam memahami suasana. Aku segera mengalihkan pandanganku.

"Nina, aku punya satu pertanyaan."

"Tentang apa?"

"Nina, bagaimana agar umm.... p-payudaramu bisa besar?"

"Entahlah, payudaraku tumbuh besar dengan sendirinya. Tau-tau sudah sebesar ini."

Kata Nina sambil memegangi kedua payudaranya dengan tangannya.

"Tapi, kudengar ada satu cara yang bisa membantu."

"Caranya gimana?"

Sekarang aku jadi penasaran.

"Katanya kalau sering dipijat bisa menjadi lebih besar."

"Dipijat?"

"Iya, dan kalau tak salah, cara itu akan lebih ampuh jika yang memijat adalah orang yang kita cintai."

"Nina, maksudmu?"

Aku tak percaya dengan apa yang dikatakan olehnya.

"Misalnya pacar."

"P-Pacar?!"

Aku memang belum mempunyai seorang pacar namun membayangkan seorang lelaki memegangi payudaraku dan memijatnya, meskipun tak bisa kulihat, namun kuyakin wajahku memerah.

"Aku hanya bercanda kok."

"Beneran?"

"Beneran kok. Sebenarnya jika rajin dipijat oleh kita sendiri juga bisa. Tapi, aku tak begitu yakin apakah cara ini bisa berhasil."

Aku lega setelah mendengarnya. Kukira ia serius dengan apa yang ia katakan. Setidaknya, mungkin akan kucoba cara itu.

"Mungkin aku akan mencobanya. Tak salah juga untuk mencoba."

Nina tertawa kecil.

Saat aku selesai menaruh minumanku disampingku, tak ada angin tak ada hujan, dari arah belakang Nina tiba-tiba memegangi bagian dadaku dengan kedua tangannya.

"Tunggu Nina... Apa yang kamu lakukan?!"

Jari jemarinya dengan terampil menyetuh permukaan dadaku.

"Mana biar kuperiksa. Umm...."

Nina memejamkan matanya.

"Sepertinya ini lebih besar dibanding yang kupegang terakhir kali."

Sekilas aku senang mendengarnya namun sekarang bukan saatnya untuk itu.

"Apa yang kamu lakukan, gimana jika dilihat orang!"

"Tenang saja. Gak ada orang yang lihat kok."

Nina masih tampak tenang berbeda dibadingkan dengan diriku. Ia masih terus memegangi dadaku.

"Aku tahu, tapi kalau melakukannnya disini... "

Aku tahu saat disini sedang sepi, tapi tetap saja jika melakukannya di tempat umum seperti ini sudah berlebihan.

Inilah salah satu hal dari Nina yang tak kusukai. Aku tahu ia tak bermaksud buruk. Ia mungkin ingin lebih akrab denganku. Tapi tegap saja...

"Nina, kumohon hentikan... Nina...!"