webnovel

Kekejaman Lord George de Clain

"Siapa kalian!"

Lord tersenyum miring, setelah menembakkan pelurunya tepat sasaran di beberapa bagian tubuh para penjaga mansion hingga membuat orang-orang itu tergeletak tak berdaya di lantai.

Ya, hari ini mereka akan melakukan penyerangan terhadap Mr. Richard, pria paruh baya yang menjadi rival abadi Lord George de Clain, baik dalam dunia bisnis maupun luar bisnis.

Mendengar suara tembakan yang menggelegar, para penjaga mansion pun semua keluar dan menodongkan senjatanya di depan Lord.

Lord menatap datar orang-orang tersebut. Ia beralih menatap pistol yang ada di genggamannya dengan santai. Lord melirikan mata elangnya menatap anak buah Mr. Richard. Oh! Sebegitu lemah kah orang-orang yang ada di dalam mansion ini sampai-sampai memperkerjakan berpuluh-puluh anak buah?

"Disgraceful!" ejek Lord dengan terkekeh jemawa.

DOR! DOR! DOR!

Kembali Lord menembakkan pistolnya pada beberapa anak buah yang menghalangi jalannya untuk memasuki mansion.

Tak membutuhkan waktu berapa lama, semua anak buah yang tadinya menghalangi jalan, kini sudah tergeletak di lantai dengan beberapa peluru yang bersarang di tubuh masing-masing.

"Ck! Lemah," ujar Lord dengan terkekeh mengejek dan mulai melangkahkan kaki semakin dalam memasuki mansion.

Sampai di sini, tidak ada yang mengundang kecurigaan, Lord terus melangkah hingga mendapati sebuah pintu utama mansion yang berwarna coklat tua. Tanpa berpikir panjang, Lord menendang pintu hingga terdorong dengan cukup keras dan kemudian berjalan masuk.

"Sepertinya aman," tukas salah satu temannya bernama Adrian yang berada di belakangnya, Lord tak menjawab, tapi indra pendengaran tajam pria itu mendengar pergerakan tak jauh darinya.

DOR! DOR! DOR!

Beberapa tembakan terus di layangkan ke arah Lord dan kedua temannya. Auston menggulingkan tubuh ke lantai, menghindari beberapa tembakan peluru yang terus menyerangnya.

Lord balas meraih pistol dari saku celananya dan menembakkan pelurunya pada beberapa anak buah Mr. Richard.

Mereka berhasil menemukan kediaman Mr. Richard yang telah menahan beberapa anak buah kepercayaan Lord. Lokasi kediaman Mr. Richard telah dilacak dengan keberadaan anggota Righnero melalui chip sekecil butir beras yang telah di tanam di setiap tubuh anak buah Lord.

Lord memberi isyarat pada Adrian dan Felix untuk masuk lebih dalam, mencari keberadaan Mr. Richard yang sampai sekarang belum juga muncul.

Lord menghembuskan pistolnya yang mengeluarkan asap dan kembali memasukkan di dalam sakunya. Ia ikut berjalam untuk mencari keberadaan Mr. Richard.

Lord menghentikan langkah kakinya ketika menemukan seorang laki-laki remaja sedang menodongkan pistol ke arahnya dengan tangan yang bergetar, juga seorang gadis remaja bersembunyi di balik punggung pria yang sedang memegang pistol itu.

Lord terkekeh sinis, "Kau sama saja dengan ayahmu, terlalu berani tapi tidak ada apa-apanya," tekan Lord dengan suara tertahan. Mata elangnya menghunus tajam anak lelaki itu.

"Aku tidak takut padamu!" raung anak lelaki itu dan semakin menodongkan senjatanya.

Lord tersenyum miring, ia menatap anak lelaki itu dengan alis terangkat,

"Menjauhlah! Atau aku akan membunuhmu sekarang juga." Lord berkata dengan suara santainya, namun hal itu justru membuat orang-orang yang mendengarnya menjadi bergidik ngeri.

"Aku tidak takut padamu!"

DOR! DOR! DOR!

Beberapa tembakan mulai di layangkan untuk Lord, namun tak ada satupun yang tepat mengenai sasaran. Lord dengan lincahnya menghindari beberapa peluru yang akan mengenai dirinya.

DOR!

"Abang!" jerit gadis remaja itu ketika melihat abangnya tergeletak dengan anak peluru yang bersarang di dadanya.

Gadis itu menatap objek yang ada di depannya, melihat siapa pelaku yang sudah berani menembak mati abangnya.

Matanya berkaca-kaca ketika melihat Lord masih menodongkan pistol tepat di hadapannya.

Tanpa peduli dengan Lord, gadis itu memeluk erat abangnya yang sudah tergeletak di lantai dengan darah yang terus mengalir di dadanya.

"Abang! Bangun! Jangan tinggalkan Lea!" seru gadis itu dengan air mata yang kembali bercucuran. Ia terisak, terus menggoyang-goyangkan tubuh abangnya dengan kuat. Tapi ternyata abangnya tak sedikitpun membuka mata.

"Lord! Apa yang telah kau lakukan pada putraku!" teriak Mr. Richard yang baru datang dengan beberapa anak buah yang mengikutinya dari belakang. Pria paruh baya itu menatap Lord dengan tatapan nyalang. Lord balas tersenyum miring.

"Ini balasannya karena kau berani bermain-main denganku," terang Lord dengan tatapan tajamnya.

"Tembak dia!" perintah Mr. Richard kepada para anak buahnya yang sedang menodongkan pistol di depan Lord.

DOR! DOR! DOR!

Kembali beberapa tembakan di layangkan untuk Lord. Tapi kali ini Lord kini di bantu dengan para anggota Righnero yang sudah terbebas dari jeratan Mr. Richard. Adrian dan Felix telah menemukan tempat anak buah Lord disandera, tepatnya di ruang bawah tanah mansion ini.

Mr. Richard berjalan mendekati putranya yang kini tergeletak di lantai dengan darah yang yang masih terus mengalir di dadanya.

"Sion, bangun, Nak. Kau bilang, kau akan menjadi penerus dad, tapi kenapa sekarang kau malah tertidur di sini." Mr. Richard terus menggoyang-goyangkan tubuh anak lelakinya yang matanya terbuka, tapi tidak juga hidup.

Lord terkekeh sinis, menatap drama antara anak dan ayah itu, setelah semua anak buah Mr. Richard berhasil di lumpuhkan, kali ini Lord akan membalaskan dendamnya. Dendam yang sangat dalam untuk seorang Mr. Richard.

Lelaki paruh baya itulah yang telah berani membunuh kedua orang tuanya. Maka sebentar lagi dendamnya akan terbalas saat Mr. Richard tergeletak tak berdaya sama seperti anaknya, dan membunuh Mr. Richard hanya akan dilakukan oleh Lord seorang.

"Beraninya kau!" Mr. Richard menatap Lord dengan tatapan tajamnya. Ia mengambil pistol yang terdapat dalam sakunya dan tanpa menunggu, ia menembaki tubuh Lord secara acak, mulai dari kepala hingga dadanya.

Tapi sayangnya tidak ada satupun yang mengenai Lord, sepertinya anak-anak peluru itu sangat takut padanya.

Lord tertawa mengejek melihat raut pucat Mr. Richard ketika pria paruh baya itu kehabisan anak peluru.

"Apa aku harus membunuhnya?" tawar Felix. Lord menggeleng pelan memperingati Felix.

Jemarinya ia ayunkan meminta Felix, Adrian dan seluruh anggota Righnero untuk pergi lebih dulu. Tanpa membantah Felix, Adrian dan seluruh anggota Righnero segera berlalu.

"Sepertinya, sekarang adalah giliranku." Lord melangkahkan kaki mendekati Mr. Richard yang kini tengah ketakutan menatapnya.

Suara sepatu pantofel yang terketuk dengan ubin lantai membuat suasana menjadi semakin mencekam.

"Leanore, lari, Nak!" perintah Mr. Richard dengan suara kecilnya.

Leanore menggeleng kecil mendengar ucapan daddy-nya. Air mata mulai bercucuran di mata gadis itu.

"Aku tidak mau, Dad. Aku tidak punya siapa-siapa lagi selain, Dad. Mom dan Sienore sudah meninggal dan abang sekarang juga sudah ikut menyusul dengan mom. Aku juga tidak mau Dad pergi." Leanore sesunggukan. Gadis itu memeluk erat Mr. Richard.

Tapi pria paruh baya itu segera mendorong tubuh Leanore dengan cukup keras.

"Sekarang bukan saatnya berbicara lagi. Pergilah dari sini, Lea!" Mr. Richard mendorong tubuh anaknya agar segera meninggalkan tempat ini.

Leanore tak berlari tapi tubuh gadis itu terdorong jauh dari Mr. Richard akibat dorongan kuat pria paruh baya itu.

"Ironis sekali," ejek Lord dan mulai menodongkan pistolnya tepat di kepala Mr. Richard.

"Sudah ku bilang, Righnero akan selalu menang. Aku sudah memperingatimu untuk jangan bermain-main dengan Righnero, tapi kau malah keras kepala. Sekarang rasakan akibatnya!"

"Lord! jangan bunuh, Dad-ku--"

DOR!

"Argghh!"

***

Bersambung.