webnovel

FALLING IN LOVE

Khusus Dewasa!! "Mungkin Dia hadir di hatiku di awal perjalananku, tapi kamu hadir di akhir dari perjalananku hingga akhir hidupku nanti." (Aska Aliando) Berawal hanya karena sekedar candaan Karin, di sebuah kamar pasiennya di rumah sakit. Karin yang selalu jahil dengan tiap laki-laki yang baru di kenalnya. Karena di mata Karin, laki-laki semua adalah hidung belang. Yang patut untuk di permainkan. "Apakah kamu mau menjadi kekasihku?" Kata Karin dengan santainya. "Oke...aku mau menjadi kekasihmu." jawab Aska Aliando "Tapi ada syaratnya, kamu harus menyerahkan semua hartamu..apa kamu mau?" lanjut Karin dengan suara merayu. "Baik,..aku setuju! tapi harus ada surat perjanjian kontraknya..jika kita bisa menjalani 6 bulan hubungan ini, maka semua hartaku untukmu." sahut Aska dengan serius. Perjanjian sudah tertulis dan sudah di tandangani masing-masing..bersamaan hasil lab Aska yang sudah keluar. Aska di vonis Leukimia stadium 4. Dunia Karin berubah seketika, ingin dia membatalkan perjanjiannya namun takdir mengharuskan Karin di samping Aska. Mampukah Karin bertahan dengan hubungannya tanpa berdasarkan cinta?? Dan apakah Aska bisa bertahan dari penyakitnya..dan harus meninggalkan Karin beserta harta yang di berikannya pada Karin?? 'Jangan tinggalkan aku, aku mohon..kamu harus bertahan hidup untukku..jika aku harus bertahan untuk hubungan ini..kamu pun harus bertahan untukku..karena aku sudah jatuh hati padamu!! ( Karin Aadvantika )

NicksCart · Teen
Not enough ratings
529 Chs

CERITA PANTAI

Di pantai Aska tidak jadi berenang , karena di larang keras oleh Karin. Dengan alasan pantai banyak virus yang bisa membahayakan pada penyakit Aska.

Dengan sangat kecewa Aska menuruti perkataan Karin. Untuk mengurangi kecewanya Aska, Karin mengajak Aska menyewa payung beserta meja dan ranjang pantai. Karin ingin menikmati sunset di sore hari.

"Bagaimana Ka, apa kamu suka berbaring di pantai ini?" tanya Karin melirik Aska yang berbaring di ranjang pantainya yang berada di sampingnya.

Terlihat Aska sangat tampan dengan kaca matanya yang bertengger di hidung mancungnya.

"Kapan sunsetnya terbenam Rin?" Aska tidak menjawab pertanyaan Karin, malah dia bertanya balik.

"Sekitar jam tiga atau setengah empat Ka, kurang dua jam lagi. Apakah kamu sudah merasa bosan Ka?" tanya Karin balik.

"Bosan sekali, jika tiduran terus seperti ini." keluh Aska tubuhnya miring ke kiri menatap Karin yang matanya menatap laut lepas.

"Terus kamu maunya apa?" Karin bangun dan duduk di ranjang pantainya.

"Aku ingin berenang, sebentar saja tidak akan lama." bujuk Aska dengan mata pupy eyesnya.

Karin menghela nafas berat, di liriknya jam tangannya. Kemudian menatap Aska tajam.

"Satu jam saja, tidak lebih." kata Karin.

"Dua jam yaaa." tawar Aska merajuk.

Karin menggeram kesal.

"Satu setengah jam, atau tidak sama sekali." ucap Karin sedikit kesal.

Aska mengacungkan jempolnya, tertawa senang. Dengan cepat Aska melepas kaos beserta celananya di hadapan Karin.

Karin hanya melongo dengan apa yang di lakukan Aska di depannya. Untung Aska ada pakai celana renang, hanya dadanya saja yang telanjang, nampak sekali dada sixpack Aska yang terukir indah.

Karin memalingkan mukanya menghindari godaaan maut yang berada di depannya.

"Rin, ayo temani aku berenang?" ajak Aska mengulurkan tangannya.

Karin menggeleng cepat.

"Nooooooo! cepat sana berenang, sebelum aku berubah pikiran!" sentak Karin.

Aska tertawa terkekeh, singa betinanya sungguh imut jika sedang kesal atau marah.

Aska berlari kecil mendekati pantai.

Dengan sekejap Aska sudah berenang ke arah tengah laut. Suasana nampak sedikit tenang, karena hanya beberapa orang saja yang terlihat.

Karin melihat Aska yang sedang berenang dari tempatnya berbaring. Sambil menanti sunset yang nanti terbenam Karin membaca novel romance kesukannya.

Sesekali Karin melihat arah laut mencari keberadaan Aska. Setelah melihat keberadaan Aska, Karin melanjutkan membacanya. Hingga sesuatu terjadi di mana Karin mendengar teriakan orang-orang jika ada orang pingsan dan hampir tenggelam yang sekarang sedang di bawa ke bibir pantai. Karin sontak terbangun, dan berlari ke bibir pantai, matanya mencari-cari Aska ke tengah laut di mana Aska tadi masih terlihat. Namun tak di temukannya sosok Aska.

Dengan hati yang cemas Karin mendekati orang-orang yang berkerumun mengerumuni orang yang pingsan dan hampir tenggelam itu.

Karin berdesakkan mencoba mencari celah untuk melihat orang yang tergeletak pingsan. Wajah karin terlihat shock saat melihat wajah orang yang pingsan itu, tak lain adalah Aska.

Karin menjerit, berteriak memanggil nama Aska. Tanpa melihat orang-orang yang menatapnya heran, Karin memangku kepala Aska di pangkuannya, dan sedikit bernafas lega saat memeriksa denyut nadi Aska yang masih berdenyut.

"Tolong bantu saya, mengangkat suami saya ke sana,." kata Karin menunjuk tempatnya berada. Karin berpikir jika dia mengakui Aska sebagai suaminya tidak akan ada orang yang bertanya macam-macam.

Dengan di bantu beberapa orang, tubuh Aska di angkat dan di baringkan beralaskan kain pantai Karin.

Karin mengucapkan terimakasih berkali-kali pada orang-orang yang sudah membantunya.

Dengan cemas Karin mengambil minyak kayu putih yang selalu di bawanya kemanapun dia pergi jika bersama Aska, terutama obat-obatnya Aska.

Di olesinya tengkuk dan ceruk leher Aska, dada dan perut Aska, terutama telapak kaki dan telapak tangan Aska. Di gosok-gosoknya telapak tangan Aska berulang-ulang. Sedikit minyak juga di oleskan di ujung hidung Aska.

"Aska, sadar Ka." panggil Karin berulang-ulang sambil menepuk pipi Aska. Namun Aska tak bergeming, matanya tetap terpejam rapat.

Ada salah satu orang pria yang usianya sekitar setengah abad mendatangi Karin dengan membawa segelas teh panas di atas nampan.

"Dik, ini ada teh panas, nanti bisa di minumkan pada suami adik." kata orang itu.

"Apakah suami adik sudah sadar?" tanya orang itu lagi sambil menaruh nampan di atas meja pantai.

"Belum pak." jawab Karin sedikit panik.

"Saya sudah beri minyak kayu putih di seluruh badannya tapi tetap tak sadar juga pak." jelas Karin

"Mungkin pernafasannya tersumbat air, coba di bantu dengan nafas buatan dik." kata orang itu lagi.

Karin menatap orang itu dengan takjub, kenapa dia sebagi perawat tidak berpikir ke arah sana, bisa saja Aska memang mengalami penyumbatan pada pernafasannya karena terlalu banyak air yang tertelan dan itu membutuhkan kompresi dada dan nafas buatan untuk memicunya agar air bisa keluar. Dan itu berarti harus ada orang yang memberi nafas buatan pada Aska.

Mata Karin berkabut, Karin menatap pria itu, dengan mata memohon.

"Apakah Bapak bisa bantu memberikannya nafas buatan?" tanya Karin sedikit ragu.

"Maaf dik, saya tidak tahu carannya, dan lagi adik kan istrinya." kata orang itu dengan polosnya.

Karin bergidik ngeri, ingatannya kembali saat dia pernah mencium Aska pertama kali yang pingsan, dan yang kedua dengan sengaja menciumnya. dan itu dia yang melakukannya duluan bukan Aska.

Karin merasa malu jika harus melakukannya lagi. Tanpa sadar Karin menggelengkan kepalanya berulang-ulang.

"Dik, saran saya, lakukan dengan cepat. Jika terlambat penyumbatan itu bisa membahayakan jiwanya." kata orang itu kemudian berlalu menjauh dari tempat Karin.

Karin menatap wajah Aska yang putih memucat.

"Kenapa kamu selalu membuatku susah?" tanya Karin dengan gelisah, antara dia harus mencium Aska atau membiarkan Aska dalam bahaya.

Karin meremas tangannya. Hatinya mulai berdegup kencang, untuk ketiga kalinya dia mencium Aska.

"Aaaarrrgggghhhhhh! kenapa aku tidak bisa jauh-jauh dari bibirmu sih?" rutuk Karin melihat bibir Aska yang memucat.

Dengan doa-doa dalam hati, Karin menekan dada Aska dengan 30 hentakan, dada Aska terhentak ke atas, kemudian Karin menutup hidung Aska dengan ibu jari dan telunjuknya, dengan mata terpejam dan hati yang berdebar-debar Karin meniup bibir Aska beberapa detik sampai dada Aska terangkat, hal itu di lakukannya dua kali selang dua menit.

Aska merespon nafas bantuannya Karin dengan memuntahkan air yang tertelan dari mulutnya.

Karin memiringkan tubuh Aska, agar air yang di muntahkan tidak tertelan lagi. Tubuh Aska lemas matanya sedikit terbuka untuk melihat Karin yang telah menolongnya. Wajah Karin terlihat samar.

Aska memejamkan matanya sebentar dan membukanya kembali untuk melihat wajah Karin. Karin meletakkan kepala Aska di atas pangkuannya.

"Kamu sudah sadar?" tanya Karin dengan amarah yang akan meledak. Dan Aska tahu itu dari nada suara Karin dan dari wajah Karin yang memerah menahan amarah.

"Jangan marahi aku Rin, aku sakit..aku hampir tenggelam tadi." kata Aska menenggelamkan wajahnya di pangkuan Karin sambil memeluk pinggang Karin erat.

Karin menghela nafasnya dengan keras, tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi sikap Aska jika selalu seperti ini.

Karin mengangkat kepalas Aska, dan meraih lengan Aska untuk membantunya berdiri pindah ke ranjang pantai.

"Berbaringlah, kali ini aku memaafkanmu karena kamu sudah selamat dari maut." ucap Karin dan mengambil handuk menutupi tubuh Aska yang telanjang dengan celana renang yang masih basah.

"Jika kamu sudah kuat kamu bisa ganti pakaianmu dan kita pulang." lanjut Karin dengan suara datar.

"Tapi kita kan belum melihat sunset Rin?" tanya Aska menatap wajah Karin yang masih terlihat kesal.

"Kamu mau penyakitmu tambah parah! aku menyesal menuruti keinginanmu, jika terjadi seperti ini!" sahut Karin putus asa dengan sikap Aska yang selalu meremehkan kesehatannya.

Aska bangun dari tidurnya memakai handuk menutupi tubuhnya yang bawah, beringsut Aska duduk di samping Karin yang matanya fokus menatap laut lepas, yang sebentar lagi matahari hampir terbenam.

Dengan sedikit gugup dan gemetar takut dengan penolakan Karin, Aska meraih tangan Karin dan meremasnya pelan, kepalanya di sandarkan di bahu Karin. Hati Aska lega melihat Karin tidak menolaknya.

"Aku ingin ada kenangan indah bersamamu seperti saat ini, denganmu melihat sunset yang terbenam di sore ini." gumam Aska lirih, yang juga menatap laut lepas untuk melihat sunset yang mau terbenam.

Karin melirik Aska, di lihatnya wajah Aska yang begitu terlihat sedih. Hati Karin tercubit sakit dengan perkataan Aska yang terlihat putus asa.

Sungguh hati Karin terluka jika Aska selalu membahas hal seperti ini, seakan Aska pasti akan pergi jauh.

Karin bergerak melepas genggaman Aska, kemudian bergeser mengambil tas yang di bawanya, di ambilnya jaket dan kain pantainya yang kering. Kemudian tanpa bicara jaketnya di pakaikan ke Aska serta kain pantainya di lilitkan di bagian bawah pinggang Aska. Tanpa bicara pula Aska menurut memakai jaket yang di pakaikan Karin.

Hati Aska meleleh kembali dengan sikap manis Karin yang begitu tiba-tiba.

"Habis melihat sunset terbenam, kamu harus ganti baju dan kita langsung pulang." kata Karin tanpa melihat Aska, kembali duduk dekat di samping Aska.

Berlahan Karin menyadarkan kepalanya di bahu Aska, dan meraih kepala Aska di sandarkannya ke kepalanya. Aska terhenyak, di tatapnya wajah Karin dengan hatinya yang sudah tidak menentu. Hatinya mulai berbunga-bunga, Aska semakin menenggelamkan kepalanya di puncak kepala Karin dan mencium aroma wangi rambut Karin.

Dengan hati yang berdegup kencang Aska memberanikan diri meraih kembali tangan Karin dan di genggamnya erat. Dan Karin sama sekali tidak menolaknya bahkan Karin membalas gemggaman Aska dengan erat pula, walau mata Karin tak bergerak tetap fokus menatap sunset yang mulai terbenam. Mata Aska terpejam sesaat merasakan hangatnya genggaman jemari Karin. Kemudian berdua diam tanpa kata, hanya hati mereka yang bicara. Saling bersandar dengan genggaman tangan yang erat melihat indahnya sunset senja yang terbenam.

jadi iri ngeliatnya,....

penasaran sekali dengan hati Karin,....ada perasaan ga sih sama Aska,....????

NicksCartcreators' thoughts