webnovel

Rumah Merah (A)

Iris gelap terang dan iris perak berkilau saling beradu. Seperkian detik Suwa tak bisa berpikir apapun. Lamunannya seakan ditarik paksa oleh sesuatu yang membuatnya terpaku. Dalam pikiran kosong, Suwa menatap makhluk yang saat ini berada tepat di hadapannya. Merengkuhnya dengan mata menatap lurus ke dalam.

Makhluk ini? Apa dia menolongku?

Suwa mengerjap saat Ludra melepas rengkuhannya dan menggiring Suwa untuk berjongkok di bawah meja. Suwa baru menyadari beberapa anak panah menghunjani penginapan tersebut.

Seluruh orang di dalamnya berteriak panik. Menyelamatkan diri masing-masing, mereka berlari ke belakang. Namun beberapa ada yang kurang beruntung, anak panah menancap anggota tubuh mereka. Ada yang jatuh tersungkur, ada yang mati seketika.

Suwa mengedarkan pandang. Apa yang terjadi? Ia pun juga sama paniknya seperti penghuni lain. Dilihatnya nenek pemilik penginapan berlari tertatih dengan tongkatnya. Ia tak boleh diam. Entah apa yang terjadi Suwa harus menyelamatkan wanita tua tak berdaya tersebut.

"Apa yang akan kau lakukan?" Ludra menarik lengan Suwa saat gadis itu mencoba berlari dari tempatnya.

"Aku akan menolong mereka."

"Dan sebelum itu terjadi, kepalamu sudah berlubang."

"Sebelum itu terjadi kau akan menolongku." Tanpa sadar Suwa mengatakan sesuatu yang membuat dirinya sendiri bingung. Entah kenapa Suwa percaya diri bahwa makhluk yang menjadi tuannya ini akan menyelamatkannya. Dan perkataan Suwa tersebut membuat Ludra terpaku sejenak.

Ketika merasa cengkraman Ludra mengendur, Suwa seketika berlari menuntun wanita baya itu ke tempat aman.

Dan Ludra seketika melesat cepat, berdiri di belakang Suwa saat beberapa anak panah hampir mengenai gadis itu. Dengan ajaib Ludra membekukan beberapa anak panah yang melayang membuat semua mata terbelalak tak percaya dengan apa yang terjadi.

Kejadian ajaib dan sungguh aneh. Anak-anak panah itu membeku di udara lalu jatuh pecah begitu saja seperti pecahan es batu.

Semua melongo. Tidak ada satu matapun berkedip saat kejadian terjadi. Tak ada yang tahu penyebab kejadian aneh itu selain Suwa.

Suwa menghela nafas lega. Seulas senyum terbit di bibirnya. Ya, sang Falcon terakhir kembali menyelamatkannya.

Bruakkk !!

Pintu penginapan diterjang kasar. Segerombolan orang bersenjata dengan pakaian prajurit datang lalu memporak - porandakan barang - barang yang ada di penginapan. Mereka menatap bengis.

"Prajurit merah." Pekik nenek pemilik penginapan dengan mata terbelalak takut yang sontak membuat Suwa menoleh.

"Maksudnya?"

"Mereka prajurit merah. Mereka datang untuk... " Belum sempat wanita tua itu berucap, salah satu prajurit berpakaian merah membuka suara.

"Ada seorang wanita yang kabur dan bersembunyi di sini! Serahkan dia! jika tidak kami akan menghancurkan tempat ini." Beberapa prajurit merah seketika menyusuri penjuru penginapan.

"Ampun tuan! Di sini hanya penginapan. Jadi saya tidak~."

"Hah... Simpan omong kosongmu itu wanita tua." Prajurit tersebut mendorong tubuh ringkih sang nenek hingga tersungkur. Beruntung Suwa spontan menangkapnya agar tak terbentur lantai.

Seluruh penghuni penginapan dibawa paksa berkumpul di ruang depan, dipaksa berlutut dengan todongan pedang pada masing - masing individu . Seluruh kamar dikosongkan. Prajurit merah menyusuri seisi penginapan. Mencari wanita yang dimaksud. Dan....

Tak beberapa lama suara jeritan serta tangisan terdengar. Seorang gadis sekitar enam belas tahun diseret paksa. Di belakangnya, bocah laki-laki tampak memukul - mukuli prajurit merah.

"Jangan bawa pergi kakakku!"

Mata suwa melebar, "Diyang."

"Jangan bawa kakakku!" Bocah laki-laki pengantar makanan tersebut terus memukul-mukul prajurit yang hendak membawa kakaknya. Hingga prajurit itu jengah dan menghantam tinju pada Diyang, membuat ia tersungkur.

"Tolong jangan bawa kakakku!" Diyang kembali bangkit. Masih berusaha menyelamatkan kakak tercintanya dari tangan prajurit merah.

"Dasar bocah." Salah satu prajurit mengeram kesal saat Diyang menggigit tangannya. Dengan murka, dia memukuli bocah gembul tersebut sampai bengap.

Semua menatap miris, termasuk Suwa. Dia ingin bangkit menolong namun nenek pemilik penginapan menggelengkan kepala.

"Jangan, kau akan tertimpa masalah."

"Tapi~."

Nenek tersebut menggeleng pelan. Mencegah Suwa agar tetap diam. "Kau belum tahu siapa mereka nona."

Suwa hanya bisa menahan nafas. Menggigit ujung bibir, dia menoleh ke arah Ludra yang hanya berdiri di belakang tanpa melakukan apapun.

Suwa menatap Ludra memohon. Berharap sang Falcon menolong bocah tersebut. Tapi, apa yang diharapkan Suwa tidak terjadi. Ludra malah dengan acuh berbalik arah dan berjalan menuju luar penginapan.

Ludra mencium adanya makhluk astral di sekitar sini. Baunya sangatlah dekat. Hawa siluman yang sempat ia cium tadi siang, sekarang benar - benar tercium jelas. Dan Ludra lebih memilih mengurusi para siluman ketimbang manusia tak berguna itu.

Aneh, hawa siluman sangat jelas terasa. Tapi kenapa satu sosok pun tidak dapat ia lihat? Jelas ada kekuatan besar yang menyelubungi mereka.

Para makhluk itu mungkin suruhan sang kegelapan.

Meloncat ke dahan pohon. Ludra kembali menampakkan wujud. Iris peraknya memutar pandang. Seluruh inderanya ia pacu, berharap menemukan makhluk Legendaris di sini.

****

"Rumah merah merupakan tempat perdagangan wanita terorganisir. Para gadis yatim piatu diculik, ada juga beberapa orang yang sengaja menjual anak gadisnya ke sana demi sejumlah uang. Termasuk Din Feng_ kakak Diyang."

Nenek pemilik penginapan bercerita setelah para prajurit merah meninggalkan penginapan dengan membawa wanita yang mereka cari yakni kakak Diyang.

"Jika sudah masuk ke sana. Tidak ada yang bisa keluar. Kecuali kau punya segudang emas untuk menebus. Dan jika ada yang ikut campur, mereka tak segan - segan melenyapkan bahkan menyiksa. Termasuk kau nona. Kau wanita, masih muda dan cantik. Jika kau ikut campur tadi. Maka mereka akan menyeretmu ke rumah merah dan menjualmu."

"Sungguh keterlaluan." Suwa mengeram. Kejadian ini mengingatkannya pada masa lalunya dulu. "Diyang, kau tak apa-apa?"

Bocah gembul itu tak menjawab. Ia hanya duduk, menangis sesenggukan dengan nenek pemilik penginapan mengobati lebam-lebam di sekujur tubuhnya.

"Diyang hidup bersama kakak dan juga ayahnya. Ayahnya yang suka bermain judi sengaja menjual anak gadisnya untuk membayar hutang. Diyang bekerja keras berharap bisa membebaskan kakaknya dari rumah merah."

Suwa menatap Diyang penuh ironi. Ya Dewa, kenapa masih ada saja manusia-manusia kejam di muka bumi ini?

"Tenang Diyang, aku akan menyelamatkan kakakmu." Suwa berkata mantab. Otomatis nenek serta Diyang menatap ke arahnya.

"Jangan main-main nona. Kau tidak tahu siapa mereka."

"Aku tidak main-main nek." Tentu saja Suwa tidak main-main. Dia memiliki Ludra. Makhluk sakti yang pasti bisa diandalkan.

"Rumah merah bukan tempat perdagangan biasa. Mereka menyuplai gadis-gadis dari berbagai penjuru. Banyak kalangan penjabat yang menjadi pembeli. Dijadikan budak, pelacur dan tumbal. Mereka akan dikirim ke wilayah Utara, kerajaan Kilan."

"Ke-ra-jaan?" Suwa bertanya lambat-lambat. Menelengkan kepala tak begitu paham.

"Ya, kerajaan Kilan. Kau tak tahu tentang kerajaan itu? Kerajaan besar dan mengerikan. Jika kau menyerang rumah merah, kau juga akan berurusan dengan pihak kerajaan nona." Nenek tersebut tertunduk muram, "Tidak ada yang lebih sial selain berurusan dengan istana."

Suwa hanya membisu. Sungguh tak habis pikir, bahwa istana yang seharusnya melindungi rakyat malah menyengsarakan rakyat.

Bicara soal pelindung. Suwa jadi teringat Ludra. Di mana makhluk itu? Hah. Suwa menghentakkan kaki. Bangkit dari kursi ia berjalan ke luar mencari sang Falcon berada.

Menyebalkan. Di situasi genting, ia berlalu begitu saja. Gerutu Suwa dalam hati.

*****