Hutan yang begitu rimbun. Ludra bisa merasakan hawa siluman yang sangat pekat menyelimuti daerah ini. Pantas saja auranya terasa suram. Berjalan masuk ke tengah hutan, hawa gelap semakin terpancar.
Lelaki itu berjalan tenang. Melirik ke belakang di mana ia meninggalkan sang pelayan bersama Zie di sungai, sebuah senyum tersungging di sudut bibir Ludra.
"Dasar keras kepala."
Ludra tahu akan rencana tak berguna Suwa. Saat ini wanita itu pasti tengah berdecak puas bisa melarikan diri darinya.
Sengaja. Ia membiarkan gadis itu kabur. "Kita lihat seberapa jauh jangkauanmu."
Ludra bersiul. Tak beberapa lama Zie yang telah mengecilkan tubuhnya terbang menghampiri tuannya.
Lengan Ludra menekuk, memberi topangan pada elang peliharaannya untuk bertengger. Kemudian ia membisikkan sesuatu pada Zie. Setelah itu, pria bermata perak tersebut menerbangkan Zie kembali.
Tanpa gadis itu sadari, Zie terbang mengikuti arah kaki Suwa melangkah. Zie berhenti ketika Suwa mengistirahatkan tubuhnya bersandar di bawah pohon.
Elang itu mengamati Suwa dalam diam di atas pohon yang tak jauh dari tempat Suwa. Bisa dipastikan gadis itu tak akan tahu bahwa Zie tengah mengikutinya. Bukan hanya karena ketenangan sang elang melainkan saat ini tubuh Zie berubah transparan hingga makhluk apapun tak bisa mengetahui adanya elang putih tersebut. Itulah salah satu alasan mengapa selama Ludra tertidur, elang unik peliharaannya juga tak pernah diketahui rimbanya. Hingga semua menganggap bahwa Falcon memang telah musnah atau bahkan tak pernah ada.
Saat Suwa meringkuk dan menangis terisak, ada kilatan di mata Zie. Indera penglihatan elang tersebut terhubung dengan Ludra.
Dan...
Inilah yang ditunggu. Sesosok siluman menghampiri wanita itu. Siluman berkasta tinggi. Dia.... Sang falcon terakhir telah menemukan alasan untuk membunuh. Mencoba perkembangan kekuatannya untuk melawan makhluk dengan kekuatan di atas rata - rata.
Ludra hanya perlu menunggu.
****
Dari jarak jauh, Ludra berdiri. Ekspresinya setenang air. Tetapi apabila air tersebut tersentuh sebutir debu sekalipun, maka pasti akan menimbulkan goncangan.
Mata Ludra menyimpit tajam saat tahu bahwa pemimpin siluman rubah dari klan Urocyon hendak mencium pelayannya. Dan ketika dirasakan gadis itu memanggilnya, detik itu juga sang Falcon terakhir melesat secepat kilat menuju gua di mana para siluman rubah menangkap Suwa.
Membunuh kawanan siluman akan mempercepat pemulihan kekuatannya.
****
"Fa... Falcon."
Ketika pemimpin mereka menyebut nama itu, seluruh makhluk penghuni gua tersebut ikut terperangah. Mereka, amat sangat terkejut dengan kemunculan sosok itu.
Bangsa Falcon selama ini hanya dianggap mitos bagi dunia Legendary Land. Keberadaannya hanya dianggap dongeng. Tetapi, melihat sosok yang kini berdiri menjulang di hadapan mereka dengan kharisma terpancar di setiap persendian tubuhnya yang begitu agung. Makhuk yang disebut Falcon ternyata benar - benar ada.
Ciri - ciri pria itu sama persis dengan makhluk mitologi di dunia mereka. Sesaat rasa ngeri menyelimuti kawanan klan Urocyon itu namun juga ada binar harapan terpancar di mata mereka. Begitu pun dengan Kao, sang pemimpin.
Selama ini dunia Legendary Land telah dikuasai oleh sang kegelapan. Dia adalah penghancur, penggilas seluruh kehidupan makhluk legendaris. Tidak tunduk artinya sengsara.
Kao sang pemimpin klan Urocyon meski kekuatannya cukup mampu bertahan di dunia Legendaris, namun ia memilih untuk pindah di dunia manusia. Melindungi rakyatnya dari kekejaman sang kegelapan Dosta. Dia tak ingin kaum-nya yakni para siluman dengan kekuatan terbatas akan berakhir menjadi budak sang kegelapan. Dia tak mau rakyatnya menderita.
Selama ini tak ada yang benar - benar bisa mengalahkan sang kegelapan. Beberapa makhluk dengan ilmu tinggi sempat berusaha melawannya, namun tetap saja hasilnya nihil. Dosta seakan tak bisa mati. Apalagi ditambah dengan adanya tujuh anak buah sang kegelapan yang memiliki kekuatan di atas rata - rata, tentunya mustahil menggulingkan kekuasaan otoriter Dosta.
Menurut ramalan, satu - satunya makhluk yang bisa mengalahkan sang kegelapan hanyalah bangsa Falcon. Para prajurit yang merupakan perwujudan dari dewa perang. Hampir seluruh masyarakat Legendari menganggap itu mitos karena sama sekali tak ditemukan tanda apapun tentang jejak Falcon. Dan mereka mulai kehilangan harapan. Ada yang memilih keluar mencari hunian baru, ada juga yang memilih jadi abdi sang kegelapan.
Tapi, saat ini harapan seolah bangkit. Sang Falcon memang benar - benar nyata dan berdiri di hadapan mereka.
Kao melirik sejenak wanita yang menjadi tawanannya. Intuisinya langsung menyala, gadis manusia ini merupakan pemanggil Falcon? Seperti yang telah diramalkan?
"Apakah.... apakah kau Falcon?" Kao mencoba bertanya meski sedikit ragu.
"Ya dia Falcon." Suwa menyahut lirih. Rasa syukur terpancar di raut wajahnya ketika makhluk itu tiba - tiba muncul.
Mendengar pernyataan itu, seketika Kao langsung menunduk. Begitu juga dengan siluman rubah lainnya. Menurunkan senjata, mereka tidak berniat melawan makhluk yang ditakdirkan sebagai saingan sang kegelapan.
"Maafkan kami! Aku tak tahu gadis ini adalah milik anda." Ucap Kao penuh penyesalan.
"Tolong jangan bunuh rakyatku!"
Ludra masih bergeming. Menatap para siluman dengan mata peraknya yang meneliti. Dia bisa melihat jelas sinar harapan terpancar di mata para siluman tersebut, seolah memohon sesuatu darinya.
Dilihatnya siluman - siluman kecil tak berdaya nan polos ikut bersujud. Mata mereka berkaca - kaca penuh iba.
Dan pada akhirnya....
Senjata seperti cakar yang ada di kepalan tangan Ludra perlahan menghilang.
Ludra tak memberi tanggapan apapun atas permintaan maaf pimpinan klan Urocyon. Ia hanya meliriknya sejenak. Lalu melangkah maju melewati Kou yang masih tertunduk kemudian melepaskan ikatan yang menjerat Suwa.
"Gadis bodoh." bisik Ludra pada Suwa yang masih bergeming dengan tubuh bergetar. Perlahan Ludra meletakkan kedua tangannya di bawah lutut Suwa. Mengangkat tubuh wanita itu dalam gendongannya. Lalu tanpa kata, Ludra berjalan lurus begitu saja keluar gua. Menyurutkan keinginan menghabisi kawanan siluman rubah tersebut.
Kou mendongak. Masih bergeming, menatap makhluk yang akan memberi secercah cahaya baru bagi dunia Legendary.
"Teman - teman, kita masih punya harapan." Ujar Kao lirih.
****
Segini dulu ya, sengaja babnya ku bagi dua biar tidak terlalu panjang - panjang.