webnovel

Bagian 1 : Awal dari efek kupu kupu

Julian :

"akhirnya datang juga !, bro makasih ya sudah mau datang, aku soalnya mau kerja shift malam" , Daniel , kakak ku memeluk sahabat karib nya Fabian dan, aku mematung di sudut di sudut pintu.

"gak masalah kok, boncel sama aku nanti nonton bareng" fabian membalas dengan kelakar ringan nya dan tersenyum lebar melambaikan tangan ke aku, ahh, sangat sulit untuk tidak memperhatikan fabian,dengan tinggi 178 cm dan wajah yang sangat rupawan sangat sulit untuk tidak menaruh hati pada lelaki tersebut, apalagi dia selalu memanggil ku dengan panggilan kesayangan nya seperti aku adik kandung nya, mampus lah diri ku untuk berusaha memasang wajah dingin sepanjang hari agar tidak terlihat aku menaruh perhatian kepada nya, bagaimana pun dia adalah sahabat karib kakak ku, tenang Julian, dia sudah sering mampir ke rumah ini, jadi kamu akan terbiasa dengan nya, kata diri ku menyemangati diri ku sendiri.

"boncel ?, tinggi ku hampir sama dengan mu?,lalu aku sudah tamat SMP bulan lalu, aku sudah cukup dewasa untuk tinggal sendiri, di banding harus memanggil baby sitter gak berpengalaman" kata ku melirik Fabian dan merasa kesal juga karena di saat aku sudah merasa dewasa , kakak ku masih sangat overprotektif kepada ku, membuat diri ku sesak rasanya. "kok marah? Terus kalau marah mau ngapain? mau pergi dari rumah?" Hardik Daniel kepada ku, ."uhhm cup cup cup,kasian" sergah fabian menimpali dengan wajah mengejek nya, aku bergegas ke kamar ku, tak mempedulikan mereka , namun mengulum senyum menyadari fabian akan bermalam di sini bersama ku. Aku masih mendengar mereka bercengkrama dari balik tembok, karena suara mereka sangat keras dan besar seperti speaker.

Aku memasang headset melihat playlist Spotify yang jadi langganan ku kala aku sedih, menyadari betapa berantakan hidup ku, atau memang aku saja yang teralu khawatir atas kehidupan ku?. Dari kecil aku selalu khawatir aku anak pungut karena wajah ku dan Daniel yang cukup berbeda apalagi Daniel sering mengolok olok ku dan mengatakan dengan wajah serius nya, bahwa aku anak pungut, aku ingat sekali, aku menangis 3 hari karna hal itu dan akhirnya sesegukan tidak bisa bernafas, anak tk memang beda, karena dari kecil sudah di ajarkan overthinking secara dini.

Namun ketika sd Daniel berubah menjadi pahlawan ku , dia selalu menjadi garda terdepan ketika aku di bully, karena tubuh ku kurus dan gampang di tindas, Daniel selalu kesal kepada ku karena aku tidak bisa membela diri ku dengan benar, ya gimana ya?, Daniel memiliki tubuh yang besar diantara teman seangkatan nya, kenapa gak di manfaatkan untuk melindungi adik nya?, yang penting kan ada guna, betul kan?.

Kemudian ketika SMA Daniel menjadi murid paling popular di kalangan Wanita saat itu , hal indah seperti sex usia muda, lepas keperjakaan, menghisap ganja, kebut kebutan mobil adalah hal yang terlihat di wajar bersama Fabian mereka mengukir indah nya masa SMA, sampai akhirnya kedua orang tua kami meninggal, Daniel yang merasa kalut saat itu tak bisa berpikir panjang , dia keluar dari SMA dan menjadi tulang punggung keluarga , dia selalu melindungi diri ku walau aku tahu aku tak serapuh itu, itulah kakak ku, dan aku selau bersyukur terhadap itu. Walau keluarga kami memiliki ekonomi yang yang berkecukupan, Daniel selalu besikeras untuk mencari uang sendiri dan tak ingin mengandalkan warisan dari orang tua kami (karena wali kami bibi Florence tidak bisa di hubungi sampai saat ini dan ke pemakaman pun tidak) , jika di tanya kedua orang tua kami bekerja di bidang perhotelan dan menjadi salah satu pemilik hotel Hoverdel di Amber Ridge. Dan aku berharap kakak ku bisa melanjutkan sekolah nya dulu dan tak menganggap aku sebagai beban yang harus ia tanggung seumur hidup.

Jujur aku belum pernah sama sekali membicarakan masalah orientasi seks ku kepada nya, entah kenapa aku akan berpikir dia akan marah, walau hal tersebut sepertinya tidak akan mungkin terjadi melihat pengorbanan kakak ku kepada ku, tapi tetap di hati kecil ku aku enggan membicarakan hal tersebut. terlebih lagi aku menyukai sahabat nya sendiri.

Fabian Jordan Montana yang menyadarkan aku, bahwa aku gay, selama smp aku berpikir aku tak memiliki pacar karena aku pemalu atau sebuah kecemasan berlebihan , tapi ternyata tidak. Aku menyadari ketika team renang ,untuk seleksi team nasional di adakan di sekolah ku dan Fabian menjadi juara satu saat itu namun ketika ia hendak menaiki tangga di kolam, celana dalam nya melorot dan riuh gema gelanggang kolam renang terdengar sangat keras tidak terkecuali p**** ku yang seketika ber reaksi melihat itu, dan semua nya menjadi masuk akal, ya…aku menyukai lelaki itu.

Fabian dan kakak ku sudah berteman lama, mereka dan Stuphin Kailan bertemu karena project biology yang mengharuskan mereka menangkap katak, dan bicara tentang Stuphin Kailan , anak terakhir dari Michael Vonderlin, adalah salah satu kongomerat pemilik supermarket Orishe di Amber Ridge. Semenjak itu mereka menjadi teman yang akrab, dia kaya dan kurang kerjaan atau sama sekali tidak ada hal menarik di rumah nya, terpaut 30 tahun dari kakak termuda nya sudah membuat dia seperti anak tunggal , karena semua kakak nya telah menikah bahkan keponakan nya lebh tua dari nya. Dan beralih ke fabian ,kalau bisa di bilang Fabian adalah penghuni tetap di rumah ini, apa yang bisa di harapkan lelaki yang tumbuh di lingkungan pemabuk dan tukang pukul?, Fabian akan selalu datang ke rumah kita dengan luka memar di pelipis nya dan terkadang luka guratan di leher dan lengan nya. Orang tua kami akan selalu menerima Fabian seperti anak sendiri. Dia tinggal di trailer park bagian terluar dari Amber Ridge, dimana semua barang rongsokan akan di simpan atau di buang di sana, beruntung ia bisa satu sekolah dengan Daniel karena ternyata orang tua kami adalah penyumbang terbesar beasiswa di sekolah kami dan Fabian adalah salah satu anak yang terpilih pada saat itu . Dan ketika orang tua kami meninggal, fabian hancur sehancur hancur nya seperti kami yang kehilangan orang tua, dan fabian yang telah menjadi bagian dari keluarga serasa seperti menjadi yatim piatu.

Walau aku menyukai nya, aku tak pernah memposisikan diri ku sebagai orang yang akan ada di kehidupan cinta nya , dia terliihat sangat straight, dan jika kalian bertanya kenapa aku tahu dia straight, karena dia dan kakak ku adalah type Font yang sama hanya beda ketebalan nya saja, sungguh aneh ketika menyadari kamu membenci nya sebagai baby sitter, tetapi menyukai nya sebagai lelaki.

Pintu di buka dengan paksa ketika aku melihat sosok tinggi atletik tersebut masuk dengan canggung nya melihat ku sedang mendengarkan music, "ketok pintu lah, kalau aku ternyata masih pakai cd , memang nya kamu mau lihat?" gertak ku kepada nya namun dia hanya menyengir melihat kelakuan ku "ih galak amat sih, Cuma nge cek juga, ya siapa tau kamu belum makan," kata nya tak mau kalah, lalu menyuruh ku ke bawah , karena dia sudah memasak, aku merasa seperti punya asistent pribadi, terlebih lagi dia membuat kan aku sup bawang dengan keju ke sukaan ku. Dia tumben begitu baik kepada ku, terkadang aku berpikir apakah dia baik kepada ku karena memang menganggap ku saudara atau memang ingin memabalas budi kepada orang tua ku, aku harap sih karena dia tertarik kepada ku, tapi itu tak mungkin. Realita menampar ku dengan keras.

Seminggu telah berlalu, dan kita terkadang memakan fast food atau makanan yang tersisa di kulkas, tapi fabian adalah baby sitter terbaik, dia bisa membuat makanan enak hanya dengan 3 bahan saja, untung fabian menawarkan menjaga diri ku dengan gratis, dan candaan nya kepada ku sudah mulai menurun, entah karena raut wajah ku yang selalu cemberut ketika melihat diri nya atau karena mungkin dia orang baik yang memikirkan perasaan suatu individu?, siapa tahu.

Kita nonton film bersama, kali ini scream 3, classic horror yang tak lekang oleh jaman, dan itu salah satu hal yang bisa membuat fabian diam terkosentrasi melihat adegan demi adegan ,sungguh hal yang luar biasa, aku bisa melihat ketampanan nya dari dekat, rahang nya yang tegas tatap matanya yang teduh dan urat urat tebal di tangan nya sungguh ciptaan tuhan paling indah, aku menyadari wajahnya menengang dan sedikit tertekan melihat adegan horror di tv, entah aku tak memperhatikan tv tapi aku melihat wajah nya seperti bioskop premier , sungguh indah, rambutnya pirang gelap seindah sutra beraroma old spice.

"jangan lihat aku terus , nanti kamu jatuh cinta looo" fabian bergerak dan memalingkan wajah nya menatap ku dan aku masih tetap menatap nya, rasa tegang di tangan ku mengalir ke eprut dan mental ke otak ketika aku berusaha mengatakan sesuatu, "tidak , aku tidak memperhatikan mu" namun fabian tersenyum dan mematikan tv, "well , ada saatnya kita berbicara berdua saja, kakak mu dan aku berpikir kamu menyembunyikan sesuatu dari kita, dan walau pun kamu tidak memberi tahu kami, kami akan selalu ada untuk mu" fabian dan Daniel telah mengetahui aku gay dan rekasi ku hanya terdiam, air mata mengalir ke pipi ku tanpa terasa , tangan fabian mengelap air mata ku, "kamu bisa rahasiakan ini , aku juga tahu kamu naksir aku kan?" semakin menangislah aku ketika fabian berkata seperti itu , dan aku tak berhentinya menangis , dia memeluk ku dengan erat dan membisikan di telinga ku, "aku dan Daniel akan selalu menerima mu, itu tak akan merubah segalanya" nyata nya dukungan dari fabian menyadarkan aku aku hanya butuh dukungan orang sekitar untuk come out dan mengakui identitas seksual ku, namun impuls dari pikiran ku tak ingin kehilangan dia dan berpikir ia sudah mengetahui siapa diri ku sebenar nya membuat ku memberanikan diri untuk mencium nya, bibir ku mendarat di bibir fabian yang membuat dia tersentak lalu terdiam,mata nya terlihat kaget namun ia membalas ciuman ku ,lidah kami bertemu dan saling mengulum ketika itu terjadi respon yang tak bisa biasa pun terjadi , fabian mendorong diri ku , "maaf ini tak seharus nya terjadi, aku sudah menganggap mu adik ku sendiri" katanya dan bergegas pergi dari rumah ku, meninggalkan aku yang terdiam kaget karena kejadian itu berjalan begitu cepat dan aku tak bisa memproses apa yang terjadi dengan ku , dan dirinya, takt rasa aku mulai menangis sesegukan karena mungkin saja dia jijik dengan diri ku dan tak ingin lagi mengenal diri ku.

Jam empat pagi kakak ku Daniel membangunkan aku di sofa dengan tv yang masih menyala, menanyakan keberadaan fabian namun aku tak bisa berkata apa apa dan hanya bisa mengatakan tidak tahu, minggu ini aku masuk ke sekolah seperti biasa dan menyadari fabian tidak masuk sama sekali. Hari demi hari aku menunggu agar dia masuk sekolah dan hasilnya tetap nihil, dan mendapat kabar ia pindah sekolah.