Helena berjalan menghampiri Gray yang duduk termenung di pojokan kafe, dia memberikan satu sisir roti kepada pemuda itu dan duduk di sampingnya.
"Bagaimana? Apa kau sudah melakukan ritual pengusiran?" tanya Helena kepada Gray.
""Belum, tapi aku tidak peduli dengan itu untuk saat ini. Aku lebih memikirkan tentang keterlibatan seorang master dan letnan dari Ordo," gumam Gray menyangga dagunya dan menggigit roti sisirnya.
"Master dan Letnan? Dari Ordo? Jadi ada semacam sistem kepangkatan di sana?" Helena mendadak tertarik dengan pembahasan ini. "Bisa kau jelaskan padaku?"
"Yeah, di sana ada semacam hirarki atau sistem yang kau harus patuhi begitu masuk ke dalamnya. Yang paling tinggi dan berkuasa adalah Dewan Tetua, terdiri dari 5 orang hebat. Setiap kebijakan yang menyangkut ordo berada di tangan mereka termasuk pemilihan Ketua Ordo. Lalu, di bawahnya Ketua Ordo, atau biasa di sebut Master Tertinggi, dipilih oleh Dewan Tetua, namun nantinya berdasar sistem voting yang diikuti para petinggi lainnya seperti para Master dan Kapten, lalu ada Master tepat di bawah Master Tertinggi barisan orang-orang hebat dan hanya menerima misi tingkat tinggi, konon mereka setingkat dengan tujuh dosa besar. Lalu, ada Kapten dan wakilnya, Letnan. Di bawah lagi ada Sersan, dan para exorcist biasa yang jumlahnya ribuan" jelas Gray panjang lebar.
Mata Helena berbinar-binar mendengar informasi menarik ini.
"Tugas mereka menjaga umat manusia dari serbuan iblis, dan memastikan kalian tidur nyenyak setiap malam" tambah Gray.
"Lalu, sebelum kau keluar dari Ordo, pangkat terakhirmu apa, Gray?"
"Aku tidak memiliki pangkat, di sana aku hanya berlatih menjadi exorcist, dan keluar ketika menginjak usia 15 tahun" kata Gray menjawab pertanyaan Helena.
"Kenapa kau keluar dari sana?" tanya Helena lagi.
Gray tidak menjawab, pikirannya melayang jauh. Ia masih memikirkan kebijakan ordo yang mengirimkan seorang master ke kota ini. Walau Bloody Marry termasuk iblis yang kuat, tapi exorcist setara Letnan pun dapat mengalahkannya.
Jam masih menunjukan pukul 2 siang, namun suasana siang itu tampak seperti senja hari. Gray dan Helena menyudahi pertemuan mereka hari itu. Dan, pulang ke rumah masing-masing karena mereka masih ada kesibukan sendiri.
Gray berjalan di atas trotoar cepat-cepat, ingin istirahat siang karena malam nanti ada pertandingan basket yang ingin ditontonnya di tv. Dia pun mampir sebentar ke dalam minimarket untuk membeli beberapa camilan. Mendadak Gray melompat bersembunyi di belakang mobil yang terparkir ketika dia melihat dua orang berjubah hitam-hitam ala ordo exorcist sedang duduk di kursi depan minimarket.
"Sepertinya exorcist biasa, tak ada tanda-tanda mereka memiliki pangkat tinggi. Tapi, kenapa ada mereka di sini? Apa ada laporan soal iblis kuat di daerah sini?" batin Gray masih menguping pembicaraan dua exorcist itu.
"Aaah, satu orang master dan satu orang letnan ternyata tak cukup memuaskan ordo, 20 exorcist tingkat bawah pun harus membantu mereka berdua" gerutu exorcist berkepala gundul berkulit agak gelap.
"Padahal rumornya seorang master tingkatannya setara tujuh dosa besar, tap kenapa masih membutuhkan kita?" timpal exorcist lain berambut pirang.
"Kudengar setan yang akan kita lawan itu Bloody Marry? Apakah dia memang sekuat itu?" tanya exorcist berkepala plontos.
"Kalau dia menurutku tidak terlalu sulit, tapi memang cukup merepotkan untuk setan kelas menengah" tukas exorcist berambut pirang menyulut rokok.
"Jadi siapa?"
"Aku tidak tahu"
"Sebaiknya kita segera kembali ke rumah itu, atau master menghukum kita"
"Tunggu, biarkan aku mengisap sampai habis rokok ini"
Setelah itu keduanya berdiam cukup lama dan meninggalkan minimarket masuk ke dalam van hitam menuju timur.
Gray tidak jadi ke minimarket, ia cepat-cepat kembali ke rumah, disambarnya pedang di dinding. Tanpa berpamitan kepada Djin yang memelototinya, Gray membanting pintu kamar.
"Kenapa sih dia?" gerutu Djin heran.
Gray berlari cepat menuju kediaman keluarga Gregori. Meminta maaf kepada seorang ibu-ibu yang dia tabrak di jalan, dan hampir saja tertabrak mobil ketika menyeberang.
Berbelok di jalan menuju kediaman keluarga Gregori, Gray melihat empat mobil hitam dan beberapa orang bersenjata pedang atau pun senjata api bersiaga di depan rumah. Puluhan petugas kepolisian ikut menjaga sekitar rumah. Kerumunan warga pun mulai menyemut akibat penasaran, dan beberapa mobil wartawan mulai terlihat berdatangan.
"Hey! Berhenti! Siapa kau?!" seorang di antara pengawal itu menghentikan paksa Gray.
"Menyingkirlah! Aku harus masuk!" bentak Gray tak sabar.
Dua orang pengawal lain membantu temannya menghentikan Gray.
Mendadak kabut hijau tebal entah muncul darimana menyelimuti jalanan di sekitar rumah, para anggota ordo pun kebingungan dengan perubahan suasana yang terjadi.
"Kabut hijau? Apa ada Iblis tingkat tinggi?" batin Gray makin dibuat penasaran.
Gray memanfaatkan kebingungan sejenak anggota ordo untuk menyelinap ke dalam rumah. Dia tak melihat hantu-hantu atau setan di halaman seperti kunjungan terakhir dirinya saat itu, dia hanya merasakan aura gelap dari dalam rumah utama.
Gray mempercepat langkahnya, semakin dekat ke dalam rumah ia mendengar sayup-sayup teriakan orang-orang di dalam rumah.
Gray mengendap-endap, bersembunyi di bawah jendela dan melirik ke dalam rumah.
Tak ada siapapun di dalam rumah, sepi, gelap, nyaris tak ada kehidupan...
Gray memutar daun pintu. Tangannya bersiap di gagang pedang, agar siap menariknya sewaktu-waktu jika ada sesuatu yang berbahaya.
Namun, tiba-tiba pintu menjeblak terbuka lebar beruntung Gray langsung menarik tangannya sehingga terhindar dari cedera. Bersamaan dengan itu, dua orang berjubah hitam terlempar ke halaman. Gray melihat Master Juan dan Letnan Nagisa tergeletak di atas tanah, dahi Letnan Nagisa mengeluarkan darah akibat terbentur benda tumpul.
Gray merasakan ada firasat buruk yang mendekati dirinya, ia menarik pedangnya dan melompat ke halaman, dan benar saja beberapa detik kemudian ledakan lumayan besar menghancurkan teras rumah.
Gray terhempas akibat angin ledakan namun ia mampu bertahan, melindungi dirinya dengan pedang di tangan.
"Gray..." gumam Nagisa lemah, berbaring di atas tanah. Sementara Master Juan duduk berjongkok di depannya.
"Oh jadi kau yang dipanggil oleh ritual itu" Gray menatap tajam ke arah pintu masuk rumah Gregori, di mana seorang wanita cantik bertubuh langsing tinggi, berkulit putih berambut pirang panjang, mengenakan gaun panjang semerah darah tersenyum penuh arti kepada dirinya. "Salah satu dari empat penjuru langsung di bawah Sang Raja Segala Raja Neraka, dia Astaroth atau Dewi Isis dalam Mitologi Mesir Kuno,"
"Apa kau berharap kalau iblis itu adalah dia, Nak?" tanya Astaroth menyunggingkan senyum mengerikan.
"Siapapun yang dipanggil bagiku sama saja, aku tak peduli" tegas Gray, ada sedikit kedut aneh di pelipisnya ketika iblis itu menyinggung sesuatu kepadanya, tapi tak sedikit pun ada rasa takut di matanya berhadapan langsung dengan salah satu penguasa neraka itu. "Tapi, kenapa bisa Bloody Marry menjadi bawahan mu?"
Bloody Marry duduk di atas genteng, kakinya mengayun-ayun seperti anak kecil, ia sibuk menyeringai menampakan barisan gigi hitamnya. Tentu saja, ia masih berada di dalam tubuh Christi.
"Tak kuduga kau sudah melupakan kekuatanku, walau tau siapa aku. Apa kau tak pernah membaca kitab-kitab kuno seperti Lesser Of Solomon, Grand Gremorius, atau semacamnya?" tanya Astaroth kepada Gray.
Gray menggelengkan kepalanya. Memasang tampang bodoh. "Sepertinya aku lupa, apa kau muncul di dalam buku-buku itu?"
"Tentu saja tidak! Aku bukan peliharaan Solomon! Aku Ratu Neraka, Dewi umat manusia di masa lampau!" teriak Astaroth, bersamaan itu aura gelap keluar dari tubuhnya. "Aku mengajarkan sihir pada umat manusia, dan dulunya Bloody Marry adalah penyihir"
"Begitu ya, aku kira hanya orang bodoh yang bermain dengan cermin ternyata penyihir" gumam Gray sedikit bercanda. Ia sebenarnya tahu siapa iblis ini, sebab setelah menemukan ritual pemanggilan iblis ia belajar dari kitab-kitab lama ordo dan mempelajari semua iblis yang berdiam di neraka.
Mendengar candaan Gray, senyum di bibir Bloody Marry menghilang berganti dengan ekspresi penuh amarah.
"Aaaaah.... Kau lebih menyeramkan seperti itu dibandingkan tadi" kata Gray memprovokasi. "Christi itu cantik dan kau jelek, kupikir itu alasan dirimu memasuki gadis itu."
Tubuh Christi yang dikuasai Bloody Marry melayang turun ke bawah, matanya menatap penuh amarah kepada Gray.
"Hei bocah! Hentikan memprovokasi dia!" gerutu Master Juan mengingatkan Gray dari sudut bibirnya.
"Aku pikir... Tidak, bukan aku saja tapi semua orang pikir para master itu setara dengan tujuh dosa, ternyata melawan salah satu penguasa neraka sudah babak belur seperti ini" kata Gray meremehkan.
Master Juan terdiam, ia menunduk tak mampu membantah kata-kata yang keluar dari mulut Gray.
Gray mendecakkan lidahnya. "Tak ada waktu untuk menyesal, sekarang kau harus membantuku mengusir Bloody Marry dari dalam tubuh Christi" gumam Gray.
"Lalu bagaimana dengan Astaroth?!"
"Oh kita tak mendiamkannya tapi juga tak mungkin kita melawannya"
"Maksudmu?"
Gray hanya menyunggingkan seringai lebar dan hanya mengatakan keselamatan Nagisa prioritas mereka saat ini.
"Aku hanya bisa menahan keduanya selama 10 menit, setelah itu kau harus kembali ke sini dan membantuku" kata Gray berdiri dan mulai memasang kuda-kudanya.
Master Juan berdiri memanggul Letnan Nagisa yang lemas tak berdaya, keduanya bersiap melawan Bloody Marry yang dibantu oleh salah satu iblis terkuat, Astaroth.